Bab 3

1.6K 264 21
                                    

"Apa kau baik-baik saja?"

Blair tengah menyesap tehnya dan duduk di balkon menatap cahaya rembulan, ketika suara Ibunya tiba-tiba terdengar, Blair menoleh seketika. Blair menyimpan cangkir ke atas meja. Ia segera beranjak menarik kursi kosong di sisinya.

"Terima kasih, Your Highness," kekeh Nessa lalu raut wajahnya berubah menjadi berpura-pura marah. "Tapi sebenarnya ... aku bisa melakukannya sendiri. Aku belum setua dan selemah itu."

Blair terkekeh pelan. Ia menelisik Ibunya yang telah berusia lebih dari setengah abad. Kecantikan wanita itu bak tidak dimakan usia. Ketika Blair melihat Ratu Nessa dalam potret Nessa Easter muda yang memesona, dia tidak melihat perubahan yang signifikan antara dulu dan sekarang. Ibunya terlalu cantik, itulah mungkin kenapa Ayahnya sangat tergila-gila padanya.

"Apa yang kaulakukan di sini Ibu? Apa kau tidak bisa tidur?"

Blair mengulum senyuman. "Apa kau ingin aku meminta pelayan agar membuatkan teh chamomile?"

Kedua mata Ibunya menatap cangkir berisi teh di atas meja beserta dengan teko yang kosong. Nessa menggelengkan kepalanya. Blair tahu apa yang wanita itu pikirkan. Semburat merah seketika menghiasi kedua pipi Blair. Ia segera duduk di sisi Ibunya dan kembali menyesap tehnya perlahan.

"Bukankah aku yang seharusnya bertanya padamu?"

"Ah... itu."—Blair menyelipkan anak rambut ke belakang telinga dengan gugup—"pekerjaanku banyak sekali di kantor. Aku mendadak pusing dan tidak memiliki ide sehingga sulit tidur."

"Jadi aku meminta teh—"

"Aku mengenalmu dengan baik sejak kaulahir, B," bisik Nessa dengan suara lembut. "Aku tahu ketika kau berbohong dan jujur. Dan sekarang kau sedang berbohong kepadaku."

Blair terdiam, Nessa melanjutkan. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya lagi, membuat Blair membalas tatapan Ibunya.

Meskipun Blair belum membuka suara, ia yakin tatapan matanya membuat Ibunya mengerti—karena sedetik kemudian jemari wanita itu mengusap jemarinya.

"Dia Ayahmu, dia hanya kecewa, Blair."

"Aku hanya merasa sangat egois karena kupikir apa yang dia minta tidaklah adil," kekeh Blair sumbang. "Tapi apa yang kulakukan juga tidaklah benar ... aku sangat gegabah dan tidak memikirkan dampaknya."

"Maafkan aku, Ibu. Aku seharusnya tidak pergi ke sana—aku nyaris membuat kalian dan Kerajaan Belgia berada dalam masalah yang lebih besar."

"Aku mengerti apa yang ingin kaulakukan, Blair. Tapi tidak semua hal selalu berjalan sesuai keinginanmu." Nessa menghela napas pelan. "Aku dan Theo melewati waktu yang tidak sebentar untuk menghadapi hal-hal rumit di dalam istana. Selalu ada cela yang menghambat, dan satu-satunya cara adalah bergerak perlahan."

"Kita harus sadar bahwa di dalam istana ini, kehidupan kita tidak sama seperti mereka."

"Keputusan yang kaubuat akan selalu memiliki pengaruh di akhir. Tidakkah kaulihat bagaimana Ayahmu berperan sebagai Raja? Dia memikirkan banyak strategi di kepalanya. Bukan karena dia tidak mau bertindak, Blair."

"Bisakah kau melupakannya?" bisik Nessa. "Jangan anggap bahwa aku dan Ayahmu, Feli dan Rhys—jika mereka tahu nanti—kami marah. Kami bukan marah, tapi khawatir. Apalagi aku sebagai Ibumu, aku tidak bisa membayangkan hal buruk terjadi padamu di tempat itu..."

"Jika seandainya Pangeran itu tidak menolongmu." Air mata bergulir di pipi Nessa. "Aku akan menganggap bahwa diriku gagal menjadi seorang Ibu."

Blair seketika menggeleng. Hatinya terenyuh. Ia mengusap pelan air mata di pipi Nessa dengan tissue. "Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf."

Perfect Chemistry (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang