Pada hari Senin di SMA Darmawangsa, sama seperti biasannya pagi ini tak akan lengkap tanpa adanya upacara bendera. Entah kebetulan atau memang disengaja, matahari terasa terik, memanggang para siswa-siswi seperti ikan asin.
"Gak adil weh, muridnya panas-panasan, gurunya pada enak tempatnya adem," keluh seorang siswi berbisik kepada teman di sampingnya.
"Iyah bener, besok-besok gua mau jadi guru ah, biar kalo upacara gak kepanasan," balas teman perempuannya.
"Gak gitu juga konsepnya Yola."
"Tapi, kalau pura-pura pingsan enak deh kayaknya, bisa ngadem di UKS."
"Cewek yang di depan, diam! Ngobrol terus daritadi," marah guru piket yang berjaga di belakang barisan putri kelas sebelas.
"Hem kena kan Lo, kan gua tadi sudah bilang, sekarang itu waktu piketnya pak Samsul di belakang, telinganya itu tajam banget."
Suasana kembali hening seperti semula, bapak kepala sekolah mulai memberikan ceramahannya ataupun informasi kepada para anak didik.
Beberapa menit kemudian, tibalah waktunya membaca doa, sebagai bagian penutup upacara pagi ini. Semua murid terlihat hikmat seraya menundukkan kepala mereka masing-masing.
Akhirnya, upacara telah selesai dilaksanakan. Namun seluruh siswa diminta untuk tidak kembali terlebih dahulu ke kelas mereka, karena akan ada sebuah pengumuman yang ingin disampaikan.
Tepukan tangan bergemuruh memenuhi lapangan upacara, saat seorang guru mengumumkan kemenangan tim futsal SMA Darmawangsa melalui microphone.
Seluruh anggota tim futsal diminta maju ke depan, dengan salah satu siswi membawa sebuah nampan beralaskan kain merah sebagai wadah piala emas tersebut.
Tepukan tangan kembali terdengar, disaat Antarez sebagai kapten tim diminta untuk menjadi perwakilan, mengambil foto bersama kepala sekolah seraya membawa piala itu, dan disusul sesi foto bersama dengan seluruh anggota tim, senyuman bahagia terukir jelas di wajah mereka.
"Selamat kak," gumam Antariksa tersenyum kecil melihat Antarez juga timnya, yang sibuk berfoto bersama dewan guru sambil membawa piala emas tersebut.
Antariksa merasakan ada sesuatu yang mengalir keluar dari dalam hidungnya, ia menggunakan punggung tangannya untuk menyeka cairan tersebut. Merah pekat, ternyata itu adalah darah.
Darah segar mengalir semakin deras dari dalam hidungnya, Antariksa panik. Dirinya langsung berlari dari lapangan upacara menuju toilet siswa.
-Di dalam toilet siswa.
Antariksa mulai membersihkan darah tersebut, mulai dari telapak tangannya hingga merembes sampai siku. Aroma menyengat tercium, terkadang Antariksa merasa jijik melihat darahnya sendiri, kadang kala ia juga bosan harus selalu bertemu cairan berwarna merah itu.
Dengan kran wastafel yang masih menyala, Antariksa bergantian membersihkan hidungnya lalu membasuh wajahnya menggunakan air, dirasa tidak ada lagi darah yang keluar. Antariksa mematikan kembali kran wastafel tersebut.
Baru saja ia berbalik badan, di sana sudah ada Antarez di sebelah pintu toilet, menyandarkan punggungnya ke dinding sambil bersedekap dada.
"Kakak," kejut Antariksa melihat keberadaan Antarez di sana.
"Jujur sama gua, sebenarnya Lo sakit apa?" tanya Antarez terdengar serius.
"Enggak, Antariksa gak sakit apa-apa, cuman kecapekan aja," balas Antariksa.
"Yakin? Terus ini?" Antarez menunjukkan selembar surat yang ia temukan di laci meja OSIS waktu itu. "Maksud Lo ini palsu?"
Bola mata Antariksa membulat, bagaimana bisa surat itu sampai di tangan kakaknya. "Kakak dapet surat itu darimana?" tanya Antariksa.
"Dari temen Lo Kenzie, dia juga yang bilang sama gua kalau Lo mengidap penyakit jantung bawaan. Kenapa Lo gak jujur sama gua Sa? Kenapa gua harus denger berita ini dari orang lain," balas Antarez meminta jawaban dari Antariksa.
"Buat apa? Buat apa aku harus bilang sama kakak kalau aku sakit?" ujar Antariksa membuat Antarez mengernyitkan dahinya.
"Apa kakak perduli? Bahkan kakak belum menganggap aku sebagai adik, dimata kakak Antariksa itu musuh, Antariksa itu benalu. Kalaupun sekarang Antariksa jujur, apa dengan kejujuran itu bisa membuat kak Antarez mau menerima Antariksa kembali?" sambung Antariksa menatap wajah Antarez, dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.
"Enggak kan?"
"Kata dokter, fisik Antariksa semakin melemah, dokter masih berusaha carikan pendonor jantung untuk Antariksa. Dan tanggal dua puluh delapan nanti, adalah operasi terakhir yang harus Antariksa jalani."
"Aku mau kak Antarez datang ke rumah sakit. Setidaknya, kalau tidak bisa datang sebagai saudara, aku mau kakak datang sebagai teman. Aku mohon datang yah kak! Seumpama Tuhan berkehendak lain, aku masih bisa lihat wajah kakak untuk yang terakhir kali."
Mulut Antarez terbungkam, seperti ada lem yang sangat kuat menutup bibirnya. Antariksa yang sedang berada di hadapannya, adalah Antariksa yang berbeda. Antarez kehilangan kata-kata untuk menjawab perkataan dari adiknya.
Antariksa mengambil beberapa langkah menghampiri Antarez, menepuk pelan pundaknya. "Kak Antarez gak perlu khawatir, buruan balik ke kelas gih, gak baik sendirian di sini," ucap Antariksa lalu membuka pintu toilet tersebut, dan pergi keluar menuju kembali ke kelasnya.
********
-Kelas sebelas MIPA 1.
Antariksa berjalan masuk melewati pintu kelas, melihat bangku guru yang masih kosong ia bernapas lega. Untung saja masih sempat.
Antariksa menuju ke tempat duduknya yang berada di barisan depan dekat jendela, baru saja ia menempatkan bokongnya di atas kursi. Bu guru masuk ke dalam kelas bersama seorang siswa berkacamata yang berjalan mengekor di belakangnya.
"Anak baru lagi, bosen gua yang lihat," ujar Bams pelan.
"Sekali-kali cewek gitu, biar seger mata gua," sambungnya.
"Sini gua siram air panas mata Lo biar seger," sahut Hans yang duduk di belakang meja Bams.
Antariksa memperingatkan kedua temannya supaya tenang, lalu kembali fokus kepada anak baru yang berdiri di dekat papan. "Devan, nama dia Devan?" batin Antariksa melihat tulisan nama yang tertempel di tas ransel anak baru tersebut, karena tulisannya yang cukup besar jadi Antariksa bisa membacanya dengan jelas.
Kira-kira seperti ini gambarannya:)
Ditambah lagi ia memeluk tas ransel itu hingga terlihat dari arah depan. "Haha anak yang menarik," gumam Antariksa tertawa pelan.
°•••Brother konflik•••°
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit
Подростковая литература[Tahap revisi] "𝚃𝚎𝚛𝚕𝚊𝚑𝚒𝚛 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚜𝚊𝚞𝚍𝚊𝚛𝚊, 𝚝𝚞𝚖𝚋𝚞𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚖𝚞𝚜𝚞𝚑." 𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚎𝚣_𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚒𝚔𝚜𝚊. Antarez dan Antariksa sepasang anak laki-laki kembar yang terpaksa terpisah sebab perceraian kedua orangtuany...