"Jika harus jujur ..., boleh kah aku merasa cemburu?"
~Nirmala~***
"Kamu udah minum obat malamnya?" tanya Nirmala yang baru saja datang bersama Lalis.
"Udah, Mbak," jawab Sabda yang tengah duduk bersandar di kepala ranjang.
Setelah menuntun Nirmala duduk di tepi ranjang, Lalis pun pergi ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Maaf ya, aku gak bisa ngerawat kamu," desah Nirmala dengan raut wajah sayu.
"Sakitku gak seberapa kok. Mbak jangan terlalu khawatir."
Suara bel membuat perhatian keduanya teralihkan.
"Aku ke depan dulu," ucap Nirmala hendak beranjak dari duduknya.
"Gak usah! Lalis 'kan masih ada di dapur."
Nirmala pun mengangguk dan kembali diam. Tidak berselang lama terdengar suara langkah berhenti di ambang pintu kamar Sabda yang terbuka.
"Bu Ine?" ucap Sabda merasa heran.
Wanita itu tampak menyunggingkan senyum termanisnya, lain halnya dengan Nirmala yang justru menautkan kedua alisnya. Ine? Siapa?
"Katanya kamu lagi sakit, ya?" tanya wanita itu kemudian berjalan masuk tanpa permisi.
"Saya cuma masuk angin aja, Bu. Ibu gak usah repot-repot bawa parcel buat saya," gumam Sabda merasa tak enak hati ketika atasannya tersebut menyimpan parcel buah di nakas.
"Saya 'kan memang sengaja beli, buat jenguk kamu." Wajah Ine masih setia dihiasi senyuman. Namun, senyumnya perlahan pudar ketika menyadari kehadiran Nirmala.
"Mbak ini siapa? Perawatnya Sabda?" tanya Ine.
"Saya ...." Ucapan Nirmala terhenti. Dia merasa bingung harus mengatakan apa. Tidak mungkin rasanya jika dia harus mengatakan istrinya Sabda. Wanita itu pasti tidak akan percaya. Lagi pun, Sabda pasti tidak mau terima.
"Saya saudaranya, kebetulan lagi mampir sebentar," bohong Nirmala sambil mengulas senyuman tipis. Jauh di dalam hatinya, dia merasa sesak. Apalagi mendengar wanita itu memberikan perhatian terhadap suaminya.
Ine hanya ber-oh kecil seraya memerhatikan wajah Nirmala. Tatapan wanita itu jelas saja terlihat kosong, dan Ine bisa menyimpulkan jika wanita di hadapannya itu tidak bisa melihat.
"Kalau begitu saya permisi ke toilet dulu," pamit Nirmala.
"Apa perlu saya antar?" tawar Ine.
Nirmala menyunggingkan senyuman kecil. "Gak apa-apa, saya bisa sendiri."
"Kalau begitu hati-hati," pesan Ine ketika Nirmala mulai beranjak dari duduknya.
Dengan berat hati dia meninggalkan suaminya berdua dengan wanita lain di dalam kamar. Walaupun keduanya tidak akan melakukan apa-apa.
"Mbak Nirma mau ke mana?" tanya Lalis ketika mereka berpapasan di depan kamar Sabda.
"Aku mau ke toilet sebentar. Kamu udah bikinin minum buat tamunya Sabda?"
"Udah, ini mau Lalis antar."
"Ya udah cepetan antar, gih!"
"Iya Mbak."
Lalis masuk ke kamar Sabda, sedangkan Nirmala benar-benar pergi ke toilet. Kantung kemihnya terasa sudah penuh sedari tadi.
Di sisi lain, Sabda terlihat kurang nyaman berdua bersama atasannya. Dia juga memikirkan ke mana perginya Nirmala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabda Untuk Nirmala (OnGoing)
RomanceNirmala Arista harus menerima takdir terburuk dalam hidupnya. Jelang satu bulan pernikahan, dia mengalami kecelakaan dan membuat syaraf matanya tidak lagi bisa berfungsi. Satu minggu menjelang hari H, calon suaminya--Banyu--justru tiba-tiba saja men...