Sudah beberapa hari ini Abi tak menampakkan batang hidungnya. Sekedar pulang pun sepertinya tidak terpikirkan olehnya. Sementara Tamara pun malas untuk mencarinya. Lagi pula yang ada hanyalah pukulan, tendangan, dan tamparan yang akan didapatkan. Sementara mentalnya juga belum sembuh amat.
Tamara memutuskan mengajak Feroz untuk bepergian. Semalam anak itu begitu bergembira saat mendengar akan diajak ke suatu tempat. Apalagi kalau bukan keluar kota. Setelah covid sudah mereda. Tamara memberanikan mengajak Feroz keluar. Dia memang sudah merencanakan jauh hari. Aktivitas anaknya memang sudah kembali normal meski mengenakan masker, dll. Sehingga mungkin kalau piknik bisa membuat dia dan Feroz fresh kembali.
"Mama...."
Feroz menghampiri dengan membawa koper kecil miliknya. Dia kemudian menyodorkan kopernya ke arah Tamara. "Ma, coba lihat. Kira-kira sudah pas belum yang Fe bawa?"
"Coba mama lihat."
Tamara kemudian mengecek kembali isi koper. Kepalanya manggut-manggut. Untuk anak seusia Fe, memang terbilang cukup mandiri. "Good, Fe. Jaketnya mana? Sama topi sekalian dibawa ya."
"Oia, ma. Itu sudah Fe masukkan ke mobil."
"Oh, anak siapa sih ini? Pinter amat?" Seruku sambil mencium kepalanya. Membuat Fe ketawa keras. "Anak, mama." sahutnya sambil mengerlingkan matanya. Ah kamu.
-
Setelah mengunci dan mengecek sekali lagi barang bawaan. Mobil berwarna hitam pekat itu pun mulai keluar dari halaman rumah. Kemudian meluncur meninggalkan kota. Mereka sengaja pergi ke pinggiran kota yang damai. Agar tidak ada gangguan sama sekali. Tentu saja menginap.
Tamara memang sengaja hanya berdua dengan Feroz saja. Entah kenapa, dia sangat ingin menghabiskan waktu dengan Fe. Lalu ponsel berdering tanpa henti.
"Ma...."
Tangan Fe mendekatkan layar ponsel agar bisa terlihat oleh Tamara.
"Kalian kemana? Rumah kenapa dikunci? Pulang sekarang!"
Tamara memandang sekilas Fe. Lalu kembali meneruskan perjalanan. Fe tersenyum. Dia memang sangat ingin mamanya tidak pulang. Dia takut mama akan kena pukulan papa yang begitu keras.
-
"Wah, tempatnya bagus banget ma." seru Fe setelah sampai di tempat tujuan. Mereka berdua kemudian masuk ke kamar. Pemandangan dari jendela kamar sangat mempesona. Apalagi sekarang menjelang sore. Semburat khas senja sangat cantik sekali.
" Buruan mandi Fe. Habis ini kita jalan keluar ya."
Fe kemudian mengangguk.
-
"Ma, kita mau kemana sih?"
Fe menatap ke sekeliling. Tempat ini begitu asing untuknya. Memang Tamara sengaja melakukannya. Jemarinya kemudian meraih ponsel yang terus berdering. Sekarang dia membuat mode getar. Sehingga masih bisa menerima dan membalas pesan penting saja. Dia sempat melihat Abi meneleponnya berulang kali. Dia sudah tak peduli.
"Jalan-jalan saja Fe. Kita ngikutin jalan ini aja ya."
Keduanya menyusuri area luar hotel yang memang berada di tengah kota. Sekelilingnya terhampar banyak sekali toko dan tempat menjajakan makanan. Tamara melirik Fe yang begitu riang.
"Fe, kita ke toko buku yuk. Fe pengen buku apa?"
"Serius ma? Ayo ma. Nanti aja kalau sudah sampai."
-
"Maraaaa....."
Suara itu tidak asing di telinganya. Dan hanya ada satu orang yang memanggilnya seperti itu. Tamara mempercepat langkahnya tanpa melepaskan tangan Fe. Fe menatap heran. Tapi dia paham untuk mengikuti langkah Tamara tanpa melakukan protes.
"Maraaa.... Tunggu. Maraaa..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Idaman
RomanceSuami idaman itu ya kaya kamu. Sudah baik, cakep, dan apa lagi sih yang harus dicari lagi? Kalau mau nikah, aku maunya sama kamu. Tiap hari kayanya bakal bahagia terus. Kalau kamu gimana? Maunya, kamu segera ngelamar aku, sebelum keduluan yang lain...