- PAPAN

26 4 0
                                    

Menghadapi kenyataan bahwa klannya harus menyiapkan seribu lembar papan untuk pembangunan istana baru membuat gunung sari mengernyitkan alis seraya bergumam "apa tidak salah?" Ia tak menyangka bahwa pemimpin negerinya ini membuat keputusan yang kurang bisa diterima akal.

"Bagaimana mungkin kita bisa mengirimkan 1000 lembar papan sementara jarak ibu kota dari tempat kita yang terpencil ini sangat jauh" ucap gunung sari kepada anggota klannya.

"Bagaimana dengan menggunakan sapi untuk menarik papan papan itu?" Ujar karangjati memberi ide

"Kalau kita menggunakan sapi, berapa banyak sapi yang kita perlukan? Coba kamu kalkulasikan, karangjoang" ujar gunung sari

Setelah melakukan kalkulasi yang cermat, karangjoang menyatakan bahwa satu ekor sapi dapat membawa 50 papan saja, sehingga kita memerlukan 20 ekor sapi untuk dapat menarik seribu papan, belum lagi untuk sapi cadangan sekitar 10 ekor sehingga kita harus membawa 30 ekor sapi kesana.

"Jadi bagaimana? Sedangkan kita hanya punya beberapa ekor sapi yang sehat, dan juga pasti kita memerlukan waktu yang lama jika menggunakan sapi" ujar karangjoang setelah melakukan kalkulasi.

"Bagaimana ya? Apa tidak ada ide lain untuk dapat membawa papan papan ini?" Ujar gunung sari yang sudah kehabisan ide.

"Oh! Bagaimana kalau kita jadikan saja papan papan itu menjadi sebuah rakit dan kita gunakan jalur air untuk mengirimkan seluruh papan papan itu kesana?" Ujar parikesit memberikan saran.

"Sepertinya saran mu masuk akal, tapi kita harus memperhitungkan perbekalan yang kita bawa dan berapa hari yang kita butuhkan untuk bisa sampai kesana, dan berapa orang yang akan ikut" Ujar gunung sari.

Setelah melakukan perhitungan dan lain sebagainya ternyata alternatif kedua ini masuk akal sehingga mereka memutuskan untuk mengirim papan papan itu melalui JnE, eh? Jalur air.

Singkat cerita, sampailah mereka di ibu kota kesultanan Kutai tepatnya daerah kutai lama yang pada saat itu diperintah oleh Sultan Muhammad Idris.

Saat itu adalah tahun 1739, pada waktu itu sang sultan ingin membangun istana baru di daerah kutai lama.

Setelah menunggu antrian yang cukup lama, akhirnya sampailah giliran mereka untuk menyerahkan seribu lembar papan yang diminta oleh sang sultan.

Tapi celaka, ternyata papan yang mereka kirimkan kurang beberapa ikat.

"Papan yang kalian bawa kurang, ini tidak seribu papan, kemana sisanya?" Tanya sang penjaga.

"Bagaimana bisa? Saya yakin sekali bahwa papan yang kami bawa tepat seribu papan" ujar gunung sari tak percaya.

"Saya sudah menghitungnya, memang benar bahwa papan yang kalian bawa ini kurang" tegas sang penjaga.

Gunung sari bingung apa yang sebenarnya terjadi dengan papan papan itu, dia dapat mengingat dengan jelas bagaimana teman temannya menghitung seluruh papan itu sebelum mereka berangkat, namun kenapa bisa kurang?

"Bagaimana bisa papan papan itu bisa kurang?" Tanya gunung sari kepada parikesit yang sebelumnya juga ikut menghitung jumlah papan papan itu.

"Aku juga tidak mengerti bagaimana bisa papan papan itu kurang, apa bisa sebuah papan menciut ketika terkena air? Tentu saja itu tidak masuk akal" jelas parikesit.

Disaat kebingungan melanda mereka semua, munculah seorang nenek tua beserta cucu nya yang menghampiri mereka dan mengatakan kepada mereka bahwa ia melihat beberapa ikat papan yang hanyut ke arah JENEBORA tempat nenek itu tinggal.

Setelah menyampaikan berita tersebut nenek tua dan cucunya secara misterius menghilang dan membuat semua orang terkejut.

Dengan terpaksa gunung sari dan rekan rekannya mempercayai omongan nenek tua tadi karena takut akan hukuman dari sang sultan.

Namun celaka sang penjaga hanya memberikan waktu dua hari dua malam untuk mengambil papan yang hanyut.

Setelah berembuk, gunung sari memerintahkan beberapa temannya yang dipimpin oleh parikesit untuk mengambil papan yang hanyut di JENEBORA, sedangkan ia tetap berada di kutai lama.

"Kami kembali! Papan nya sudah balik!" Teriakan dari parikesit itu membangunkan gunung sari dari tidurnya.

"Akhirnya kami berhasil mengambil kembali papan papan ini sebelum waktu yang di tentukan berakhir" ujar karangjoang kegirangan.

Mereka semua bersorak gembira dengan meneriakkan "papan sudah balik!" "Balikpapan!" "Papan sudah balik!" "Balikpapan!" "Papan sudah balik!" "Balikpapan!!"

Atas kejadian itu mereka bersepakat menamakan daerah asal mereka dengan nama BALIKPAPAN.

PAPAN DAN MINYAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang