Memiliki perspektif atau sudut pandang yang berbeda dengan apa yang selama ini orang lain anggap benar, menjadikan kita seolah berada pada posisi yang salah. Cacian dan makian yang terus berdatangan, semakin membuat kita merasa terkucilkan. Perspektif dan sudut pandang kita seolah terbatasi atau terkurung oleh penilaian orang lain, lalu membuat kita hanya hidup dalam satu wadah atau lingkungan saja. Sementara, disisi lain kita pun diharuskan untuk tumbuh dan berkembang, mengetahui apa yang belum kita ketahui dan membuat pikiran kita terus berevolusi atau melihat lebih jauh dari berbagai sudut pandang orang lain, sehingga mampu menemukan apa yang diinginkan oleh diri sendiri. Maka sudah sepantasnya untuk kita melewati batasan-batasan yang sudah diciptakan oleh lingkungan tempat kita tinggal, bukan untuk sebuah pemberontakan, melainkan untuk mencapai titik tertinggi dalam hidup kita yang selama ini harus terhimpit oleh keadaan dan lingkungan itu.
Jika kita harus tetap mengikuti arus yang selama ini sudah menjadi arah atau pola pikir kita untuk hidup, lantas apa gunanya kita di berikan pendidikan untuk berkembang, aku tau seberapa tinggi pun pencapaian yang telah kita raih, kita harus tetap ingat dengan tanah tempat kita berpijak. Namun, kita pun tidak harus hidup dalam satu sudut pandang atau lingkungan yang membuat hak dan kebebasan kita terbatasi hanya karena menjadi berbeda itu adalah hal yang tabu.
"Untuk kebebasan itu tidak dapat diberikan oleh orang lain, melainkan kita sendiri yang memiliki kebebasan itu untuk menentukan pilihan-pilihan yang ada dengan penuh kesadaran, tanpa kepura-puraan".
Alangkah lucunya ketika kita terus-menerus mengikuti orang lain, dan membuat kita harus kehilangan diri sendiri atau tidak dapat berekspresi hanya untuk orang lain, lalu kehilangan orang lain ketika berjuang untuk menjadi diri sendiri. Sementara kita pun tidak pernah tahu, kita yang benar-benar salah, ataukah hanya mereka saja yang selalu merasa benar, yang aku tahu dunia ini terlalu luas untuk kita perjuangkan sendiri, sehingga sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa saling menghargai, menghormati, melindungi dan merawat satu sama lain sangatlah penting, begitu juga dengan mencintai diri kita sendiri. Bukankah ada beberapa orang yang jelas-jelas menyukai kita, lantas mengapa harus membuat diri sendiri merasa kesulitan hanya untuk mereka yang membenci kita.
"Ibaratkan sebuah magnet, dalam satu sisi magnet itu ada yang saling menolak, akan tetapi pada sisi lain magnet tersebut ada juga yang saling menerima, jika kita terus memaksakan sisi yang saling menolak itu untuk saling menerima, maka yang akan terjadi, sisi yang saling menerima itu tidak akan pernah bertemu".
Dalam hal ini, kita seringkali memikirkan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh orang-orang yang membenci kita, hanya karena ingin membuat mereka semua terkesan. Akan tetapi, pada kenyataan nya itu semua hanya menuntun dan membuat kita menjadi orang lain. Sehingga ketika orang yang membenci kita mulai menyukai dan menerima, hal sebaliknya terjadi dengan mereka yang dari awal telah menyukai dan menerima kita, mereka mulai merasakan ada sebuah perubahan dan perbedaan yang membuatnya membenci kita.
Seperti ketika kita memakai sebuah gaun berwarna merah, lalu ada dua orang yang menilai kita dengan perspektif yang berbeda, orang pertama mengatakan bahwa gaun itu sangat cocok untuk kita pakai, lalu orang yang kedua mengatakan bahwa gaun itu tidak lah cocok untuk kita pakai dan menyarankan kita untuk sebaiknya mengenakan gaun berwarna putih, sehingga pada akhirnya kita mengganti gaun tersebut dengan gaun lainnya sampai membuat orang yang kedua tadi menyukainya, namun di saat yang bersamaan, orang yang pertama sebaliknya, ia tetap mengatakan bahwa kita lebih cocok menggunakan gaun yang pertama tadi. Seharusnya hal seperti ini membuat kita sadar, bahwa kita bisa saja menjadi hebat dimata orang lain, dan itu semua tidak terjadi setiap saat. Akan tetapi, untuk itu apakah kita selalu hebat untuk diri kita sendiri?, bagaimana mungkin kita memerlukan eksistensi dari orang lain, sementara kita tidak mendapatkannya dari diri kita sendiri.
Berbeda Perspektif
Kembali lagi pada perspektif yang berbeda, manusia itu seperti sebuah koin yang memiliki dua sisi, keduanya jelas berbeda, namun bukan berarti tidak dapat bersatu, karena pada hakikatnya mereka itu tetaplah satu, yaitu sebuah koin. Begitupun dengan manusia yang memiliki pandangan, pikiran dan kepercayaan yang berbeda, akan tetapi pada hakikatnya mereka tetaplah satu, yaitu manusia.
"Manusia itu selalu saja memiliki pola pikir dan sudut pandang yang berbeda, begitupun dengan cara memaknainya, akan tetapi itu bukanlah menjadi suatu alasan untuk kita tidak saling menghargai".
Karena bagiku, apa-apa itu jangan terlalu dipermasalahkan, bahas sana-sini, saling salahkan, akan tetapi hasilnya hanya sebuah perpecahan. Semua akan terbiasa jika dibiasakan, kita itu manusia dan tugasnya memanusiakan yang lainnya, Sudahlah, iya benar kamu religius, dia juga idealis, mereka nasionalis, sampai pada si ateis. Sama saja, semuanya manusia, lantas dasar apalagi yang kita perlukan untuk dapat saling menghargai?. Bodoh rasanya jika kita tidak memanusiakan manusia lainnya, sementara kita pun ingin selalu di sebut manusia dan di manusiakan oleh manusia lainnya, dan anggaplah posisi kita tidak hanya disini atau disitu saja.
"Lihatlah manusia lainnya sebagai diri kita sendiri, agar kita paham bagaimana caranya untuk dapat menghargai dan menghormati sesama, seperti bagaimana kita ingin diperlakukan".
Next Pasal, 26/09/2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berusaha Menjadi Manusia
Non-FictionBeberapa dari kita menyusun dan memilih rencana untuk mimpi dan harapannya. Namun, bagaimana jika mimpi dan harapan itu lenyap? Kenyataan yang berjalan tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan, lalu terbentur dengan berbagai penilaian orang lain...