25

437 67 7
                                    

◦•●◉✿ SELAMAT MEMBACA ✿◉●•◦
I'M COME BACK!

Beberapa bulan telah berlalu. Musim yang terus berganti tak membuat kesadaran Seokjin kembali sepenuhnya. Hampir semua telah berubah. Sikap Taehyung, Gaon, Yuna, dan semua orang. Hampir semuanya telah memenuhi impian dari seorang bernama Seokjin. Namun apalah daya, sebuah vas yang telah pecah tak akan bisa dengan mudah disatukan bukan? Apalagi, walaupun bersatu mustahil untuk kembali ke bentuk semula.

Pagi ini, Seokjin tengah berjalan jalan dengan kursi rodanya bersama Gaon dan Yuna. Tangan kokoh Gaon yang biasa memukul putra sulungnya dahulu, kini mendorong kursi roda dengan hati-hati. Senyuman tercetak jelas di wajah Gaon dan Yuna, keduanya tampak seperti pasangan yang bahagia dengan kegiatan jalan-jalan mereka dengan sang putra.

"L-langitnya cerah," Ucap Seokjin dengan agak terbata. Remaja itu mendongak dan berbalik menatap kedua orang tuanya.

Seokjin menampilkan senyum kaku miliknya pada kedua orangtuanya.

"A-aku bahagia."

"Sangat bahagia."

Gaon dan Yuna yang tadinya tersenyum kini menatap lekat putra mereka. Dari sudut wajah itu, Gaon melihat sesuatu yang tampak seperti ekspresi lega tapi bukan lega. Seperti benar merasa bahagia, tapi tatapan Seokjin tetap terdapat luka. Lalu apa sebenarnya itu?

"Kalau Seokjin bahagia, maka papa dan mama juga bahagia. Kita akan selalu bersama nak. Walaupun kami sudah memiliki hidup masing-masing, kami akan meluangkan waktu untukmu mulai saat ini. Kami akan mendukungmu dan membuat putra kami bahagia." Yuna mengusap kepala putranya. Terlihat sekali Seokjin menikmati usapan lembut itu.

"K-kalian serius? Tak akan ada lagi kemarahan dan pukulan?" tanya Seokjin memastikan. Keduanya agak terkejut.

Yuna tahu, harusnya sejak dahulu ia perlakukan putranya dengan baik seperti ini. Tapi, semua sudah terjadi. Yuna tak bisa menyalahkan siapapun atas ini. Apalagi takdir.

"Mama dan papa akan berusaha untuk menebus semuanya nak. Kami akan membayar waktu yang telah terbuang selama ini." Gaon serius mengatakan itu. Walaupun sudah terlambat, tapi setidaknya ia bisa berusaha membuat semuanya kembali.

"Semua keinginanku sudah tercapai. Papa, mama, dan Taehyung sekarang ada bersamaku. Hanya itu saja sudah cukup papa. Tapi, aku mempunyai satu keinginan sekarang ini," Gaon dan Yuna saling pandang.

"Apa itu nak? Katakan, kami akan berusaha untuk mewujudkannya." Ucap Gaon.

Seokjin tak langsung menjawab. Ia menatap lurus ke depan, dan sedikit tersenyum.

"Tolong, sayangi Taehyung dan anggap dia sebagai anak kandung papa dan mama."

Gaon dan Yuna tak mengerti. Mereka saling tatap seolah bertukar pikiran perihal apa maksud ucapan putra mereka itu.

"Apa yang kau katakan nak? Kenapa—"

"Aku ingin kembali ke kamar mama. Diluar sangat dingin." Ucap Seokjin memotong.

Karena tak ingin membuat putra mereka kedinginan, akhirnya Gaon dan Yuna pun membawa Seokjin ke dalam. Mereka melupakan ucapan putra mereka barusan. Entahlah maksudnya apa, tapi yang teroenting sekarang adalah kesembuhan dan juga kebahagiaan Seokjin.

Sisanya, kita lihat saja nanti.

.

.

.

"Gue bawa tiramisu buat Seokjin dari mama. Kita makan bareng pas di rumah sakit nanti ya!" Seru Hoseok. Taehyung dan Yoongi yang tadinya tengah duduk diam mengangguk mengiyakan.

"Oh ya, janji jangan

Ketiganya kini tengah dalam perjalanan menengok Seokjin sepulang sekolah.

Selama Seokjin di rawat memang Hoseok dam Yoongi sering sekali menjenguknya. Karena keseringan bertemu dan faktor mereka satu sekolah membuat ketiganya dekat sebagai sahabat. Baik Hoseok maupun Yoongi sudah membicarakan semuanya dan sepakat memaafkan Taehyung, lagian Seokjin juga bisa memaafkan Taehyung. Jadi, tak ada alasan untuk tetap membenci anak itu kan?

Setelah pembicaraan ringan diantara mereka berlangsung kini hening menghinggapi. Baik Hoseok, Yoongi, maupun Taehyung terjebak dalam dunia masing-masing. Entah apa isi kepala mereka hingga keterdiaman membuat ketiganya lebih betah. Yang jelas, jika itu Taehyung maka yang ia pikirkan saat ini adalah penuh dengan apapun tentang kakaknya Seokjin.

.

.

.

.

Yuna menatap tak percaya pada suaminya kini. Dengan pipi yang merah dan air mata yang terus menetes wanita itu seolah menuntut sebuah alasan atas perlakuan tiba-tiba sang suami di depan anak dam juga mantan suaminya, Gaon.

"Aku mengizinkanmu untuk bebas kesini hanya karena anakmu membutuhkannya. Lalu, kenapa kau terlihat sangat menikmati waktu reuni bersama mantan suamimu?" tanya Nam Han Gu dengan wajah merah.

"Aku tak melakukan apapun bersama Gaon. Kami hanya berusaha agar anak kami cepat sembuh sayang. Kau tahu sendiri bagaimana bahayanya skizofrenia!"

"Aku cukup tahu bagian anakmu yang sakit itu. Tapi, bagaimana aku harus menahan tiap kali kau bersama Gaon?!" Ujar Han Gu.

"Kita sudah menikah sejak lama. Dan hal yang paling kita inginkan adalah seorang putra sayang. Menurutmu, apakah aku tak takut ksu kembali bersama Gaon karena alasan menjaga anakmu ini?"

"Aku takut Yuna! Aku takut!"

Yuna menutup mata saat Han Gu membentaknya. Terlihat jelas bagaimana pria yang terkenal tegas namun juga lembut itu mengeluarkan air mata dengan ekspresi yang tak bisa diungkapkan.

Kali ini Yuna mengaku ia bersaalah. Membicarakan rencana untuk kembali dengan Gaon adalah kesalahan yang amat besar. Tapi, Yuna tak bisa tega pada putranya yang tampak menginginkan hal ini.

Yuna tak sanggup melihat senyum palsu di wajah anak semata wayangnya itu.

"Sayang, aku memang bersalah karena pernag berpikir untuk kembali bersama Gaon. Namun, itu hanya terlintas karena aku kasihan kepada anakku. Bukan yang lain." Yuna menyentuh tangan suaminya yang terkepal.

"Siapa yang tahu perasaan asli manusia Yuna? Aku bahkan malihatmu sangat bahagia." Han Gu menunduk meredam kesalnya.

"Lalu, apa yang bisa aku lakukan supaya kau percaya padaku?"

Han Gu mendongak. Matanya bertemu tatap dengan mata sang istri. Kemudian, pria itu mengalihkan padangannya pada dua orang yang tengah berbincang di kejauhan.

"Kalau kau mampu, maka aku minta jauhi Seokjin untuk sementara." Han Gu berucap tanpa mengalihkan tatapannya dari Seokjin.

Yuna tentu saja merasa kaget dengan ucapan suaminya itu. Bagaimana mungkin dirinya bisa menjauhi putranya disaat seperti ini?

"Kalau kau tak bisa memutuskan maka kita akan terjebak seperti ini. Aku tak meminta lama, hanya saja aku ingin memberi jeda pada perasaan kalian kalau-kalau itu tumbuh tanpa disengaja." Jelas Han Gu.

"Tapi, bagaimana dengan Seokjin nanti?" tanya Yuna ragu.

"Aku yakin dia akan baik-baik saja. Dan lagi, dia bersama keluarganya, kenapa kau harus cemas?"

"Kau tak mengerti, aku adalah seorang ibu dan aku—"

Han Gu membungkam istrinya. Pri itu tersenyum memberikan wajah terbaik untuk meyakinkan sang istri.

"Sebelum menjadi seorang ibu, kau adalah seorang istri. Jadi, tolong lakukan apa yang aku minta." Yuna tak bisa berkata-kata. Tapi, mau tak mau ia harus menganggukkan kepalanya. Walaupun hatinya merasa jika ini salah, tetap saja ego yang akan menang.

"Aku akan menurut. Tapi, janji ini tak akan lama."

Han Gu tersenyum, "Aku berjanji. Ini tak akan lama."

◦•●◉✿ TO BE CONTINUE ✿◉●•◦
HAPPY SATURDAY!!!

Aku comeback yaw.
Maapkeun karena lama nggak Up. Semoga kalian nggak bosen ya!
See you!

Lavender [라벤더] SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang