Chapter 7 - White

88 6 11
                                    

Warning:

Setting zaman Jepang Kuno yang dimodifikasi, youkai, Kami-sama.

###

"Ah! Hujan!"

Seru seorang remaja laki-laki saat tubuhnya mulai terkena rintik air yang turun tiba-tiba. Cepat-cepat anak itu melindungi kepalanya dengan tangan dan berteduh di bawah sebuah pohon yang untungnya cukup lebat.

"Hah ... Padahal tadi cerah sekali. Bagaimana bisa hujan turun tiba-tiba begini?"

Remaja lelaki itu menghela napas lelah. Dia hanya bisa menunggu hujan yang sudah menjadi deras. Air hujan mulai berhasil menembus dedaunan pohon, membuatnya mulai kebasahan. Dia memeluk bungkusan di dadanya semakin erat, takut hujan juga membasahi bungkusan itu.

"Kak Duri ... Tunggulah, aku akan segera menemukanmu. Maaf selama ini aku menjadi adik yang tidak berguna," gumamnya sambil menatap sendu bungkusan itu.

"Hah ... Hujan sepertinya tidak akan segera reda. Apa aku terobos saja? Kalau tidak salah desa berikutnya sudah lumayan dekat."

Saat remaja itu masih memikirkan apakah lebih baik dia menerobos hujan atau menunggu saja sampai hujannya reda, ujung matanya menangkap sekelebat bayangan yang mendekatinya. Terkesiap, dia segera mengambil posisi melindungi diri.

Zrashhh

Sebuah siluet di bawah hujan mulai terlihat jelas dan membentuk sosok manusia. Ternyata sosok itu adalah seorang anak laki-laki yang kira-kira berusia beberapa tahun di bawahnya, mungkin sekitar 12 atau 13 tahun. Anak itu memakai sebuah payung bambu yang melindunginya dari guyuran hujan.

"Fuh ... Mengangetkan saja. Aku kira tadi binatang buas." Remaja lelaki yang sedang berlindung di bawah pohon menghela napas lega. Tadinya dia mengira anak berpayung itu cuma mau lewat, tapi ternyata anak itu tidak bergerak dari depannya. Sebaliknya, anak itu malah diam memandanginya, membuat remaja lelaki itu bergidik. Mata biru anak itu terlihat kosong dan dingin, tidak seperti mata manusia.

Remaja sudah bersiap untuk lari dari sana walaupun nantinya dia basah kuyub. Yah, lebih baik basah daripada bersama mahkluk yang mungkin saja bukan manusia, kan? Namun, suara yang tidak kalah dingin dan datar dari mata anak itu menghalanginya.

"Adik?"

"Hah? Aku bukan adikmu. Aku cuma punya satu kakak kembar. Lagipula kau itu lebih muda dariku."

"Kakak ... kembar?"

"Kau tidak tahu arti kembar? Kembar itu artinya dua atau lebih orang lahir pada waktu yang sama dari ibu yang sama."

"Hm ... Kembar ...."

Sekelebat, remaja lelaki itu bisa melihat rasa sedih dan nostalgia pada mata biru anak itu, walau dalam beberapa detik, emosi itu hilang bagai tidak pernah ada.

"Ugh. Baru saja aku pergi dari desa dan aku sudah sesial ini. Tiba-tiba hujan saat hari tadinya sangat cerah dan bertemu anak aneh."

Remaja lelaki itu merosot dan memeluk lututnya. Wajahnya dibenamkan di tangan.

"Tidak suka hujan?" tanya anak bermata biru masih dengan datar dan dingin.

"Bukan begitu. Aku hanya sedang buru-buru."

".... Hujan akan berhenti."

"Tentu saja. Tapi kita tidak tahu kapan berhentinya. Hah ... Sepertinya memang lebih baik aku terobos saja."

Remaja lelaki itu bersiap. Bungkusan yang dipeluknya di masukkan ke dalam baju. Tapi, baru saja dia akan melangkah, hujan tiba-tiba berhenti. Awan gelap mulai terbuka dan matahari kembali menampakkan diri. Remaja itu melongo.

Roulette Oneshots BoBoiBoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang