Kingsley mengajak Eleanor dan Edward keluar melewati bar, menuju halaman kecil yang dikelilingi tembok. Tidak ada apa-apa di halaman itu kecuali sebuah tempat sampah dan ilalang. Kemudian ia menghitung batu-bata pada tembok di atas tempat sampah dan mengetuk tembok tiga kali dengan ujung tongkat sihirnya.
Batu-bata yang disentuhnya bergerak—meliuk—di tengahnya, muncul lubang kecil—makin lama makin besar—sedetik kemudian mereka sudah berhadapan dengan gerbang yang bahkan cukup besar untuk dilewati lima orang dewasa bersamaan. Gerbang masuk ke jalan berbatu yang berkelok-kelok dan membelok lenyap dari pandangan.
“Selamat datang di Diagon Alley.” Kata Nebulas bersemangat sementara Eleanor dan Edward masih terdiam dalam keterkejutan mereka.
Mereka semua melangkahi gerbang. Eleanor cepat-cepat menoleh dan melihat gerbang itu langsung menyusut kembali menjadi tembok padat.
Matahati bersinar cerah, sinarnya menimpa setumpuk kuali di depan toko paling dekat. Kuali—Segala Ukuran—Tembaga, kuningan, Timah putih-Timah hitam, perak—Mengaduk-Sendiri—Dapat Dilipat, begitu bunyi papan di atasnya.
“Kita harus pergi ke Gringotts sebelum berbelanja.” Kata Kingsley tenang.
“Gringotts?” tanya Edward dan Eleanor hampir bersamaan.“Bank Penyihir.” Jawab Kingsley.
“Penyihir punya bank?” tanya Eleanor.
“Tentu saja, rumah kami tidak bisa menampung harta karun dan Gringotts adalah tempat paling aman di dunia kalau kau mau menyimpan sesuatu. Gringotts letaknya beratus-ratus kilometer di bawah London. Jauh di bawah stasiun kereta bawah tanah. Kau bisa mati untk mencari jalan keluar jika mencuri di Gringotts walaupun kau berhasil mendapatkan sesuatu. Lagi pula, ruangan-ruangan besinya dijaga oleh naga.”“Apakah naga benar-benar?” tanya Eleanor.
“Tentu saja. Aku pernah melihatnya beberapa kali saat mengambil beberapa barang di Gringotts dan kami memiliki penangkaran naga di Irlandia.” Jawab Nebulas.
“Untuk apa kita ke Gringotts?” tanya Eleanor lagi.
“Penyihir tidak menggunakan mata uang Muggle. Kalian harus menukarnya di Gringotts.” Jawab Kingsley.
Eleanor terdiam dengan jawaban Kingsley, namun kepalanya menoleh ke segala jurusan ketika mereka menyusuri jalan, mencoba melihat segalanya sekaligus. Toko-toko, barang-barang yang terpajang di depannya, orang-rang yang sedang berbelanja. Seorang wanita gemuk di depan toko obat sedang menggelengkan kepala ketika mereka lewat sambil berkata, “Hati naga, tujuh belas Sickle per ons, gila mereka…”
Dekat uhu-uhu pelan terdengar toko gelap dengan tulisan berbunyi Toko burung Hantu Serba Ada Eeylops—Kuning kecoklatan, Pekikan-keras, Burung Hantu Serak, Cokelat, dan Putih Bersih. Ada toko-toko yang menjual jubah, toko-toko yang menjual teleskop, dan peralatan perak aneh-aneh yang tak pernah dilihat Eleanor maupun Edward sebelumnya, etalase memajang tong-tong berisi limpa kelelawar dan mata belut, tumpukan buku-buku mantera dan bergulung-gulung perkamen, botol-botol ramuan, globe bulan…
“Gringotts.” Kata Nebulas.
Mereka telah tiba di depan bangunan putih-bersih yang menjulang diantara toko-toko kecil yan lain. Di sebelah pintu perunggu mengkilap berdiri tegak makluk berseragam merah dan emas.
“Itu goblin,” bisik Nebulas, yang entah kenapa tahu pertanyaan besar di kepala Edward dan Eleanor. “Makhluk kecil bertampang seram.” Terang Nebulas lagi.
Mereka mendaki undakan batu putih menuju Gringotts. Si goblin kira-kira sedikit lebih rendah dari Eleanor. Wajahnya yang hitam tampak cerdas, dengan janggut runcing dan jari-jari tangan dan kaki yang panjang. Dia membungkuk ketika mereka masuk. Sekarang mereka menghadapai sepasang pintu kedua berwarna perak dengan kata-kata terpahat diatasnya.
Masuklah orang asing, tapi berhati-hatilah,
Terhadap dosa yang ditanggung orang serakah,
Karena mereka yang mengambil apa saja yang bukan haknya,
Harus membayar semahal-mahalnya,
Jadi jika kau mencari di bawah lantai kami,
Harta yang tak berhak kau miliki,
Pencuri, kau telah diperingatkan,
Bukan harta yang kau dapat, melainkan ganjaran.
Sepasang goblin membungkuk ketika mereka melewati pintu perak, dan mereka berada di aula pualam yang besar. Kira-kira lebih dari seratus goblin duduk diatas bangku tinggi di belakang meja panjang, sibuk menulis di buku kas besar, menimbang koin di timbangan kuningan, memeriksa batu-batu mulia dengan kaca pembesar. Ada terlalu banyak pintu keluar dari aula itu hingga tak bisa dihitung, tapi ada lebih banyak lagi goblin yang mengantar orang-orang keluar-masuk pintu-pintu ini.
Kingsley memimpin kali ini, menuju meja salah satu goblin.
“Pagi,” sapa Kingsley pada goblin yang sedang kosong, goblin di sebelah kanannya sedang menimbang setumpuk batu mirah besar-besar, sebesar batu-bara yang menyala. “Kami ingin menukar uang Muggle.”
“Satu Galleon setara dengan lima Poundsterling.” Kata si Goblin. “Berapa yang ingin Anda tukar?”
Edward merengsek pelan dan berbisik kepada Nebulas. “apa lima ratus pound cukup?”
“Lebih dari cukup, sir,” balas Nebulas.
“Lima ratus pounsterling.” Kata Edward kepada si goblin, kemudian menyerahkan uangnya kepada Kingsley yang berdiri lebih dekat dengan meja si goblin.
Si goblin menerima operan uang Muggle dari Kingsley dan menghitungnya, sementara goblin sebelah kirinya yang sedang kosong turun dari kursinya untuk memasukan seratus koin emas ke dalam karung kecil. Setelah perhitungan selesai, si goblin menyerahkan karung berisi koin kepada Kingsley yang dioper kembali ke Edward.
“Sebelum kalian mulai berbelanja, aku rasa kalian harus mengetahui hal dasar.” Kata Kingsley menghentikan langkah mereka di depan Gringotts, ia mengeluarkan tiga koin berbeda dari dalam sakunya. “Ini adalah Galleon,” Kingsley menunjukkan koin emas, “yang ini Sickle,” kali ini dia menyentuh koin perak, “dan terakhir Knut.” sekarang ia mengangkat koin perunggu.
Edward dan Eleanor sama-sama mengangguk.
“Satu Galleon sama dengan tujuh belas Sickle,” Kingsley meneruskan. “satu Sickle sama dengan dua puluh sembilan Knut.”
Edward dan Eleanor kembali mengangguk.
“Satu Galleon sama dengan tujuh belas Sickle. Satu Sickle sama dengan dua pluh sembilan Knut.” Ulang Eleanor. “Itu berarti satu Galleon sama dengan empat ratus sembilan puluh tiga Knut.”
Mata Kingsley, Nebulas maupun Edward melebar. Terkejut dengan hitungan Eleanor yang tepat hanya dalam beberapa detik.
“Brilian!” puji Kingsley.
“Jadi, dari mana kita akan mulai?” tanya Nebulas, siap menjadi pemandu kali ini. “aku rasa kita bisa mulai dengan jubah.” Kemudian ia memimpin menuju Jubah untuk Segaal Acara Kreasi Madam Malkin.
Madam Malkin adalah penyihir bertubuh pendek gemuk, penuh senyum, berpakaian serba-lembayung muda. “Hogwarts, nak?” katanya saat Eleanor hendak bicara. “Kingsley sudah cerita tentang kau saat saudarinya mengukur beberapa jubah.” Madam Malkin melirik Kingsley.
Madam Malkin menyuruh Eleanor berdiri di atas bangku pendek kecil, memasukan jubah panjang melewati kepalanya dan mulai menyematnya sampai panjangnya pas.
“Jadi, saudarimu juga di Hogwarts, Mr Shacklebolt?” tanya Eleanor sementara Madam Malkin mengukur seragammya.
“Kingsley, aku rasa kita sudah cukup akrab.” Kata Kingsley.
“dan Nebulas.” Sahut Nebulas.
“Tapi aku…”
“Tidak apa, kita tidak sedang berada di rumahmu.” Samar Nebulas.
“Yeah, well, Kingsley.”
“Adikku satu tahun lebih tua darimu.” Kata Kingsley. “Mungkin kau akan bertemu dengannya di Hogwarts, dan lebih sering jika kau masuk Gryffindor.”
Eleanor kembali murung. “Menurutmu, asrama mana yang bagus.”
Kingsley dan Nebulas saling melirik. Tidak yakin jawaban apa yang pantas mereka beri kepada gadis di depan mereka.
“Semua asrama bagus, nak.” jawab Madam Malkin. “tidak ada yang buruk. Hufflepuff memiliki orang yang setia seperti Nebulas. Ravenclaw memiliki mereka yang cerdas seperti Kingsley. Gryffindor memiliki jiwa pemberani seperti adik Kingsley, dan Slytherin yang cerdik, hmm… seperti…” Madam Malkin berpikir sejenak. “Siapa Slytherin yang kau kenal?” tanya Madam Malkin.
“Tidak ada,” jawab Nebulas mewakili Eleanor. “Dia Muggle-born.”
“Oh,” napas Madam Malkin tertahan. “Selamat datang, nak.” katanya.
“Terima kasih.”
“Nah, sudah selesai.”
Eleanor melompat turun dari kursi kecil, sebelum ia meninggalkan toko, Madam Malkin berpesan lagi padanya, “setiap asrama memiliki kualitasnya masing-masing, dan kau hanya harus percaya pada kualitasmu sendiri.”
Eleanor masih bersenandung senang saat menerima es krim dari Nebulas. Pesan Madam Malkin tepat menghujani hatinya sehingga ia tidak terlalu cemas tentang asrama. Jubah Madam Malkin baru satu dari banyaknya toko yang harus mereka datangi. Mereka berhenti untuk membeli perkamen dan pena bulu. Eleanor gembira ketika dia menemukan botol tinta yang warnanya berubah ketika dipakai menulis.
Mereka membeli buku-buku Eleanor di Floris and Blotts. Di toko buku itu rak-raknya penuh sampai ke langit-langit dengan berbagai buku, dari buku setebal batu-bata bersampul kulit sampai buku sebesar perangko dengan sampul sutra, buku-buku dengan gambar aneh-aneh, dan beberapa buku yang sama sekali kosong melompong. Nebulas sampai harus menyeret Eleanor keluar dari toko sebelum gadis itu kembali tenggelam dalam bacaannya.
Di lain waktu, Kingsley harus melarang Edward membeli kuali emas karena menurut daftar, Elanor hanya membutuhkan timah campuran, tetapi mereka mendapat satu set timbangan bagus untuk menimbang bahan-bahan ramuan dan teleskop kuning yang bisa dilipat yang diklaim Nebulas tidak ada saat ia bersekolah dulu.
Kemudian mereka ke toko bahan ramuan, yang untungnya cukup menarik karena baunya busuk bukan kepalang, campuran antara telur busuk dan kol busuk. Tong-tong berisi lendir busuk berjajar di lantai, toples-toples berisi ramuan, akar-akar kering, dan bubuk berwarna cerah berderet di dinding, bergebung bulu-bulu, untaian taring dan cakar-cakar melengkung bergantungan dari langit-langit. Sementara Kingsley meminta si penjaga toko menyiapkan bahan-bahan dasar ramuan untuk Eleanor, Eleanor sendiri sibuk bersama Nebulas mengamati sebuah tanduk perak unicorn yang harganya dua puluh satu Galleon dan mata kumbang hitam kecil-kecil berkilat seharga lima Knut sesendok.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIRIUS: A Story Behind The Brightest Star
Fantasy☆☆☆☆☆☆☆☆☆ This is just fan-fiction. Half of the casts belong to JK Rowling, another half belongs to my lovely readers, and Eleanor Heath belongs to me. Everything in this story, never happens in real world. We, you and I, are just muggles, honestly.