Aleesha menundukkan kepala. Dihunus tatapan elang seolah akan dieksekusi mati, ia tidak berani menggerakkan tubuh sedikit pun. Hanya manik cokelatnya yang sesekali bergulir ke atas, melirik sebentar, sebelum akhirnya kembali melihat ke bawah.Aleesha merutuki dirinya sendiri. Kenapa Aleesha tidak langsung menyimpan dalamannya ke lemari? Kenapa Aleesha tidak sehati-hati ini? Andai saja Brillian tidak menumpang mandi di kamarnya, semua ini juga tidak akan terjadi.
Aleesha benar-benar dalam bahaya jika sampai Brillian menggeledah badannya dan menemukan pegunungan di dada Aleesha. Demi apa pun. Aleesha bahkan sudah jijik duluan membayangkannya. Brillian tidak akan melakukan itu, kan? Dia sudah mempercayai Aleesha lelaki, bukan?
"Kenapa ada bra di kamar mandi kamu? Jangan-jangan kamu nyembunyiin perempuan di apartemen saya." Brillian menatap menyelidik. Mendengar tuduhan itu, Aleesha lantas mendongak, menggeleng-gelengkan kepala.
"Enggak, Pak. Sumpah, saya gak nyembunyiin perempuan mana pun."
"Terus kenapa ada daleman cewek? Ah, atau jangan-jangan ada yang kamu sembunyiin selain perempuan." Kedua mata Brillian mengecil, memberi pandangan intimidasi. Ia menyorot penuh curiga sedang Aleesha mengatupkan bibir rapat-rapat. Mundur ketika Brillian melangkah lebih dekat.
"Pak, saya gak nyembunyiin apa-apa. Saya gak bohong," kata Aleesha panik. Ia berusaha meyakinkan sang bos. Berharap ini segera berhenti. Jantung sudah ingin lepas dari tempatnya. Menghadapi situasi begini, rasanya Aleesha ingin segera kabur saja.
"Apa kamu punya gangguan?"
Aleesha mengerjap tidak paham. "Gangguan?"
"Jangan bilang kamu punya fetish daleman perempuan." Brillian menyedekapkan kedua tangan di dada. Memberi pandangan dingin menusuk pada lawan bicara. Aleesha melebarkan pupil, tidak mampu lagi mengerjap. Kedua belah bibirnya sedikit menganga. Tidak segera mendapat jawaban, Brillian langsung menyimpulkan sendiri. "Oh, jadi bener? Kamu punya gangguan fetish?"
"Kok Bapak mikirnya sejauh itu?"
"Buktinya udah ada. Ada lebih dari lima bra di kamar mandi kamu. Belum lagi perlengkapan mandi kamu lebih feminim dari cowok kebanyakan."
"Tapi, saya gak punya fetish!" Aleesha membantah. Gila saja. Cewek macam dia dituduh memiliki fetish? Bagaimana cara cowok itu menyimpulkan semuanya semudah itu?
"Terus? Oh, atau kamu terobsesi buat jadi perempuan?"
"Itu– itu punya pacar saya." Aleesha mengelak. Tidak tahu harus beralasan apalagi. Dia malah asal bicara. Aleesha kembali mengutuk dalam hati. Namun bibirnya tetap melanjutkan, "Saya bawa supaya kalau saya kangen saya bisa pake–"
"Pake bra?! Kamu cowok kalau kamu lupa!" Brillian menyela heboh. Aleesha sampai terjingkat dibuatnya. Melayangkan pandangam kesal, Aleesha kembali melayangkan sebuah protesan.
"Sabunnya, Pak. Bukan bra. Saya cowok, saya masih inget."
Brillian mengedip sekali.
"Apa segitu pengennya kamu berhubungan sama perempuan?" Brillian bertanya sinis, bergidik jijik pada Aleesha. Aleesha tidak bereaksi selama beberapa saat. Sepasang maniknya mengerling ke kanan dan kiri bergantian. Berpikir keras.
"Berhubungan maksud Bapak gimana? Saya cuma pake sabun buat bersihin badan aja, kok."
"Iya, sekalian muasin nafsu kamu, kan?" Perkataan Brillian semakin terdengar pedas. Ia mendengkus. Memalingkan muka ke arah lain.
Paham pembicaraan mana yang cowok itu arahkan, Aleesha berdecak dalam hati. Bisa-bisanya Brillian berpikiran begitu. Ternyata cowok itu mesum diam-diam. "Saya gak segila itu, Pak. Beneran, deh. Saya cuma–"
KAMU SEDANG MEMBACA
GIRL IN SUIT (SUDAH TERBIT)
RomanceAleesha Wijaya rela menyamar sebagai laki-laki dan menjadi sekretaris Brillian Langitra, CEO perusahaan saingan sang kakak, Keandra, untuk mengulik informasi dan menjatuhkan perusahaannya. Demi sang kakak yang selama ini membencinya, Aleesha bahkan...