4. Tamu Dari Pekanbaru

12 1 1
                                    


Meja makan berbentuk segi empat berpelitur mengkilat dengan ukiran Jepara pada permukaannya, dipenuhi berbagai menu makan malam yang terlihat menggiurkan. Bebek bakar, steak, tenggiri asam pedas, dendeng ragi, salad sayur, hingga makanan penutup berupa puding kurma dan puding leci. Ditata sedemikian apik dalam piring-piring dan mangkuk porselen.


Di kursi paling ujung, duduk Ayah mertuaku. Sedang aku, Deva, dan Ibu mertuaku di sisi kanan. Di sebrang kami, duduk satu keluarga yang terdiri dari empat orang. Laki-laki sepantaran ayah mertuaku, dengan wajah bulat, kepala setengah botak, dan sepasang mata menyorot ramah.


Di sebelahnya, seorang wanita yang pasti adalah istrinya. Cantik dan modis, dengan gaun merah tanpa lengan, dan wajah oriental yang tajam dan lancip. Wanita ini semodel dengan Ibu mertuaku. Kalian pasti mudah membayangkannya. Tapi ketika ia tersenyum, tersapu habis kesan judes di wajahnya.


Dua orang sisanya adalah laki-laki sepantaran Deva, sekitar 27-30 tahunan. Yang satu lagi sepertinya masih usia remaja. 

Mereka kompak memakai blazer kasual dengan dalaman kaus putih polos.


"Selamat atas pernikahan kalian, maaf kami tidak bisa hadir kemarin. Ada schedule yang benar-benar tidak bisa ditinggalkan dan sudah diagendakan sedari lama," Laki-laki sepantaran ayah mertuaku itu berkata, sesaat setelah kami ikut duduk.


Aku tersenyum dan mengangguk kecil. 


"Gak apa-apa, Om. Memang agak mendadak," sahut Deva.


"Maklum, Pras. Anak muda. Emosinya labil. Sekalinya mau, harus langsung." Ayah mertuaku berseloroh. Mereka tertawa sopan, kecuali tentunya ibu mertuaku yang hanya tersenyum sekedarnya. 


Acara menikmati makan malam pun dimulai. Dengan hati-hati, aku mengambil makanan yang paling mudah untuk kuiris, dendeng ragi sapi dengan parutan kelapa yang melimpah.


"Jadi, ini Hani, menantu kami," Ayah Deva memperkenalkanku pada mereka. "Hani, ini Om Pras, Tante Marlina, Tio dan adiknya, Andra. Om Pras ini sepupu Ayah, sekaligus rekanan perusahaan kita."


O ... jadi mereka sepupuan?


"Nak Hani ini bekerja di mana, kalau boleh tahu?" tanya Tante Marlina sambil meraih gelas minumnya.


Diliputi ragu, aku melirik Deva yang duduk di sebelahku. 


"Ehm, saya bekerja di perusahaan ekspedisi, Tante," jawabku hati-hati.


"Oya? Sebagai?"


"Emh .... karyawan, Tante." Aku melirik Ibu mertuaku yang sibuk mengiris steak dan pura-pura tidak mendengar percakapan kami. Padahal kutahu, telinganya terpasang baik-baik.

(Bukan) Pernikahan CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang