SOMEONE YOU LOVED
JULI 2023
Bandara Internasional Soekarno-HattaLondon...
Sudah enam tahun sejak terakhir kali aku berkunjung dan berlibur ke negeri Ratu Elizabeth.Dalam beberapa jam dari sekarang, udara kota London yang sangat dirindukan akan segera kuhirup. Memang tidak se-afdol di tanah air, tapi tetap saja ada sensasi lain yang tidak bisa aku deskripsikan dalam untaian kalimat, apalagi setunggal kata.
Hey, kalian pasti sudah menebak jika aku sedang berada dalam pesawat. Ya, itu benar.
Setelah pengumuman keberangkatan dari Jakarta menuju ke London terdengar, aku langsung masuk ke pesawat dan duduk di seat ketiga dari depan di kelas ekonomi. Tentu saja, kursi dekat jendela. As always. But, yeah. Silvi yang sekarang sudah benar-benar berubah. Tak lagi menginginkan segala hal dalam kemewahan.
Namun, satu hal yang menarik perhatian. Saat pintu pesawat akan segera ditutup, tiba-tiba datang seorang pria yang ngos-ngosan memohon dan bernegosiasi pada kru pesawat agar tetap ikut penerbangan. Toh, walaupun telat, pintu pesawat kan belum ditutup, pikirku. Jadi gak apa-apa lah ya diberi keringanan beliau itu.
But... Dejavu!
Pria ini ternyata orang yang menempati seat di sebelahku. Seketika, aku mulai kesulitan bernapas. Oh Tuhan jangan biarkan apapun atau siapapun menghancurkan liburanku. Aku tak ingin mengorek sejarah yang sudah lama usai.
(Klasik Silvi, kalau sudah tipenya begitu ya akan tetap begitu. Meski tiga orang pria di hidupnya berbeda ras, warga negara, dan budaya, tapi kalau modelannya sudah tipenya ya mau bagaimana lagi.)
Tampaknya, situasi tak berpihak padaku. Aku benar-benar terkena serangan panik. Aku benar-benar kesulitan bernapas. Aku tak tahu kenapa aku bereaksi berlebihan seperti ini. Oh God, aku hanya bisa berpegangan pada punggung kursi yang ada di depanku. Dan saat aku akan benar-benar collapse, pria di sampingku langsung meraih tanganku.
"Hey, are you okay?"
Ya, dia bertanya padaku dengan bahasa Inggris. Wajah kaukasia dan aksen British yang kental miliknya menjelaskan semuanya.
Mulutku terbuka dan mencoba mengatakan kalau aku tidak bisa bernapas. Tapi itu tak kunjung berhasil hingga akhirnya aku hanya bisa memukul-mukul pelan dadaku.
"Can you breath? Take it easy, okay? Oh dear, wajahmu sangat pucat. Let me help you. It's okay I'm a doctor," ujarnya lagi.
Yeah, tentu saja dia dokter karena dengan cekatannya langsung mendiagnosisku.
(Tapi kan siapapun juga bisa tahu kalau kau lagi kesulitan napas.)
Shut Up!
Seorang pramugari pun menghampiri kita. Tentu saja, perhatian penumpang yang lain juga mulai tertuju padaku.
"Is everything alright, Sir?" tanya seorang pramugari.
"I think she's having a panic attack. She can't breath," jelasnya.
"Should I tell the Captain?" tanya si pramugari mulai khawatir.
"No, it's okay. I can handle, I'm a doctor," jelasnya lagi yang lagi-lagi memamerkan 'identitas' dokternya.
"Okay..." jawab si pramugari yang tentu saja terus mencoba bersikap tenang.
Si dokter kini kembali fokus padaku. Dia menyentuh pundakku dengan tangan kanannya.
"Hey, how's your feeling? What's your name?" tanyanya mencoba menenangkanku.
Please dok itu gak mempan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEONE YOU LOVED : DYLAN WANG [THE SHORT FANFICTION]
FanfictionSERI 2 of [Short Fanfiction from Dylan Wang] ° ° ° Berlatar empat tahun setelah pertemuan di Las Vegas (Januari, 2020). Di bulan Juli tahun 2023 ini Silvi tengah bersiap memasuki semester lima di universitasnya. "Kamu memang belum bisa move on ya?"...