•••
“Lo main gitar lagi?” seorang gadis berambut panjang dengan seragam berwarna putih abu-abu berlari kecil.
Tangannya menenteng satu kresek cemilan ringan “Yaampun diw, fans lo gila banget ngerumunin gue dikantin!” keluhnya.
Pemuda dengan stelan yang sama menolah seraya menggelengkan kepalanya “Bukan salah gue, Del”
“Jelas salah lo kunyuk nih! tuh mereka kan fans lo” wajahnya cemberut kesal, menaruh kresek penuh cemilan dimeja milik diwangga.
Gadis itu menatap sinis “Nyesel gue jadi temen deket lo, cih” Ia meraih handphone nya, mulai memakai earphone lalu mendengarkan musik.
Terlalu malas meladeni sikap seorang Diwangga Putra. Pemuda dengan sikap yang kaku, kegemarannya melukis tetapi setiap hari berkutat dengan gitar tua milik sekolahnya. Jangan lupa hidupnya yang monoton itu, tidak asik.
Diwangga menatap temannya dengan seksama, sesekali tersenyum kecil. Teman masa kecilnya Videlya Maharani — yang setiap hari selalu ada disampingnya. Bahkan satu sekolah sempat mengira kalau ia dan temannya berpacaran.
“Lo gak mau cemilan del?” dia memberikan satu cemilan pedas tepat didepan mukanya.
“Gue gak minat. Thanks.” Adel menatap sinis.
Pemuda itu beranjak menemui teman temannya yang sedang berkumpul dibelakang kelas sambil bergurau “Woy! mau cemilan?”
“Tuhan maha memberi dan memberi selalu lewat Diwa, emang ni hari berkah banget” salah satu pemuda berambut ikal tersenyum senang, ia mengambil semua cemilan itu. Oh, namanya Adimas Setyo— kerap dipanggil Bokir.
“Woy bagi kir, maruk amat setan” ucap pemuda lainnya yang bernama Deroz Adityasakti—kerap dipanggil Ecep.
Diwangga menggelengkan kepala merasa heran dengan tingkah teman temannya yang sama sekali tidak berubah sejak SD dahulu.
Pemuda itu duduk dikursi dekat tempat penyimpan sapu dan kawan kawan.
“Udin kemana cep? kir?” ia menatap seisi kelas, tidak menemukan keberadaan satu temannya.
“Udin berak deh tadi, eh berak apa kemana ya” bokir membuka handphone nya, menekan aplikasi WhatsApp.
Bokir
Dinnnn
P
Assalamualaikum ya ahli neraka jahanam
woy!!Udin Gay
OY
Ngape