Angin siang hari mengantarkan laju kendaraan Edgar menuju tempat tersembunyi yang sudah lumayan lama tidak ia datangi. Hitam bayangan tepat di bawah tubuhnya. Berjalan mengikuti Edgar yang menyatukan langkah mulai menyelisik semakin dalam. Terakhir kalinya Edgar ke tempat ini ketika ia secara resmi mengeluarkan salah satu anggotanya, Justin.
Edgar mengepulkan asap dari gulungan nikotin yang baru ia nyalakan ketika kakinya sudah terhenti pada sebuah ruangan. Menggapit di antara kedua jarinya sembari menikmati aroma tembakau itu. Sejenak, mendinginkan kepalanya. Di tempat sunyi ini tanpa kebisingan yang mengganggu.
Sepanjang waktunya menghabiskan sebatang rokok di tangannya, Edgar mulai memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah ini. Beranjak dari tempatnya, ia menekan puntung rokoknya pada asbak hingga benar-benar mati.
"Gar, udah dikasih tau Alex soal Justin?"
Dibalas anggukan dari pertanyaan Nevan yang melihat Edgar berjalan keluar, laki-laki itu terlihat acuh tak acuh, tak ingin menanggapi lebih.
"Terus lo udah ada rencana apa buat itu?"
"Lo urus sama Alex dulu. Gue mau ke rumah sakit."
"Gar, kalo ada apa-apa langsung kabarin anak-anak."
Edgar tahu apa yang menjadi prioritasnya sekarang. Bukan berarti meninggalkan Walter demi kepentingan pribadi adalah jawaban. Ia mendapat semua laporan mengenai anggota Walter dari Alex, tangan kanannya. Bahkan tidak jarang ia memberikan Alex kesempatan untuk mengambil alih posisinya seperti saat ini. Ketika pikiran Edgar terpecah.
Deru mesin motornya perlahan terdengar, mulai membelah jalanan. Belum terlalu jauh meninggalkan markas, entah mengapa Edgar merasa ada yang janggal.
Melajukan motornya lebih kencang. Berbarengan dengan beberapa orang berpakaian sama dengan motor besar mengikutinya. Semakin dekat, seolah tidak ingin membiarkan Edgar lolos dari mereka. Edgar tahu ini bukan sebuah kebetulan. Mata elangnya memicing melihat dari kaca spion masih mencoba membuat jarak. Berusaha memutar gas tanpa kompromi. Meninggalkan enam orang misterius yang ingin mencari masalah dengannya.
Edgar masih memacu kendaraannya lebih kencang tanpa menghiraukan sekitar. Sempat oleng karena motornya ditendang oleh salah satu orang misterius itu. Membuat Edgar nyaris membanting setir. Tapi, semua tidak akan semudah dan selancar apa yang Edgar bayangkan.
Suara decit ban mendominasi sesaat sebelum Edgar merasakan tubuhnya terpelanting. Menghantam kuat permukaan aspal sampai Edgar merasa kepalanya hampir pecah meski terbalut helm yang masih terpakai di kepalanya. Ia berusaha menggapai kesadarannya. Bangkit dengan sisa tenaga yang hampir lenyap. Kepalanya berputar, napasnya terperangah. Bahkan debar jantungnya sekarang mengencang.
Tertatih, Edgar melepas helmnya untuk memperjelas pandangannya. Satu pukulan melayang keras mengarah ke perutnya. Belum sempat melawan, Edgar semakin tidak bisa mengambil jeda untuk bangkit. Lututnya melemah. Edgar seolah tidak punya tenaga untuk memberi balasan. Ia menerima saja semua pukulan yang seakan bisa mengambil nyawanya sekarang. Tak ada yang bisa menolongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STALEMATE
Romance⚠️Harsh words, physical and psychological violence, verbal abuse, and some parts have adult scenes. Only recommended for readers 17 years and up⚠️ Apakah sebuah pengkhianatan masih bisa dimaafkan? Pertanyaan yang selalu menjadi bumerang ketika Edgar...