11. Pekerjaan Pelayan

1.3K 193 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, dan peristiwa adalah hasil ketidaksengajaan.

*
*
*

Hari ini aku berada di dapur istana karena sedang tidak ada pekerjaan. Menjadi pelayan Dayang Sumbi ternyata cukup gabut ya? Maksudku, putri itu lebih banyak mengurung diri di tempat menenunnya.

Sebagai pelayannya, aku hanya memandikannya, membantunya berias, atau membereskan kamar tidurnya saja. Terkadang jika Dayang Sumbi bosan, aku disuruh untuk mengikutinya berjalan-jalan di area keraton.

"Kira-kira nanti siapa ya yang akan meneruskan tahta Gusti Prabu? Secara, beliau kan tidak punya putra."

"Entahlah, Mungkin Nyai Putri Dayang Sumbi!"

"Eh, dulu bukannya Nyai Putri punya seorang putra ya? Kemana dia sekarang?"

"Aku dengar dia hilang dan sampai sekarang belum ditemukan. Mungkin saja kan, Adipati Arya yang akan menjadi penerus tahta?"

Aku mendengar para pelayan dapur tengah bergosip mengenai penerus tahta kerajaan. Ya jika dipikir-pikir, siapa yang akan meneruskan tahta setelah raja wafat? Secara di negeri ini, wanita tidak bisa menjadi raja. Di sisi lain, satu-satunya keturunan raja malah tidak tahu identitas aslinya.

Ngomong-ngomong, Adipati Arya Kusuma itu keponakan Raja. Dia adalah putra dari adik Prabu Sungging Purbangkara. Yang artinya, dia adalah pria selain Sangkuriang yang punya darah keturunan raja. Karena itu, ia digadang-gadang akan menjadi raja berikutnya.

"Kemala, Sinta, bisa tolong antar ini kepada para ksatria?" ucap pengurus dapur.

"Bisa, Nyi. Serahkan saja kepada kami!" ucapku sambil menerima nampan berisi makanan untuk para ksatria.

"Baiklah, hatur nuhun!"

Aku dan Sinta pun pergi ke tempat pelatihan. Sesampainya kami di sana, semua mata prajurit tertuju kepada kami. Aku bisa mendengar mereka berbisik...

"Siapa pelayan yang bersama Sinta itu?"

"Kamu tidak tahu? Itu Kemala. Pelayan baru Nyai Putri Dayang Sumbi."

"Oh, pelayan baru itu! Meni geulis pisan!"

"Betapa beruntungnya kita, dua pelayan tercantik di keraton datang mengantarkan makanan untuk kita."

Sudah biasa. Dari pertama aku bekerja sebagai pelayan, rumor tentangku menyebar begitu cepat di seluruh Keraton. Katanya, ada pelayan cantik berkulit putih berseri layaknya bunga melati.

Menurutku sih itu agak berlebihan. Di duniaku, wajahku itu tergolong rata-rata. Banyak gadis yang lebih cantik dariku. Bahkan sebenarnya kulitku bukan putih, tapi kuning langsat. Mungkin, di sini gadis berkulit putih itu agak langka.

Aku dan Sinta membagikan makanan kepada para ksatria. Mereka duduk bersila dan terbagi menjadi dua barisan.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki dari arah pintu. Tuan Panglima baru saja datang bersama Sangkuriang. Sangkuriang duduk di ujung salah satu barisan, sedangkan Panglima duduk di depan, tepat tengah-tengah.

"Anda dari mana saja, Panglima?" tanya salah seorang prajurit.

"Berlatih."

"Bersama anak baru itu?" Panglima mengangguk. "Rajin sekali!"

Aku menyimpan nampan makan siang untuk Panglima. Dia mengucapkan terima kasih dan aku hanya tersenyum menjawabnya.

Saat hendak beranjak, beliau bertanya, "Bagaimana lukamu?"

Kemala di tanah Parahyangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang