10 - Nadine?

544 41 8
                                    

H A P P Y
R E A D I N G

*****

"Kalian lihatlah, kedua siswi ini adalah contoh nyata anak yang tidak memiliki sopan santun kepada orang yang lebih tua. Apa yang dapat kalian simpulkan saat melihat kedua siswi ini?!" Suara Zaky menggelegar ke seluruh penjuru lapangan. "Saya sedang bertanya, jawab!!" serunya lagi yang membuat Zura mencibir.

"Emang lagi tanya, siapa juga yang bilang dia lagi joget!" sungut Zura yang membuat Lidya terkekeh dibuatnya.

Lidya menyenggol lengan Zura yang berdiri disebelahnya. "Bayangin Pak Jeki joget pargoy di mimbar upacara, Ra. Kocak banget pasti haha," bisiknya tanpa sadar menyebut Pak Zaky menjadi Pak Jeki.

Zura tertawa lebar, ia bahkan lupa kalau dirinya sedang berdiri didepan lapangan. Tawanya yang renyah dan menular membuat Lidya pun ikut tertawa. Hal itu tak luput dari tatapan tajam Zaky yang semakin menusuk. Sepertinya Zaky sudah sangat marah karena tingkah laku Zura.

"MENERTAWAKAN APA KALIAN?!" teriak Zaky yang membuat Zura dan Lidya terkejut. Pasalnya, kedua siswi itu berdiri membelakangi mimbar yang digunakan oleh Zaky.

Zura menetralkan raut wajahnya, lalu menoleh kebelakang. "Tadi Lidya bilang pengen lihat Bapak joget pargoy," jawabnya polos.

Lidya terkesiap. Ia menelan ludahnya seraya melayangkan tatapan tajam kearah Zura yang malah tersenyum lebar. Benar-benar definisi teman sesat!

"LIDYA!!!" seru Zaky marah.

Lidya berusaha tersenyum, lalu menatap kearah Zaky perlahan. "Ke-kenapa, Pak?" balasnya terbata.

"Bapak jangan marah-marah, itu masuk tindak pidana lho. Emang Bapak mau masuk penjara? Makanannya gak enak, Pak. Emang siapa, sih, yang bikin Bapak marah-marah terus? Bilang, Pak! Mau saya ajak mukbang dia," ujar Zura berceloteh.

Sebelum Zaky mengeluarkan tanduknya, seorang guru tua langsung menghampiri Kepala Sekolah itu dan dengan sopan menyuruh Zaky turun. Bu Naya pun mengambil alih.

"Untuk kalian berdua, saya tunggu di BK pada istirahat pertama!" ujar Bu Naya penuh tekanan.

Zura terbelalak. Ia menelan ludah. Uh, rasanya... mangga.

"KOMANDO SAYA AMBIL ALIH, UNTUK SELURUHNYA, SIAP GERAK!" Bu Naya mengambil alih pimpinan. "TANPA PENGHORMATAN, BUBAR BARISAN JALAN!" lanjutnya memberi aba-aba.

Dengan cepat, semua siswa-siswi segera menjauhi lapangan upacara dan menuju kantin untuk menghilangkan lapar dan haus. Ada juga yang langsung ke kelas dan melanjutkan menulis tugas yang ia salin dari buku temannya. Dan masih banyak kegiatan lainnya yang dilakukan siswa-siswi SMA Tunggal Jaya.

Sama dengan yang lain, Zura dan Lidya pun berlari menyusuri lorong menuju kantin dan menghiraukan panggilan Bu Naya agar kembali ke tempat. Didalam pelariannya, lengan Zura ditarik oleh Lidya menuju kantin yang terlihat ramai. Keduanya asal menarik kursi dan duduk seraya menormalkan deru nafas yang memburu.

"Pengin es," ungkap Zura menatap Lidya.

"Rasa apa, Ra? Gue beliin sini," balas Lidya.

Zura diam. Berfikir. "Es kelapa, ada?" tanyanya.

Lidya mengangguk lalu pergi ke stand es dan mengantri. Zura yang ditinggal sendiri pun memilih membuka ponselnya, ia tak menyadari adanya tatapan tak senang dari siswa-siswi yang semeja dengannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZU(I)RA [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang