Bab 1

230 15 2
                                    

Usianya baru 10 tahun saat itu, ketika El pertama kali bertemu dengan Hyuna Isvara.

Dengan berani seorang gadis muda berseragam sekolah menengah atas menghentikan laju mobil yang membawa El. Alasannya, sang supir tidak sengaja menyenggol motor matic kesayangan si gadis  dan dia menuntut ganti rugi. Awalnya El tidak ambil  peduli, itu urusan serta tanggung jawab supirnya karena berkendara kurang hati-hati. Namun tiba-tiba saja pintu penumpang dibuka dan gadis SMA berambut sebahu masuk lalu duduk di samping El. 

El kaget, sangat. Bocah itu belum pernah duduk berdampingan dengan orang asing. Dia tidak nyaman, sungguh. Bertemu dengan manusia selain anggota keluarga serta orang-orang kepercayaannya membuat El hampir tidak bisa bernafas. Keringat dingin seketika mengucur dari sekujur tubuh. Kedua tangan El mencengkeram celana dengan erat. Kepalanya tertunduk dengan mata bergetar menatap ujung-ujung sepatunya sendiri. 

"Mbak, jangan sembarangan duduk di sana. Ada anak majikan saya. Ayo, turun, kita bicara baik-baik!" bujuk mang Ujang pada gadis asing yang telah begitu lancang masuk ke dalam mobil dan membuat tuan mudanya ketakutan.

"Saya mau ikut bapak pulang ke rumah majikan bapak.  Mereka harus tahu kalau supir mereka nggak mau tanggung jawab udah bikin lecet motor orang!"  gadis itu berikeras.

"Saya nggak merasa nyerempet, Mbak. Kalau beneran nyenggol, pasti ada suaranya!" elak mang Ujang.

"Mana ada maling ngaku maling!" sergah si gadis. "Pokoknya saya mau ketemu sama majikan bapak!"

"Mbak bikin anak majikan saya ketakutan, loh! Mbak mau tanggung jawab kalau ada apa-apa sama tuan muda saya?"

Seketika tatapan gadis berseragam SMA itu beralih pada El yang sudah beringsut ujung jok belakang. Sejenak dia mengamati penampilan El dari atas sampai bawah lalu mengangguk-anggukkan kepala.

"Kayanya majikan bapak orang kaya banget!" si gadis kembali menatap mang Ujang. "Mereka pasti bisa bantu bapak bayar uang ganti ruginya!"

"Jangan seenaknya, ya!  Mbak ini masih SMA,  nggak takut dituntut balik kalau ketahuan bohong?" tantang mang Ujang.

"Saya ini korbannya bapak,  kok malah dibilang bohong!" suara si gadis meninggi.

"Tapi saya..."

"M-Mang!"  El memanggil dengan suara bergetar. "K-kita ajak pulang!"

Satu kalimat El seketika mengakhiri perdebatan dua orang beda usia itu. Berbeda dengan mang Ujang yang menurut dengan wajah cemberut, gadis yang duduk di samping El  bersedekap lega dengan senyum kemenangan.

.
.
.
.
.

HAHAHAHAHAHAHAHAHA

Tawa mbak Lala, pelayan pribadi El, menggema memenuhi ruang kamar sang Tuan Muda.  Setelah mendengar cerita mang Ujang tentang gadis berseragam SMA yang menghentikan mereka di jalan, wanita dewasa itu tak bisa menyembunyikan gelaknya.

"Terus, gimana?" tanya mbak Lala setelah tawanya mereda.

"Ya, aku kasih duit ganti rugi.  Dari pada nanti dia minta ke tuan atau nyonya, bisa-bisa aku kehilangan pekerjaan!" ujar  mang Ujang sambil bersungut-sungut.

"Kalau kamu salah, ya, emang harus ganti rugi,  dong!" kata mbak Lala.

"Kan, udah aku bilang, aku nggak merasa nyenggol motor tuh bocah!" mang Ujang begitu yakin dengan dirinya. "Tanya aja sama Aden!"

Atensi mbak Lala beralih  pada El  yang sedang asyik membolak-balik buku bacaannya di atas tempat tidur.

"Aden!"

"Hm?"  El menjawab tanpa mengalihkan pandangannya.

"Aden nggak papa?"

Tangan El berhenti sejenak kala akan membalik lembar  buku ke halaman berikutnya, hanya sebentar, kemudian kembali berlanjut tanpa memberi reaksi lainnya.

"Nggak papa!" jawab El singkat.

Mbak Lala melirik mang Ujang yang sama-sama duduk meleseh di samping kasur sang tuan muda. Yang ditatap hanya mengendikkan bahu, membuat mbak Lala menghela nafas panjang.

Wanita itu begitu mengenal El. Dia yang merawat bocah itu sejak dibawa pulang oleh sang nyonya. Mbak Lala  tahu betul El sedang menyembunyikan perasaan tak nyamannya. Sejak beberapa tahun terakhir sang tuan muda membatasi diri untuk berinteraksi dengan orang asing. Mbak Lala hanya takut sesuatu yang buruk  akan terjadi pada El  kalau anak itu terus menutupi perasaannya.

"Mbak  Lala, El mau susu!"

Permintaan El tersebut semakin membuat Lala  cemas.  Minta susu di malam hari pertanda El akan segera tidur.  Tapi ini  masih jam 7 malam,  sedangkan El  tidak pernah tidur dibawah jam 9.

"Mbak Lala,  susu!" El mengulangi permintaannya, membuat mbak Lala sadar dari lamunan singkatnya.

Wanita itu segera bangkit untuk memenuhi permintaan sang tuan muda. Mang Ujang pun ikut beranjak. Namun sebelum keluar kamar, mbak Lala  berhenti dan berbalik menatap El.

"Aden!" panggil mbak Lala, membuat El mendongak cepat.

"Mbak Lala sama mang Ujang selalu ada buat Aden. Kalau ada sesuatu yang bikin nggak nyama, cerita sama kita, ya!"

.
.
.
.
.

El tidak suka keramaian, tidak suka berinteraksi dengan orang asing, tidak suka bicara banyak-banyak. Tapi malam ini bocah itu dipaksa memerankan tugasnya sebagai tuan muda.

Tiba-tiba saja orang yang selama ini dianggapnya sebagai 'papa' mengharuskannya ikut menghadiri pesta ulang tahun anak dari salah satu koleganya di sebuah hotel mewah. Bocah 10 tahun itu ingin menolak, tapi dia tidak bisa. El harus jadi anak baik untuk  keluarga, setidaknya untuk  mama dan papanya saat ini. Terlalu banyak hutang budi yang membebani El, dan menurutnya hanya dengan cara seperti ini dia bisa membalasnya.

El  berjalan di belakang kedua orang tuanya dengan kepala tertunduk. Suasana hiruk pikuk dalam ruangan ini  membuatnya hampir kesulitan bernafas. Jantungnya sudah berdebar kencang sejak turun dari mobil. Kini keringat dingin mulai membasahi punggungnya. Kepala El pun mulai memberat membayangkan setiap mata yang menatapnya dengan berbagai arti.

Langkahnya tertahan ketika kaki kedua orang tuanya berhenti. Dari percakapan yang terjadi, El bisa tahu kalau yang sedang diajak bicara adalah tuan rumah yang mengadakan pesta ulang tahun. Bocah laki-laki itu hanya diam masih dengan posisi yang sama, hingga mamanya menarik lengannya agar El selangkah lebih dekat untuk memperkenalkannya pada sang lawan bicara.

"Aaa, ini yang namanya Elio? tampan sekali!" puji seorang wanita yang sepertinya sudah akrab dengan mamanya. "Hyuna, sini kenalan sama anak tante Citra!"

Tiba-iba tangan El diangkat oleh sang mama, bermaksud  menyuruh anak itu untuk menjabat  tangan seseorang yang dipanggil Hyuna tadi.

"El, ini namanya kak Hyuna, anak tante Luna. Ayo, sapa dia!" pinta mamanya.

Dengan keberanian yang tersisa, El mengangkat kepala, berusaha menjalin kontak mata dengan oran yang dimaksud sang mama.  Tapi seketika matanya melebar saat wajah tak asing muncul di hadapannya. Jantungnya makin tak karuan berdetak. Oksigen seolah sulit digapai hingga membuat nafasnya tercekat.

"KAMU?!"

BRRRRRRUUUUKKK!!

***

Sebelum baca cerita ini, sangat disarankan untuk baca cerita 'Batas' lebih dulu. 😁

FYI. Saat ini cerita EL sedang dalam tahap revisi. Jadi, maaf, ya, kalau nanti ada part yang nggak nyambung 😊

Selamat membacaa...

*Revisi 06/2024*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang