Jam sembilan lewat empat puluh lima. Laki-laki tinggi dengan bahu lebar berjalan begitu tegap dan percaya diri. Aura dermawan namun mengintimidasi membuat atensi siswa yang ada di koridor saat jam istirahat ini tertuju pada Lee Jeno.
Jeno terus berjalan dengan tas hitam yang ia letakkan di bahu kanannya. Dagu yang terangkat, membuat aura intimidasi-nya semakin kuat. Samar-samar, Jeno bisa mendengar para siswa menyebutkan namanya.
"Loh? Seriusan Jeno baru dateng?"
"Si Jeno baru dateng anjir!"
"Gak mungkin baru dateng, ah! Bolos kali!"
"Sejak kapan Jeno jadi tukang bolos anjir!"
Suara-suara itu menghilang saat tubuhnya yang tinggi memasuki kelasnya. XII MUSIC A. Suara-suara bisikan yang sedaritadi menyebutkan namanya kini berubah menjadi keheningan saat dirinya baru menginjakkan kaki di kelasnya sendiri.
Semua orang terdiam. Semua orang menatapnya, bahkan para siswa dari kelas lain berdiri di luar kelas, mengintip lewat jendela maupun pintu untuk memastikan apakah itu benar seorang Lee Jeno.
Menyadari bahwa para siswa lainnya mengikutinya sampai kelas, Jeno membalikkan badannya. Menatap mereka semua dengan sorot mata tajam mencekam, membuat mereka semua terdiam kaku.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, siswa dari kelas lain bubar dalam waktu lima detik. Mereka takut sekaligus merasa terintimidasi oleh tatapan Jeno.
Setelah memastikan semuanya bubar, Jeno membalikkan badannya, meletakkan tas hitam nya. Namun, keheningan masih menyapanya. Teman kelasnya masih menatapnya heran. Mereka semua heran kenapa seorang Lee Jeno bisa terlambat datang ke sekolah.
Sekali lagi, hanya dengan menatap mereka satu-persatu, kelas mendadak menjadi ricuh. Beberapa langsung mengalihkan pandangan karena tatapan intimidasi dari Jeno. Ada yang langsung kabur ke luar kelas dan ada yang berpura-pura bermain game.
Yang berpura-pura bermain game adalah Jisung dan Chenle.
"Tuh kan, ada yang aneh sama Jeno. Masa Jeno terlambat—"
"Ssst! Dia masih ngeliat kesini!" bisik Chenle dengan mulut tertutup dan gigi yang bergemelatuk. Kepalanya tunduk menatap layar hitam pada ponsel nya, namun jemarinya terus bergerak, seakan-akan sedang bermain game.
Jisung yang mendengar itu sontak menutup mulutnya, namun kepalanya malah mendongak dan pandangannya langsung bertemu tatap dengan manik Jeno yang menatapnya dingin. Seketika Jisung menunduk dalam-dalam.
"Kenapa kamu gak bilang!" bisik Jisung kecil.
Chenle hanya berpura-pura bermain game karena takut untuk berbicara. Sesekali ia melirik Jeno melalui ekor matanya. Jeno masih menatap ke arah mereka.
Karena sudah dua puluh detik berlalu dan Jeno tak kunjung memalingkan wajah, Chenle pun membuka room-chatnya dengan Jisung. Mengirimkan Jisung sebuah pesan.
Chenle: Jeno kenapa, sih?
"Kamu kenapa malah ngirimin aku chat? Kan bisa ngomong—MMPHHH!" Chenle langsung membekap mulut Jisung membuat pemuda lugu itu tak jadi melanjutkan ucapannya.
Dan saat Chenle melirik ke arah Jeno, pemuda itu sudah tidak menatap kemari, membuat Chenle langsung bernapas lega.
Sedangkan Jeno, pemuda itu menggelengkan kepalanya pelan dan menghela napas dengan suasana hati yang buruk. Pemuda dengan wajah menawan itu menenggelamkan kepalanya di atas tas hitamnya. Mulai memejamkan matanya karena rasa lelah yang menggerogoti dirinya.
Benar. Ia terlambat.
Sebenarnya, Jeno tidak ingin bersekolah hari ini. Ia ingin menjaga kembarannya. Tapi, sang mama bersikeras agar Jeno pergi ke sekolah. Sang mama melarang Jeno untuk menjaga Sena walau sang mama melihat sendiri bagaimana kondisi kembarannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Sissy | Lee Jeno
FanficLee Jeno yang biasanya penuh dengan cinta. Lee Jeno yang selalu menuruti segala kemauannya tiba-tiba berubah karena sosok perempuan yang merusak hubungannya dengan kembarannya. Ia membenci perempuan itu. Ia membenci perempuan yang menjadi kekasih da...