1. Falling in love

14 0 0
                                    

1. Musiknya nyalain biar dapet feelnya asliii.

__________________

Aroma tubuhnya yang maskulin memberikan efek kuat untuk Elea yang saat ini berdiri tak tenang tepat disampingnya. Tingginya yang menjulang, rambut yang tertutupi topi, tatapan mata yang lembut, gerakan tubuhnya yang mengikuti intruksi pemimpin upacara tidak luput dari perhatian Elea dari sudut mata yang diam-diam memerhatikan. Dari jarak sedekat ini dia juga bisa tahu tekstur wajahnya terdapat sedikit bekas jerawat yang sepertinya akan memudar.

Elea memaki dirinya karna begitu lemah berhadapan dengan cowok itu, perutnya seperti diaduk-aduk. Dia sangat mulas!

Mulai sekarang dia harus berusaha tetap tenang karena upacara berbaris di dekatnya tidak untuk hari ini saja, setiap upacara kelasnya akan selalu berdampingan-IPS 5 dengan MIPA 1 sampai lulus.

"El! istirahat ditempat" bisik Zulpia tegas dibelakang.

Elea tersentak, apa yang dipikirkannya buyar seketika-tatapannya mengeliling dan segera melakukan intruksi Zulpia.

"Ngelamun kamu?" tanya Zulpia terkekeh.

Elea menoleh, "lupa Zul" ujar Elea tersipu malu.

Zulpia memajukan tubuhnya, berbisik di samping telinga Elea, "Gak usah kaku gitu, doi gak akan kemana-mana kok" bisiknya menggoda yang mendapat balasan pukulan kaki dari Elea-terdengar ringisan kecil dari Zulpia.

Wajah Elea memerah, temannya yang satu itu selalu tahu apa yang dia pikirkan.

"Panas banget ya El" ujar Zulpia tiba-tiba, "kamu gak kepanasan baris paling depan El? sini mau tukeran gak?" tanyanya tanpa beban, tidak juga repot-repot berbisik sehingga beberapa orang disebelah mereka menoleh.

Elea menggeleng malu "enggak kok". Padahal sedari tadi dia kepanasan karena matahari tepat menyorot di samping kirinya, sehingga membuat pipi bulatnya semakin memerah.

Percakapan singkat mereka tentu saja tidak luput dari pendengaran cowok yang sebelumnya mereka bicarakan, cowok itu melangkah maju sedikit membuat Elea yang tingginya hanya sedada tertutupi sehingga terik matahari itu menghilang dari pandangan Elea.

Elea cepat menoleh, netranya membesar-tidak menyangka cowok itu melindungi dirinya dari sinar matahari, tapi pandangan cowok itu tetap ke depan seolah tidak terjadi apa-apa.

Jantung Elea bergemuruh, penuh kekaguman, dia baru dua minggu lalu suka cowok itu tapi sudah dibuat berkali-kali kagum. Kemarin pagi saja saat akan pergi ke kantin Elea melihat cowok itu menuju masjid untuk salat dhuha. Tidak ada alasan untuk Elea tidak menyukai Kak Dio-gebetan Elea.

"Ma-makasih Kak." gumamnya tanpa sadar. Bibir mungilnya segera dia gigit untuk menutupi rasa gugup itu lalu menunduk, tersenyum sangat tipis.

---

Siang ini adalah jadwal mata pelajaran matematika, Elea sudah mendengar banyak keluhan dari teman-temannya yang menginginkan jamkos, Elea pun sama, hanya ingin tidur saja karna tadi pagi sudah dihidangkan mata pelajaran sejarah yang seperti diberi dongeng dipagi hari.

Tapi sepertinya alam semesta tidak mengijinkannya untuk tidur, karena dari arah jendela terlihat Pak Fadi dengan semangat berjalan ke arah kelas-tersenyum lebar,

"Siang anak-anak, sudah pada sarapan?" tanya Pak Fadi begitu duduk dikursi.

Serentak semua mengatakan 'belum' dengan tatapan mata memelas.

"Ya sudah sarapan dengan matematika aja dulu." candanya yang mendapat banyak protes.

Pak Fadi berjalan ke arah tengah. "Sarapan itu penting anak-anak supaya punya energi untuk belajar, biasakan dari sekarang untuk sarapan dulu." Pesannya.

"Bikin sakit perut Pak" ujar Tara yang disetujui beberapa siswa.

"Itu karena kalian belum terbiasa. Mulai besok coba sarapan dan biasakan, pasti tidak akan sakit perut, benefitnya belajar akan semangat dan tidak lemas. Baiklah Bapak kasih 10 menit untuk kalian sarapan tapi tidak boleh ke kantin, makan yang ada di depan kalian saja-Hei Elea sedang apa kamu?"

Elea tersentak-tersenyum malu sembari mengunyah sisa makanan di dalam mulutnya lalu dia telan. "Maaf Pak."

Pak Fadi menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Kalau gitu ambilkan buku paket di perpus sama Zulpia sekarang."

"Baik Pak!" Setelah membereskan tempat makan tadi, Elea berdiri diikuti Zulpia di sampingnya."

"Mau cuci tangan dulu." ujar Elea setelah keluar dari kelas.

"Mending wastafel yang di bawah, yang di sekitar sini gak ada sabunnya."

"Okey."

Setelah dilantai bawah mereka mencuci tangan bergantian lalu masuk ke dalam perpus yang dimana terdapat dua cowok sedang mencari buku juga, Elea dan Zulpia saling menatap seakan tahu maksud satu sama lain.

"Terobos aja lah." ujar Zulpia mendahului.

Elea segera mengikuti langkah Zulpia dengan perasaan gugup, jantungnya berdegup kencang, "tungguin!"

Mereka berdua segera mencari buku paket diberbagai rak di sekelilingnya. "Kok gak ada bukunya ..." gumam Elea bingung.

"Biasanya di sini tapi kok gak ada." Zulpia ikut kebingungan, tatapannya menelusuri berbagai rak dan ternyata buku paket yang mereka cari ada dirak paling atas.

"Susah ngambilnya" Elea berusaha menggapai buku paket itu dengan berjinjit setinggi mungkin.

"Aku ambil kursi dulu di depan pintu masuk." Elea mengagguk.

Sembari menunggu kedatangan Zulpia, Elea tetap berusaha menarik buku paket itu karna jari telunjuknya sudah menyentuh ujung buku.

Terdengar suara berat seseorang menginterupsi dari arah samping. "Sini aku ambilkan."

Elea menoleh, begitu kagetnya dia karna Kak Dio persis di depan matanya-menatap kedua bola mata Elea sembari menawarkan pertolongan, untuk beberapa saat Elea hanya terpaku, dia baru saja mendengarkan suara Kak Dio untuk pertama kalinya?!

Suaranya bagus, kayaknya kalau nyanyi pasti keren.

"Dek?" Panggil Kak Dio menyadarkan-tangannya sudah akan memberikan buku paket yang dia ambil pada Elea tapi Elea bergeming.

"-Eh maaf Kak temen saya kayaknya lagi jadi, makasih Kak udah dibantuin." Terobos Zulpia entah datang darimana, menyadarkan Elea. Kak Dio mengangguk-tersenyum tipis. Elea yang tersadar dengan cepat mengucapkan terima kasih juga sebelum Kak Dio dan temannya berlalu.

"El! bisa' nggak mempermalukan diri sendiri? Baru gebetan aja udah gini gimana mau ke jenjang serius~ kaku amat."

Elea menurunkan bahunya lesu, tatapannya menyiratkan kekesalan pada dirinya sendiri. Sudah diberi kesempatan ngobrol walau sebentar tapi tidak digunakan dengan baik.

"Padahal aku tadi ngumpet lho di belakang rak sana biar kalian ada momen langka, eh malah bengong." Zulpia berkacak pinggang.

Elea menggaruk kepalanya frustasi, "Gak tahu lah aku pusing!" ujarnya berlalu. Kakinya berjalan sangat keras menunjukkan kekesalannya.

"Bantuin ini berat El!"






TBC










Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

hopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang