Bayangan Masa Lalu

13 0 0
                                    

"Birru Dirgantara?" ucap bibir tipis Bulan lirih.

Netra Bulan menangkap sosok tampan dengan seragam yang tak lagi rapi. Dia menatap balik Bulan seolah tahu bahwa dirinya sedang memperhatikan sosok tampan itu dengan jantung yang berdebar-debar. Dengan cepat, Bulan menundukkan wajahnya dan berusaha menyembunyikan wajahnya yang jelek itu.

"Namamu Bulan Cantika, bukan?" Suara lelaki itu terdengar begitu dekat dengan keberadaan Bulan. Namun, gadis itu enggan mengangkat wajahnya hanya untuk memastikan keberadaan Dirga saat ini.

"Namamu Bulan Cantika, Bukan?" ulang Dirga sambil terus menatap gadis yang tertunduk tepat di depannya.

Bulan meremas ujung seragamnya ketika mendengar lelaki itu menyebut namanya dengan benar.

"Bagaimana dia mengetahui nama lengkapnya dengan benar? Apakah dia tidak salah dengar?" batin Bulan keheranan.

Tentu saja, dia tak menyangka seorang Birru Dirgantara mengetahui namanya. Gadis jelek bertubuh gempal dan berjerawat di seluruh wajahnya.

Sayup-sayup sebuah suara mengganggunya. Sebuah panggilan dari suara laki-laki yang tentu saja bukan Dirga.

"Nona. Nona Bulan," Panggil Pak Diman dari belakang kemudi yang membuat Bulan tersadar dari ingatannya tentang laki-laki bernama Birru Dirgantara itu. Bayangan dari 9 tahun lalu itu lenyap seketika dan tergantikan sesosok laki-laki paruh baya yang masih mengemudi.

"I-iya, Pak," jawab Bulan dengan gugup. Suaranya terdengar serak ketika menjawab panggilan lelaki yang duduk di depannya tersebut.

"Apakah anda baik-baik saja, Nona Bulan?" Lelaki itu melihat Bulan dari kaca spion yang ada di depannya, menatap khawatir gadis cantik tersebut.

"Saya baik-baik saya, Pak. Mungkin karena perbedaan waktu antara Indonesia dan Perancis alias jetlag yang membuatku sedikit linglung," jawab Bulan dengan senyuman tipis di kedua sudut bibirnya.

Bulan kembali menatap keluar jendela mobil dan memperhatikan jalanan. "Sepertinya kita sebentar lagi akan tiba," ucapnya lirih.

"Betul sekali, Nona. Anda bisa beristirahat hari ini dan besok saya yang akan menjemput anda ke kantor baru anda, Nona Bulan." Lelaki itu membelokkan mobilnya ke sebuah perumahan yang terlihat tertata rapi.

Bulan hanya mengangguk sebagai tanda setuju dengan perkataan Pak Diman lalu Netranya yang berwarna kecoklatan kembali mengamati pemandangan yang tersaji di balik jendela mobilnya.

Mobil itu menembus jalanan dengan pemandangan rumah yang cukup besar di kanan kiri. Mobil itu semakin melambat dan akhirnya berhenti tepat di depan sebuah rumah dengan pintu gerbang yang terlihat tinggi dan kokoh.

Dengan cekatan Pak Diman keluar lalu membuka pintu untuk gadis yang kini menjadi majikannya itu.

Bulan keluar dari mobil mewah tersebut dan menatap rumah yang telah lama dia tinggalkan itu. Rumah yang dia tinggali dengan kakeknya sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pindah dan menetap di negara yang terkenal dengan fashion dan keromantisannya itu.

"Nona Bulan," panggil Pak Diman lirih sambil menatap majikannya yang terdiam menatap rumah besar yang ada di hadapan mereka setelah meletakkan barang bawaan Bulan di samping gadis tersebut.

Bulan mengalihkan pandangannya ke arah Pak Diman lalu berkata, "Anda bisa pergi sekarang dan aku tunggu besok pagi, Pak. Terima kasih."

Tangan lentik bulan mengambil koper yang sudah berada di sampingnya lalu gadis itu melangkah meninggalkan Pak Diman. Pintu gerbang itu terbuka dan seorang perempuan paruh baya dengan mengenakan daster berlari kecil lalu mengambil koper yang ada di tangan Bulan.

Sweet RevengeWhere stories live. Discover now