Oneshot

62 5 0
                                    

"Maksud kamu apa, Yuri?"

Bukan hanya degup jantungnya yang terdengar, namun juga deru napas panik dan memburu terasa begitu jelas. Raut muka kacau dan sedikit rasa takut tercetak begitu nyata di wajahnya yang tampan.

"Fuck you!"

Balasan dari pria yang lebih pendek terdengar sangat menyakitkan untuknya. Lidah tajam itu akhirnya melontarkan kata-kata tak senonoh. Mengartikan bahwa dirinya sudah melakukan kesalahan fatal yang mungkin saja sulit untuk dimaafkan, atau bahkan tidak akan dimaafkan?

Ya, tentu saja dia tahu apa yang sudah membuat kekasih hatinya itu murka. Satu lembar foto sebagai bukti kuat untuk menyudutkan dirinya sudah berada di depan mata. Sial, semua ini salahnya. Tapi sungguh ia tidak terima jika semua harus terbongkar dan menjadi pemicu retaknya hubungan mereka.

"Kita bisa bicara baik-baik. Kamu ga perlu ngomong kasar seperti ini." Sedikit menenangkan agar Yuri, pujaan hatinya itu bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan kepala dingin.

"Tai! Selama ini aku korbankan banyak waktu demi kamu ternyata ini balasannya? Kamu tidur dengan Daiki sialan itu. Kamu nyakitin aku, Ryo."

Sedikit ringisan terdengar, bahunya bergetar hebat. Dengan tubuh yang membelakangi Ryosuke, Yuri mengemasi barang-barangnya yang ada di dalam lemari baju lantas memasukkannya ke dalam tas jinjing besar miliknya. Sudah hampir empat bulan ini Yuri tinggal di apartemen kekasihnya itu.

Isakan semakin menjadi mengingat begitu lama hubungan yang mereka jalin. Yuri bahkan sudah merancang berbagai rencana di masa depan untuk hidup bahagia dengan Ryosuke. Namun hal itu seketika hancur tatkala Takaki Yuya, sahabat Yuri mengiriminya sebuah foto yang menggambarkan Daiki berada dalam kungkungan Ryosuke di atas ranjang.

Daiki adalah mantan kekasih Ryosuke. Mereka mengakhiri jalinan asmara tiga tahun yang lalu karena kesibukan Daiki sebagai seorang public figure. Namun ia kembali saat Ryosuke menjalin hubungan baru dengan Yuri dan sudah berjalan enam bulan lamanya. Tidak bisa Ryosuke pungkiri bahwa dirinya masih memiliki rasa pada Daiki. Untuk itu mereka menjalin hubungan yang sedikit berani yaitu friends with benefit.

Sekian bulan menjalin hubungan bersama Daiki membuat Ryosuke merasa bersalah. Ia mengkhianati kekasihnya yang sudah memberikan cinta yang begitu tulus dan selalu ada di saat Ryosuke membutuhkan.

Satu minggu yang lalu Ryosuke memutuskan untuk menghentikan perilaku bodohnya dan mengakhiri hubungan yang ia rajut dengan Daiki dengan melakukan seks untuk terakhir kalinya sebagai salam perpisahan.

"No, Yuri. Aku sama Daiki udah selesai. Sekarang aku mau jalanin hubungan yang lebih serius sama kamu."

Berusaha memberi penjelasan meski Ryosuke tahu, Yuri adalah orang yang keras kepala. Kepanikan terus saja melanda dirinya yang melihat Yuri menangis terisak. Meski tidak melihat air mata itu jatuh membasahi pipi bulat kekasihnya itu tapi Ryosuke sangat paham, hal ini sangat menyakitkan untuknya.

"No, thanks! Kita pacaran udah satu tahun Ryo, dan kamu baru bener-bener melepas Daiki satu minggu yang lalu, and with sex? Aku begitu bodoh karena udah naruh kepercayaan yang begitu besar sama kamu, Ryo. Aku ga dapat balasan apa-apa selama ini dari hubungan kita. Yang aku dapat cuma penghianatan dari kamu. Terima kasih banyak."

Tarikan resleting pada tas jinjing itu mengakhiri keluh kesah Yuri. Bulir bening yang sudah menganak sungai di kedua pipi ia hapus dengan punggung tangannya. Ia berbalik, menatap kekasihnya dengan raut kecewa teramat dalam. Bibirnya bergetar untuk mengatakan satu kalimat saja.

"Yuri, aku bener-bener minta maaf sama kamu." Ryosuke memohon, bahkan dirinya kini berlutut di hadapan Yuri.

"Gak. Kita putus."

Yuri melewati Ryosuke begitu saja. Berjalan cepat menuruni anak tangga untuk pergi sesegera mungkin dari tempat yang selama ini ia anggap rumah.

"Yuri, tunggu!"

Tidak ingin kehilangan, Ryosuke menahan pergelangan tangan kanan Yuri agar pria manis itu menghentikan langkahnya. Ryosuke masih mengharapkan agar Yuri mau mendengar seluruh penjelasannya.

"Lepas! Kita udah berakhir. Kamu bisa kembali sama Daiki dan jangan pernah deketin aku lagi. Aku bersumpah, bakal jauh-jauh dari kamu. Dan kamu akan menyesal seumur hidup karena udah nyakitin aku."

Tangan itu ia hempas. Terlepas dari genggaman Ryosuke, Yuri berlalu keluar, menuju jalanan aspal dan berlari sekuat tenaga.

"Yuri, tunggu! Aku..."

Brakk

Bugh

"Yuri!"

》☆《

"Maafin aku, Yuri, please, bangun."

Ryosuke sesegukan. Matanya panas karena sedari tadi ia tidak berhenti menangis. Terhitung sudah dua jam lamanya Yuri berada di ruangan serba putih dengan tirai senada. Terbaring di atas kasur serta beberapa selang yang menancap di tubuhnya.

Saat hendak berlari menjauhinya, pria berbadan kecil itu terlempar saat satu mobil dengan kecepatan sedang bergerak ke sisi kiri dari arah berlawanan tanpa kendali yang baik.

Tak mampu melihat yang terkasih terbaring lemah di sana, Ryosuke berjalan sebentar ke arah taman. Menerungi kesalahannya akhir-akhir ini dan sedikit menyegarkan pandangan serta indera penciumannya yang terasa sakit oleh bau obat yang begitu kuat di ruang rawat Yuri tadi.

Helaan napas gusar tak henti-hentinya menemani kesendirian Ryosuke di sebuah taman tak jauh dari ruangan Yuri dirawat. "Maafin aku, Yuri. Please, bangun. Aku bakal lakuin semua apa yang kamu mau. Jangan bikin aku cemas dan terus merasa bersalah. Jangan tinggalin aku, Yuri." Rintihan itu semakin memilukan. Bagi siapa yang mendengar pastinya akan ikut merasakan kesedihan dan penyesalan dari setiap kata yang keluar dari mulut Ryosuke.

Cukup lama Ryosuke berada di luar. Tak tega rasanya meninggalkan sang kekasih sendirian di sana. Entahlah, apa dia masih bisa disebut kekasih? Sedang Yuri sudah dengan jelas mengatakan putus saat mereka berada di apartemen tadi.

Saat sampai di ruangan itu, Ryosuke melihat beberapa dokter keluar dengan wajah gusar dan air muka yang tidak mengenakkan.

"Anda keluarganya? Mari ikut kami ke ruangan."

Salah seorang dokter menarik Ryosuke ke arah yang berbeda.

"Tunggu, apa maksudnya, sensei?" Ryosuke berusaha menahan tubuhnya.

"Ayo ke ruangan." Pintanya dengan nada sendu.

"Enggak, tunggu! Saya mau ketemu pacar saya dulu."

Helaan napas kasar dari dokter mengawali kalimat yang sangat tidak Ryosuke duga sebelumnya, "Pasien bernama Chinen Yuri telah meninggal dunia pukul 19.45."

Pertahanannya runtuh begitu saja. Ryosuke berlari masuk ke dalam ruangan di mana Yuri terlelap dengan kain yang sudah menutupi seluruh tubuhnya.

Meraung, terisak, memukul tembok dan segala hal sebagai bentuk pelampiasan kesedihan Ryosuke lakukan karena kehilangan sosok yang mencintainya setulus hati, juga sosok yang ia cintai dengan segenap jiwa raganya.

》☆《

Aku bersumpah, bakal jauh-jauh dari kamu. Dan kamu akan menyesal seumur hidup karena udah nyakitin aku, Ryo.

Kata-kata yang terus teringat dan terdengar oleh Ryosuke. Menemani dirinya dalam kesendirian dan rasa pilu. Benar saja. Dirinya menyesal. Sepertinya penyesalan ini akan terus menyelimutinya seumur hidup hingga ajal menjemput nyawanya.

Yuri memang menjauh, sejauh-jauhnya hingga tak ada lagi kesempatan bagi Ryosuke untuk saling bertemu tatap secara langsung dengan kesayangannya itu selain batu yang tertanam di sebuah gundukan tanah dengan tulisan 'Chinen Yuri.'

Tamat

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang