"Mau dicari seberapa lama pun, hasilnya nihil." Mereka semua mengangguk, setuju dengan ucapan gadis berambut hitam.
Sudah terhitung dua jam sejak mereka memulai pencarian diruangan ini, ruangan tempat terjadinya tragedi pembunuhan berencana.
Mortal Enemy benar-benar tidak meninggalkan jejak sedikitpun, hanya lambang dan jumlah anggotanya saja.
"Algaretta, buatlah api yang besar. Sebesar kau dapat membuatnya."
"Kau ingin membakar ruangan ini, ya?"
Delletha hanya bungkam, matanya masih menyapu sekitar. Sedangkan Algaretta bimbang, yang dikatakan William benar, jika dia melakukan hal itu, yang ada dia malah membakar seluruh ruangan ini.
"Disana, arahkan apimu disana." Delletha menunjuk kearah pojok ruangan, tepat disamping sebuah rak buku.
Algaretta mengangguk, dia mulai membuat sebuah api. Api yang cukup besar, kemudian dia mendekat ke arah dimana Delletha menunjuknya. "Ada sebuah tulisan!" Mata Algaretta berbinar, senyuman lebar terbentuk diwajahnya.
"Bacalah."
Algaretta mengangguk, sesaat kemudian keningnya mengerut dalam. "Aku tidak mengerti tulisan ini ..." lirihnya, matanya berubah menjadi sendu. Padahal dia sudah senang karena mendapatkan petunjuk, tapi sirna begitu saja, karena tulisannya bukan tulisan yang dia pahami. Tulisan itu bukan berasal dari negara ini, melainkan dari negara yang tidak dia tahu negara mana itu.
Delletha mengamati lamat-lamat tulisannya, jujur saja, dia juga tidak mengerti apa maksud dari tulisannya. Jika Berlian berada disini, dia pasti akan bertanya kepada gadis bermarga Junavara itu.
"Biarkan aku melihatnya." Delletha mengangguk, kemudian bergeser untuk memberi Jevano ruang.
"Pergi ke kaki pegunungan corel pada pukul sebelas siang."
Delletha terdiam, pegunungan corel ya ... kalau begitu mereka masih memiliki waktu satu jam. Karena sekarang sudah pukul sepuluh, dan perjalanan menuju pegunungan corel jika ditempuh menggunakan kereta kuda akan memakan waktu sekitar satu jam. Tapi mereka menggunakan kekuatan, yaitu jalur langit. Jadi hanya akan memakan waktu sekitar setengah jam, "kalau begitu, kita pergi sekarang," putusnya.
Algaretta mengangguk, saat dia ingin mematikan apinya, seruan William membuatnya mengurungkan niatnya.
"Kau bodoh, ya?"
Jevano menggertakkan giginya, "ha? Apa maksudmu?"
William tersenyum sinis, "bukankah sudah jelas? Ini adalah sebuah tulisan yang dibuat dengan Mana. Jika kau mengucapkannya dengan benar, tulisan ini akan menghilang. Tapi apa? Tulisannya bahkan masih sangat jelas."
Jevano termenung, benar juga ucapan William. Oleh karena itu Delletha menyuruh Algaretta membuat api untuk penerangan, dan bukan menggunakan lilin yang sudah tersedia di atas meja. Karena tulisan yang terbuat oleh Mana, hanya bisa dibaca dengan menggunakan Mana.
Jevano mendengus, bagaimana bisa dia melupakan hal itu?
"Pergi ke kaki pegunungan corel pada pukul dua belas siang."
Jevano merotasikan bola matanya, saat William menatapnya dengan senyuman congkak yang terlukis di wajahnya. Laki-laki itu benar-benar kekanak-kanakan.
"Baiklah, kita masih memiliki waktu dua jam. Karena disini sudah tidak ada petunjuk yang tersisa, kita bisa kembali."
"Kalian bisa menggunakan waktu kalian, tapi kembali ke penginapan saat pukul sebelas. Jika tidak, aku yang akan menyeretmu."
"Apa? Kenapa kau menatapku?" William mendecih, padahal yang berada di dalam ruangan ini bukan hanya dia seorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Enemy
RomanceDelletha Austin, seorang gadis yang masih terbelenggu dengan dendam masa lalunya. Dendam yang selama ini bersarang di hatinya, membuatnya menghabiskan waktunya bertahun-tahun hanya untuk mencari sebuah organisasi elit yang selama ini menjadi momok b...