TIGA PULUH EMPAT

5.1K 340 8
                                    

Kepala Jeana menoleh dengan cepat -sepertinya terlalu cepat- saat derit pintu terdengar. Ian mengernyit mendapati Jeana yang menatapnya dengan lesu? Heran, karena selama ini Jeana tidak pernah menyambut kedatangannya dengan gestur seantusias itu dan sekarang Ian disambut dengan raut lesu?

"Kenapa?" tanya Ian setelah meletakan paper bag berisi baju ganti untuk Jeana.

"Nope." balas Jeana sambil lalu.

"Sudah lepas infus?" tanya Ian saat Jeana bergerak memakai sandalnya.

"Tadi kebetulan udah habis, dan kata Dokter nggak perlu infus lagi jadi sekalian dilepas." Jeana meraih paper bag dan melangkah ke kamar mandi.

Setelah menutup pintu, Jeana berdiri disana. Bersandar pada pintu untuk meredakan degub jantungnya yang tiba-tiba lebih cepat dari biasanya. "Come on Jean. Lo kenapa sih?" gumam Jeana memaki dirinya.

Beberapa saat, Jeana keluar dengan dress warna teracota yang tadi dibawakan oleh Ian. "Hanya bawa baju ini aja?" tanya Jeana setelah duduk bersisian dengan Ian disofa.

"Lupa kalau Kamu masih menginap disini." Balas Ian tanpa mengalihkan tatapanya dari layar ponselnya. Laki-laki itu tengah serius membalas sebuah e-mail.

Hari ini Jeana sudah diizinkan pulang, tetapi memilih untuk tetap stay di rumah sakit agar mudah menemui bayinya yang masih tinggal di inkubator.

"Aku bisa kok bolak-balik ambil sendiri." Jeana meratakan body lotion dikedua lengan dan kakinya.

"Nope. Kamu masih perlu istirahat J. Lagian kan searah sama kantorku, jadi nggak ngerepotin juga." Ian menggeser paper bag warna coklat yang menguarkan aroma gurih dan lezat.

Saat membukanya, isinya dua potong sandwich tuna. Jeana baru menangkap dua paper cup yang ada diujung meja. "Abang tadi mampir beli sarapan?" tanya Jeana setelah menggigit rotinya.

"Bukan. Tadi Andra yang antar kemari." jawab Ian. Ia meraih bungkusan lain yang berisi beberapa macam roti. "Ehm.. ini enak."

Kunyahan Jeana terhenti. "Andra tadi kesini?"

"Hm."

"Kapan?"

"Pas Kamu ganti baju Andra dateng, anter ini tapi langsung pergi. Katanya mau mandi dulu." Ian menyuap potato scone dengan keju yang meleleh.

"Mandi dimana?" tanya Jeana lagi.

Kali ini Ian menoleh, meneliti ekspresi wajah Jeana yang tak biasa. "Mana Abang tahu." Ian menyesap kopinya sedikit. "Emang.. semalem belum baikan?"

Kali ini Jeana tersedak sandwich yang belum terkunyah dengan lembut. Ian tertawa pelan, tangannya menyodorkan paper cup lain yang berisi teh.

"Jadi belum baikan?" tanya Ian lagi.

Jeana mendengus pelan. "Nggak tahu." kali ini Jeana benar-benar tidak tahu bagaimana hubungannya dengan Andra sekarang. Semalam Ia membalas ciuman Andra, entah apa yang mendorongnya untuk membalas ciuman Andra. Mungkin alam bawah sadarnya memang merindukan Pria itu? Atau Ia hanya ingin meluapkan segala emosi yang tengah mengepung dirinya sampai Jeana kesulitan untuk menafsirkan apa yang sebenarnya Dia rasakan sekarang.

Tidak hanya menimbulkan kebingungan, Jeana juga merasa luar biasa malu mengingat kejadian semalam. Bagaimana tidak, setelah tautan bibir mereka lepas. Jeana dengan bodohnya mengucapkan kalimat yang lebih bodoh lagi.

"Almond. Aku.. pengen cobain almond.. cakenya.. ya. Sepertinya enak, Aku.. masih laper kan?" ucapnya saat sepasang matanya bertemu tatap dengan mata Andra yang tampak sayu dengan jarak sedekat itu.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang