Vote ya, thank u.
Warning: Harsh words.
___
Buku dan kertas yang berserakan di karpet dan meja membuat otaknya semakin kacau. Baru membaca sedikit materi untuk UAS besok, tetapi Shena sudah ingin memungkasinya. Besok adalah hari terakhir dan masih ada sedikit perjuangan untuk tidak lengah karena setelah UAS selesai, libur panjang segera tiba.
Berbeda halnya dengan Edgar yang kelewat santai di sofa. Diam dan terlihat tenang dengan buku dan laptop di pangkuannya. Sesekali memerhatikan Shena yang mengacak rambutnya kesal.
"Bisa gak, gak natap gue kayak gitu?" ketusnya melirik Edgar yang justru menopang wajahnya dengan salah satu tangan, mengamatinya sambil tersenyum.
"Kenapa emang?"
Lo bikin jantung gue jatoh ke lutut, tau gak!
Tidak tahu lagi bagaimana Shena harus bersikap biasa saja. Karena sebenarnya ia tidak bisa menyembunyikan salah tingkahnya. "Lo masih suka deg-degan gue gituin?"
Shena memicing tak terima, "Gak, ya! Gue gak suka aja."
"Oh."
Memberengut kesal, Shena mencoba kembali memfokuskan dirinya dengan buku dan laptopnya. Membaca kembali materi dan menghentikan degresi yang telah Edgar lakukan.
Hening menyelami keduanya. Tidak ada percakapan, selain suara halus yang Shena ucapkan lirih untuk setidaknya menghafalkan beberapa yang perlu masuk ke otaknya. Berbanding terbalik dengan Edgar yang tidak mengalihkan atensinya dari Shena.
"Stop looking at me!"
Interupsi Shena tidak membuatnya menghentikan tatapannya. Detik yang sama saat Edgar menemukan wajah Shena bersemu merah karena dirinya. Dan Edgar menyukai itu.
"Lo mau nama belakang lo ada Dargadana-nya?"
Shena menatapnya aneh lalu tertawa keras, "Are you joking?"
Tawa keras itu mendadak terhenti saat Edgar secara tiba-tiba memajukan tubuhnya. Mengesampingkan buku dan laptopnya untuk mendekat ke arah Shena. Tatapan sepasang iris mata cokelat gelap itu terlihat berbeda. Seolah meminta jawaban Shena sekarang juga.
"Gue gak bercanda."
Shena terkesiap. Mengerjap berkali-kali kemudian mencoba berpikir jernih. Ia mendorong tubuh Edgar guna meminimalisir degupan jantungnya semakin menjadi. "I prefer you was joking."
"Mau?"
"Gue mau belajar. Bisa jangan ganggu?"
Sial. Laki-laki itu malah tersenyum.
Please, bisa gak diem aja gitu gak usah pake senyum-senyum. Edgar tidak pernah tahu bagaimana batinnya meronta. Dan laki-laki itu masih saja mengujinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STALEMATE
Romance⚠️Harsh words, physical and psychological violence, verbal abuse, and some parts have adult scenes. Only recommended for readers 17 years and up⚠️ Apakah sebuah pengkhianatan masih bisa dimaafkan? Pertanyaan yang selalu menjadi bumerang ketika Edgar...