"Tinggalkan saja mereka, Dra. Lupakan. Waktu yang tersisa hanya 3 jam lagi. Perjalanan masih jauh. Kita harus cepat mengantarkan pertolongan kepada mereka, atau tidak, mereka yang berjumlah ribuan, akan mati."
Rekannya masih saja berbalik badan. Menatapi hutan yang hangus terbakar api. Banyak anggota tim lainnya yang tertinggal di hutan. Sebagian besar dilahap habis oleh ganasnya api, dan sisanya dicekik oleh sesaknya asap. Hanya dua orang yang berhasil naik ke bukit dengan selamat. Kebakaran hutan ini bukan kebakaran biasa. Api sudah seperti tsunami yang bergelombang mengobarkan pohon-pohon.
Andra pun terpaksa menerimanya. "Baiklah." dia meninggalkan tempat itu. Dia berjalan menjauh dari hutan, namun masih saja dia membalikkan kepalanya beberapa kali.
Mereka melanjutkan perjalanan. Karena waktu yang tersisa hanya 3 jam lagi, mereka berlari sekencang mungkin. Walaupun mereka juga cepat lelah, mereka berjalan sebentar, dan disaat mereka siap, mereka berlari lagi. Begitu terus. Kendaraan mereka telah meledak. Satu-satunya cara untuk bergerak yaitu dengan menggerakkan kaki.
Mereka sampai di rerumputan luas. Gunung-gunung berjejeran di sebelah timur. Mereka sudah menempuh jarak sekitar 21 kilometer dari hutan tadi. Jarak itu pun masih kira-kira setengah dari jarak yang harus mereka tempuh sampai ke tujuan. "Waktu yang tersisa hanya 30 menit lagi," Galih berhenti sejenak, melihat peta, "kita tidak punya apa-apa. Seandainya ada bantuan disini."
Andra menghampiri dari belakang, nafasnya terengah-engah. Dia melihat sekitar, terlihat objek yang mencolok dari ujung pandangannya.
"Eh, lihat," dia menunjuknya. Terlihat truk pikap putih yang melaju di jalan yang tidak jauh dari lokasi mereka. "Mungkin kita bisa tanya orang di dalam pikap itu."
Truk pikap itu pun terlihat usang. Galih memberhentikannya dan mengetuk jendela truk itu. "Tolong, kami butuh bantuan."
Orang itu membukakan jendela. Orang itu terlihat agak tua, berjanggut sedikit tebal.
"Tolonglah," kata Galih, "ini keadaan darurat, kami sudah kehabisan waktu. Kami harus mengantarkan barang ini kepada orang-orang terpencil yang berada di kepulauan, di lautan sebelah Utara. Kendaraan kami telah meledak. Kami hanyalah yang tersisa dari rekan-rekan kami. Tolonglah, ini keadaan darurat." Galih menyertakan gestur memohonnya secara sopan kepada orang itu. Sementara Andra hanya berdiri dibelakang Galih, melihat Galih dengan sedikit ekspresi panik.
Galih sengaja tidak memberitahu apa 'barang' yang diantarkan itu. Bisa dibilang dia memiliki masalah kepercayaan kepada seseorang.
Andra tampaknya berdiri mendengarkan percakapan antara Galih dan orang asing tersebut. Namun dia sedang melamun, berpikir. Sepertinya ada yang mengikuti mereka? Pikirnya begitu. Seperti ada yang berusaha menghambat misi mereka, kebakaran hutan itu salah satunya. Salah satu yang paling hebat.
"Baiklah. Akan kuantarkan kalian kesana. Akan kuusahakan secepat mungkin."
"Aku akan memberi petunjuk jalannya."
Tidak lama, mereka dibantu diantarkan oleh orang itu. Dia tampaknya tidak menanyakan apa barang yang dibawa, maupun tujuan mereka. Langsung dengan senang hati mengantar mereka. Tanpa ada rasa ingin tahu.
Andra duduk di bagian bak mobil pikap. Sementara Galih duduk di samping orang itu. Andra duduk disamping suatu koper kecil, yang menyimpan batu seukuran sekepal tangan, terkunci aman di situ.
Andra menatap jendela kabin. Galih tampak menyesal. Dia pikir dia bukan pemimpin yang baik. Andra juga tidak bisa melupakan kejadian tadi. Sebuah misi yang dia pikir dia akan lalui dengan selamat, tiba-tiba dia harus kehilangan rekan-rekan yang dia kenal selama 6 tahun, dan kakak laki-lakinya sendiri. Benaknya terus memutar ulang rekaman kejadian tadi. Butuh waktu untuk mengikis dukacita, namun dengan keadaan yang memaksa Andra untuk terus berjalan, dengan itulah dia harus menutupinya.