17. DON'T APPROACH HER

774 112 25
                                    

"Gue bilang mau singgah ke kafe!" gertak Sena ketika Jeno menurunkannya tepat di pagar rumah mereka.

Ini sudah jam pulang sekolah dan Jeno, seperti biasa mengantarnya pulang. Namun, saat di perjalanan, Sena mengatakan ingin mampir terlebih dahulu ke kafe yang sangat ia suka. Tapi, Jeno terus mengatakan bahwa Sena bisa pergi ke kafe itu setelah ia mengantar Karina pulang.

Jeno tampak memejamkan mata dan menghela napas frustasi. "Iya iya. Tapi gue anter Karina pulang dulu. Kasian dia kalo lama nunggu—"

Sena melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap Jeno tajam dengan mata bulatnya. "Jadi, kalo gue yang nunggu lama, gapapa?"

Sekali lagi, Jeno menghela napas. "Enggak gitu. Kan lo udah gue anter—"

"Waktu itu kan lo anter Karina pulang dulu! Gue nunggu di sekolah! Lama lagi—"

"Sen—"

"Gak! Gue mau ke kafe! Lu Karina Karina mulu! Pacar lo beban!"

Sekali lagi, Jeno memejamkan matanya. Berusaha menahan emosinya yang semakin terkikis. "Sen. Gue udah janji mau nganterin dia pulang. Ya? Beneran, gue cuman nganterin Karina pulang aja kok, enggak mampir kemana-mana. Habis antar Karina, kita ke kafe. Atau mau gue pesenin sekalian. Matcha, kan?"

Sena memicingkan matanya saat mendengar kata matcha. "Lo nyogok gue?"

Mendengar ucapan Sena, Jeno malah tersenyum begitu lebar sampai kedua matanya yang kecil hilang dan membentuk sebuah senyuman juga. Eye smile. "Hehe."

Melihat Jeno yang tersenyum seperti ini membuat Sena mengalahkan ego nya. Gadis itu merotasikan bola matanya malas, kemudian mengisyaratkan Jeno untuk pergi melalui tangannya.

Jeno kembali tersenyum semakin lebar. "Hehe. Gapapa, ya? Matcha nya yang biasa, kan? Ada tambahannya lagi, cantik?"

Sena yang sudah berbalik dan berniat melangkah pun tak jadi ketika mendengar suara imut yang dibuat oleh kembarannya. Sena kemudian membalikkan badannya menatap Jeno dengan mata yang memicing.

"Bittersweet biscoff."

Setelah mengatakan itu, Sena langsung berbalik dan melangkahkan kakinya masuk menuju rumahnya yang mewah. Sedangkan Jeno, pemuda itu tertawa pelan melihat Sena yang tidak bisa marah saat ia mengeluarkan jurusnya.

Sena sangat menyukai Matcha. Jadi, siapapun bisa menyogok kemarahan gadis itu dengan minuman rasa rumput itu.

Setelah memastikan Sena masuk ke dalam rumah, Jeno langsung melajukan motornya sekencang mungkin menuju sekolah. Ia akan menjemput Karina dan mengantar kekasihnya itu pulang.

"Maaf ya lama. Tadi agak macet," kata Jeno sedikit panik dan tidak enak ketika baru saja tiba di sekolah dan mendapati Karina tengah berdiri di gerbang sekolah seorang diri.

Para siswa yang ada di sana berkumpul bersama circle-circle mereka yang lain terkecuali Karina. Gadis itu paling mencolok karena berdiri seorang diri tanpa ditemani oleh yang namanya 'teman'.

Jeno langsung menyerahkan helm Sena yang berwarna pink itu. Itu sudah bukan helm Sena sebenarnya, karena beberapa hari yang lalu gadis itu membeli helm baru berwarna hitam. Jeno bilang untuk memberikan helm pink ini kepada Karina, tapi gadis itu tidak mau. Sena akan memukulnya jika Jeno memberikannya kepada Karina.

Kenapa tidak menggunakan mobil saja ke sekolah? Pertama, Sena akan marah-marah jika ia berada satu mobil dengan Karina. Sudah pasti Sena akan memukul Karina dalam perjalanan tanpa alasan yang jelas. Kedua, perjalanan akan memakan waktu lebih lama lagi karena jalanan yang super duper macet. Kalau naik motor lumayan, karena motor adalah kendaraan yang kecil, tidak sebesar mobil jadi bisa menyalip.

Walaupun begitu, gadis itu tetap meminjamkannya kepada Karina. Entahlah, Sena memang sulit ditebak.

Karina hanya tersenyum kecut, meraih helm pink itu dan memakainya, membuat Jeno semakin merasa tidak enak. Setelah memakai helm pink Sena, Karina langsung naik ke motor Sena.

"Kamu marah?" tanya Jeno, melirik wajah Karina yang tampak muram dari kaca spion. Apakah karena ia menjemputnya terlalu lama?

"Enggak, kok."

"Beneran?" tanya Jeno lagi memastikan. "Beneran kamu gak marah gara-gara aku jemputnya kelamaan? Tadi macet. Maaf, ya."

Karina langsung melirik ke arah spion, membuat matanya beradu tatap dengan Jeno yang juga menatapnya dari kaca spion. "Enggak kok, Jen. Aku gak marah. Kenapa mau marah? Kan udah biasa."

Sudah biasa jika dirinya dijemput lama oleh Jeno. Entah karena alasan macet atau karena Sena yang terus merengek minta mampir kemana pun itu.

Mendengar kata itu terlontar, Jeno mengalihkan pandangannya dari kaca spion, menatap jalanan yang ramai di panas nya siang hari ini. Jeno memejamkan matanya sejenak dan menarik napasnya.

"Kamu kan tau sendiri, rumah aku jauh dari sekolah. Aku juga harus nganterin Sena pulang dulu terus balik lagi ke sekolah buat jemput kamu—"

"Iya Jen, iya," potong Karina. Terdengar nada pasrah dan lelah sekaligus dalam intonasi suaranya.

"Kamu marah lagi sama Sena?" Wajah Jeno yang lembut sedikit berubah. Sebelah alisnya naik. "Dia kembaran aku, Kar."

"Iya aku tau. Aku cuma pacar kamu—"

"Jangan gini terus, dong. Aku juga capek kalo lama-lama kamu marah cuma gara-gara ini terus."

Mereka selalu bertengkar. Tidak tidak. Karina bukannya marah. Ia hanya sedikit cemburu melihat Jeno yang terus memprioritaskan Sena. Jeno yang selalu membela Sena sekalipun kembarannya yang salah. Ia—hanya cemburu. Jika Karina cemburu, Jeno bukannya membujuknya, malah akan marah kembali karena tau bahwa Karina marah pada Sena. Padahal sebenarnya ia tidak marah. Namun, ujung-ujungnya Jeno akan meminta maaf walaupun tidak ikhlas.

"Kamu bilang ke aku buat jangan pernah mendam apapun itu. Kalo kamu punya salah, aku harus bilang biar kamu sadar—"

"Tapi, apa itu kesalahan? Itu kesalahan, aku tanya?"

Karina terdiam. Jika dalam hubungan mereka dan dalam otak Karina, itu adalah hal yang salah. Itu adalah kesalahan. Apa hanya ia yang terlalu cemburu? Apa ia yang berlebihan?

"Kemarin juga kan aku udah nganterin kamu dulua. Aku tinggalin Sena sendirian di sekolah–"

"Iya Jen. Aku tau. Udah. Gak usah dibahas."

"Kamu gak usah dibahas, gak usah dibahas, tapi nanti kamu gini lagi. Kamu juga kenapa, sih? Selalu deketin Sena, padahal kamu tau sendiri dia gak suka dideketin."

Nah. Topik yang seharusnya tidak ada, menjadi ada.

Karina memejamkan mata. "Ini bukan masalah yang kita bahas—"

"Aku cuman pengen tau alasan kamu terus deketin Sena? Apa kamu emang sengaja cari masalah?" tanya Jeno tanpa filter yang secara tidak langsung ia sedang menuduh kekasihnya itu. "Kamu tau sendiri dia gak suka sama kamu."

"Jen—"

"Mulai sekarang, kamu jangan deketin Sena lagi."















Kalian kalo jadi Karina cemburu, gak?

Brother Sissy | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang