Keinginanku dulu, yaitu menikah dengan pria yang aku cintai, lalu punya dua anak. Tapi itu angan-angan ku saja. Nyatanya, diam-diam kedua orangtua ku menjodohkanku dengan anak temannya.
Sudah berbagai usaha aku lakukan agar perjodohan bodoh ini tidak terlaksana, tapi usahaku sia-sia. Hingga akhirnya, tiba saatnya hari pernikahanku. Ya, mereka tidak main-main, langsung pernikahan yang mereka gelar, tidak ada acara lamaran bahkan perkenalan saja aku hanya tahu nama dan pekerjaannya saja.
Acara resepsi yang digelar sungguh mewah, aku cukup terkejut mulai dari WO hingga gaun yang saat ini ku pakai, semuanya persis seperti pernikahan impianku. Padahal aku tidak pernah memberitahu siapapun, kecuali sahabatku. Setidaknya rasa kesalku berkurang.
"Selamat ya bro, akhirnya kawin juga. Gue kira selama ini lo gak demen cewek".
"Gue rasa malah si Azka ini gak demen manusia. Mana pernah kita liat dia ramah ke manusia, mau itu cowok apalagi cewek".
"Iya sih, mukanya datar, gak ada ekspresi apapun. Kaya mayat hidup".
Aku hanya memperhatikan mereka. Aku rasa mereka sahabat mas Azka, terlihat dari cara mereka mengejeknya. Kalau orang lain, baru lihat muka datarnya saja sepertinya sudah kabur.
Dari percakapan mereka, aku jadi sedikit lega. Ternyata sikap mas Azka yang dingin tidak hanya padaku saja. Sepertinya itu memang sifat alaminya.
" Selamat ya cantik, nanti malem kalo takut langsung lari aja. Kita ada disebelah kamar kalian nginep kok. Jangan sungkan kalo butuh pertolongan". Mereka kembali tertawa, sepertinya hobi mereka mengejek mas Azka.
Aku terkejut, tiba-tiba mas Azka memelukku dari samping.
"Kalian membuat para tamu yang lain menunggu. Sebaiknya turun, sebelum aku panggil keamanan untuk mengusir kalian".
"Iya iya. Ini juga mau turun kok"
"Dadah dek Anna cantik, kapan-kapan kita kumpul bareng ya".
Aku lihat wajah mas Azka sedikit merah, seperti menahan amarah. Pelukannya padaku juga semakin erat.
*************
Jika kalian pikir, setelah menikah kami pergi berbulan madu, kalian salah. Satu hari setelah resepsi, mas Azka sudah kembali bekerja.
Sudah satu minggu kami menikah, tapi mas Azka masih belum menyentuhku sama sekali. Ya, aku masih perawan. Setiap malam kita tidur bersama, bahkan satu ranjang bersama. Mas Azka hanya memeluk ku dari belakang, tidak pernah lebih.
"Mas keluar dulu sebentar ya".
"Mau kemana mas?"
"Mas ada urusan. Kalo mas ke malaman pulangnya, kamu makan malam duluan aja jangan nungguin mas".
"Mas gak nginep diluar kan?"
"Engga, kalo urusannya udah selesai mas langsung pulang" mas Azka langsung pergi setelah mencium keningku.
Kebiasaannya sebelum ia pamit pergi.
Aku hanya melihat belakang punggung tegapnya sampai hilang dari pandanganku. Ini pertama kalinya aku ditinggal sendirian dirumah, kecuali setiap pagi ketika mas Azka pergi bekerja.
Setelah kami mengucapkan ikrar janji suci dihadapan pendeta, aku berjanji pada diriku sendiri untuk mulai membuka hati untuk suamiku. Waktu satu minggu mungkin begitu singkat untuk aku jatuh cinta pada mas Azka.
Aku begitu menyayanginya. Kuharap mas Azka juga seperti itu. Karena prinsipku, menikah hanya satu kali dalam seumur hidup.
Jujur, aku merasa kasihan dengan diriku sendiri. Bagaimana kalau mas Azka itu benar-benar tidak menyukai wanita? Atau tidak menyukai wanita sepertiku? Pikiran itu yang setiap hari ada dikepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOOT (Romance)
Short StoryCerita ringan. Yang gak suka konflik berat, disini tempatnya.