sepuluh

107 20 2
                                    

1102 words

"Karena aku mencintainya."

Kalimat itu terus terngiang-ngiang dalam kepala Dokter Yoon yang kini tengah mempersiapkan diri untuk melakukan sebuah operasi. Berkali-kali ia berusaha mengalihkan tugas ini pada dokter lainnya, tapi ia tersadar bahwa ia mungkin akan di cap sebagai seorang yang tidak kompeten dan tidak bertanggung jawab atas pasiennya sendiri. Maka, ketika seharusnya ia berada di rumah dan menikmati sisa cutinya dengan menangisi kekasihnya, ia sekarang berada di depan pintu ruang operasi dengan kabut yang menutupi akalnya.

Berharap dinginnya ruangan itu akan membekukan sedikitnya hal yang terus mengganggu pikirannya. Tidak, tidak ada waktu untuk sekedar memikirkan hal bodoh seperti rasa sakit hati  ketika ia dituntut untuk menjadi yang paling baik-baik saja di ruangan ini.

"Dokter," sapa basa basi seorang ahli anastesi yang nampaknya akan membantunya hari ini. 

Jaehyuk hampir memuntahkan isi perutnya ketika tetiba saja dorongan itu muncul dan mengganggu konsentrasinya. Jika saja bukan karena seorang dokter senior yang masuk dan menyenggol pundaknya kasar. Seolah berkata, minggir kau anak sialan

"Kita mulai saja."

Dan begitulah, proses yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari Yoon Jaehyuk diambil alih oleh seorang dokter senior dari departemennya. Yang memang dari hari pertama Jaehyuk bekerja, lelaki tua itu tak pernah terlihat menyukainya. Sedikitnya Jaehyuk bersyukur karena ia tak harus menangani seorang pasien gawat dengan pikiran berkabut dan juga rasa mual yang terus menerus muncul.

***

Asahi mendorong pintu besi studionya. Sebuah bangunan berbentuk persegi sempurna. Sempit dan lembab. Dengan bau cat dan juga tiner yang menyengat. Satu-satunya ventilasi dari rumah ini adalah sebuah jendela yang dipasang asal-asalan, itupun sudah tidak bisa terbuka dengan baik. Hingga akhirnya, Asahi menghancurkan kaca jendela itu dan menutupnya dengan kain jika tidak ingin mati membeku.

Senyumannya merekah ketika melihat seorang lain yang duduk di dalam studio bercahaya temaram itu. Menggunakan apron yang seharusnya berwarna hijau tua, namun kini berubah menjadi beragam warna karena tumpahan atau ceceran cat yang mengotorinya. Nampak terlalu fokus hingga tak menyadari kehadiran Asahi—sang pelukis asli dari lukisan yang tengah ia rampungkan.

Pria Hamada itu melipat tangannya di depan dada. Memperhatikan goresan, sapuan, dan guratan yang ditorehkan pria dengan rambut yang menutupi telinganya itu. Membiarkan sang pria yang ia cintai setengah mati merusak hasil karyanya. Karena pada dasarnya, Asahi belajar untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk lukisan dari pria ini. Ia tak pernah keberatan.

Tidak seperti ketika Jaehyuk tanpa sengaja menyenggol tumpukan kertas penuh sketsa ilustrasinya. Ia akan mudah marah dan bersikap kasar hanya karena pria itu menyenggol kertas itu. Ia lebih protektif pada hasil karyanya jika berada di dekat Yoon Jaehyuk. Berpikir jika Jaehyuk tidak pernah berhak untuk mengganggu pekerjaannya, sekecil atau sesepele apapun.

Tidak, hapus Jaehyuk dalam pikiranmu.

"Kupikir kita harus membeli cat warna putih tambahan," gumam pria bernama Yoshinori itu tanpa mengalihkan fokusnya dari lukisan yang sudah hampir rampung. Satu usapan lagi dan lukisan itu sudah benar-benar rampung. 

Nampaknya pria dengan rambut panjang itu sadar bahwa Asahi sudah pulang. Kembali ke tempat asalnya. Berada disisinya. Tidak bersanding dengan pria lain. Meskipun tak bisa Yoshi pungkiri jika ia senang bukan main melihat kekasihnya itu masih hidup dan sehat.

Ia kembali setelah satu tahun lebih menghilang. Ketika ia berbicara pada Asahi bahwa dirinya akan bekerja di luar kota, itu artinya ia akan ikut bekerja sebagai buruh kasar di sebuah konstruksi bangunan. Membuat tangannya yang dulu begitu kurus dan tak terurus berubah menjadi lebih berisi, dengan otot. Meskipun kelembutan telapak tangannya hilang, Yoshi pikir tak akan masalah. 

are you listening? || jaesahi || TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang