03 - Bar
Lembayung senja terlihat begitu mempesona di ufuk barat membuat Feli enggan beranjak.
Hari ini ia kembali pulang sore, seperti dua hari sebelumnya. Sift kerjanya berganti jadi pagi, membuat Feli punya sedikit waktu untuk sekedar menikmati malam berjalan-jalan di dalam mall.
Dari tempatnya berdiri, terlihat gedung-gedung pencakar langit yang mulai memenuhi hampir seluruh kota Jakarta. Feli menghela nafas pelan. Ada setitik rindu pada orangtuanya, namun coba ia tahan.
Tatapan matanya turun melirik handphone di tangan. Tiba-tiba saja ia teringat Dirga.
"Cuman ini satu-satunya cara biar papi gak ngejodohin gue sama Eric lagi." Gadis itu menggumam pelan, menerawang jauh menata masa depan. Tentu saja dengan segala rencana yang sudah tersusun di kepala.
Beberapa hari terakhir, ia mulai dekat dengan Ellen, tentu saja dengan banyak usaha karena tidak sembarang orang bisa bertemu gadis kecil itu apa lagi sampai masuk ke ruangannya.
Getar handphone membuyarkan Feli dari lamunan. Selain orang salon, tak ada lagi orang yang mengetahui nomornya.
Atau mungkin ada, karena kini Feli bisa melihat nomor si pemanggil yang sudah ia hapal di luar kepala.
Mengabaikan panggilan tersebut, Feli kembali menatap langit yang mulai gelap kehilangan cahaya dari sang surya. Tapi ternyata ketenangan itu tak bertahan lama karena handphone di tangannya lagi-lagi bergetar menunjukan notifikasi panggilan dari nomor yang sama.
Pada akhirnya Feli menyerah. Menggeser ikon panggilan berwarna hijau lalu menempelkan benda persegi itu di telinga. "Hallo?"
["Feli, anak mami how are you, darling?"] Seruan heboh dari ujung panggilan membuat sudut bibir Feli terangkat samar.
"I'm fine, Mom," jawab Feli seadanya.
["Kenapa lama banget sih ngangkat panggilannya, Fe?"]
"Sorry, Mom. Feli lagi sibuk tadi jadi baru bisa angkat sekarang." Sedikit berbohong dengan nada memelas adalah pilihan terbaik untuk menghindari omelan maminya.
["What? Kamu masih kerja? Sayang kamu gak cape?"]
["Biarin aja, Mom. Itu 'kan maunya dia hidup mandiri tanpa bantuan kita. Kalau dia gak kerja dia gak bakal punya uang buat makan."] Suara papinya terdengar membuat Feli menggigit bibir sedih.
"Iya, mami tenang aja. Feli udah terbiasa kok hidup mandiri. Jadi mami gak usah khawatir--- oh iya, jangan hubungi Feli lagi ya, Mi. Feli males harus ngeganti sim card kalau ujung-ujungnya tetep dicariin sama papi."
["Papi gak nyari nomormu, mami tuh yang nyari,"] elak papinya tak terima dengan tuduhan Feli.
["Ish, papi diem dong ini 'kan sesi mami buat ngobrol sama Feli!"]
["Fe, mami sama papi udah sepakat buat gak nerima perjodohan dari kolega papi itu. Kita sepakat buat nolak Eric kalau emang kamu gak mau dijodohkan sama dia, jadi kamu bisa pulang secepatnya ya sayang?"]
"Kenapa Feli harus pulang?"
["Kamu emang gak kangen sama mami?"]
"Feli udah betah di Jakarta. Mami aja sini susulin Feli ke Jakarta."
["Papi bilang juga apa, anakmu itu keras kepala, Mom."]
Feli berdecak pelan. "Kayanya Feli gak perlu bilang deh dari siapa nurunnya sifat keras kepala ini, Pi."
Bisa Feli dengar gerutuan tak jelas papinya di ujung panggilan sana. "Mom, sorry ya, tapi Feli harus balik kerja. Mami sama papi baik-baik ya di sana. Feli tutup panggilannya. Bye, Mom, love you."
KAMU SEDANG MEMBACA
WGM 3 - (Bukan) Pura-pura Menikah
Teen FictionSelamat datang di We Got Married series! WGM berisi tentang tiga lelaki dewasa yang enggan menjalin hubungan serius. Komitmen tentang berumah tangga adalah omong kosong belaka. Tak ada satupun dari mereka yang tertarik dengan itu. Tapi bagaimana ji...