Arin menatap kosong wajah damai milik anaknya. Sudah hampir satu jam ibu satu anak itu duduk dengan tenang disamping tubuh yang kini berbaring dibawah selimut tebal milik Afta.
Entahlah, Saat ini kepalanya terasa penuh oleh pikiran pikiran yang membuatnya ketakutan.
Kata kata Haris terus terngiang, fakta bahwa mungkin saja ia akan kehilangan buah hatinya semakin membuat wanita cantik itu gemetar.
" sepertinya mulai kembali."
"Enggak!" Arin menggelengkan kepala, mencoba menepis kenyataan bahwa ia akan kehilangan, lagi?
"Nggak ada yang boleh ambil Afta dari mama"
Tangan lentik yang kini bergetar itu mengelus lembut surai tebal milik anaknya "sekalipun tuhan, Mama nggak akan biarin."
"Afta anak mama, anak satu-satunya Mama, kesayangannya Mama,'kan?"
"Afta nggak boleh tinggalin mama kaya Papa ya?"
Arin terus bersuara sekalipun manik kembar anaknya terus tertutup rapat. Afta kelelahan, Arin memaklumi itu.
"Afta belom sadar?" Suara dibelakangnya membuatnya sontak menolehkan kepala.
"Anak aku cuma tidur. Dia nggak pingsan Haris."
Haris menghela nafas, wanita yang di cintainya ini memang keras kepala. Sudah jelas jelas ia memeriksa dan wanita itu pasti tahu mana yang tidur dan mana yang tidak sadarkan diri.
"Mau sampe kapan?"
Haris mendekat, berdiri tegap disamping wanita yang kini membalik tubuh demi menatap wajah tegas miliknya."Udah cukup kamu menahan Afta, dia juga butuh bahagia,Arin."
Wajah Arin bersemu, raut ayunya diselimuti amarah.
"Jadi maksut kamu aku nggak bisa bikin dia bahagia? Jadi selama ini?""Kamu kira Afta ketawa itu terpaksa, iya?"
"Bukan.. Bukan itu, aku cuma nggak mau kalo nantinya kamu semakin sakit karna Afta yang udah tau semuanya"
Arin menepis tangan sahabatnya yang hendak meraih jemarinya. "Karna itu.., aku bakal bawa Afta pergi.. Jauh dari kehidupan pahit ini."
"Kamu ibu kan? Tau rasanya kehilangan?" Haris masih kekeh, keinginannya sederhana. Ia tidak ingin wanita di hadapannya ini kembali terluka.
"Kamu nggak tau, gimana takutnya aku liat anak itu berlumuran darah! Aku berusaha keras buat nyelametin nyawa anak aku Haris!"
"Aku ibunya dan selamanya akan begitu!" Arin berteriak didepan wajah Haris, bahkan wanita cantik itu tidak peduli jika suara kerasnya akan membuat anaknya yang berbaring di belakangnya akan terbangun.
"Arin.." Haris memelankan suaranya.
"Kamu harus ingat.. Afta sudah bahagia bersama Papanya..Afta sudah tenang di surga sana."
"Enggak!!! Dia anak aku! Anak aku.." Tubuhnya luruh bersama dengan setitik air mata yang juga lolos membasahi pipinya.
"Arin.. Kamu harus ikhlas.." Haris merengkuh tubuh kurus milik Arin, meskipun wanita cantik itu terus berusaha melepaskan diri.
"Afta anak aku... Anak aku,Haris." Suaranya bergetar, tubuh dalam dekapan Haris bergetar hebat.
"Iya.. Afta anak kamu, tapi dia bukan Afta.., Arin, dia Jeno. Anak yang kamu selametin."
"Enggak!!!" Arin memberontak, wajah putihnya kini merah bak kepiting rebus. "Dia Afta.. Afta bukan Jeno."
Arin menggeleng "Dia Afta.. Afta, Haris hiks..."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET PAIN 2 || LEE JENO
ФанфикAku kembali berharap bisa merasakan sedikit bahagia yang dulu sempat tabu kurasa. Aku kembali dengan raga yang sama. Untuk kali ini, rengkuhlah aku yang rapuh ini. Berikan aku pelukan yang hangat.. yang tulus tanpa harus menyakiti. Berikan aku ke...