Prom queen — Beach Bunny
— helaan nafas terdengar keluar dari mulut gadis berpipi gembil, beberapa kali ia juga tampak menguap. agaknya terlihat malas untuk mendengarkan ocehan panjang manusia di depan nya.
Ia melirik sekilas ke arah jam pada pergelangan tangan, lima belas menit lagi waktu yang dibutuhkan supaya beliau berhenti mengoceh.
"Chanisa, you listen to me?" tegur coach william— pelatih eskul theater di universitas neo saat melihat Chanisa tampak menguap.
Chanisa menegakan badan sebelum mengangguk pelan, "yes sir."
"Okey, pemilihan tokoh akan saya polling nanti. Guys kalo kalian have someone to be recommended jadi main character, bilang aja ya nanti biar langsung di polling."
"yes sirr."
Coach william tersenyum setelah itu membereskan kertas-kertas naskah, serta barang-barang lainnya masuk ke dalam tas. Sebelum berpamitan karena merasa waktu sudah selesai dan cukup sore, ia perlu beristirahat juga.
"See you next time guys!" ujar nya, buru-buru berlari keluar dari ruang teater.
Sepeninggalan nya coach anak-anak eskul— yang berjumlah dua puluh orang mulai saling berdiskusi. Drama kali ini pasaran memang, bertema kerajaan dengan background kerajaan Inggris.
Tapi anak-anak keliatan excited untuk pertunjukan kali ini, apalagi saat di beri tahu bahwa akan membawakan percintaan klasik scandal antara prince Charles, Lady di, dan princess Camila.
Damn it, ini pasti akan menjadi per- tunjukkan penuh emosional.
"Who is suitable to be Lady di?" tanya Tessa mengebu-ngebu dengan ipad di tangan untuk mencatat.
Meraka saling berpandangan, "Kalo i mah jelas ngga cocok." balas There tiba-tiba sambil mengemut coki-coki.
Brandon tertawa mengejek dan langsung tersenyum miring, "no one said you suitable."
"ya makanya i sadar diri." jelas There ngga ke pancing emosi— emang rada bego anaknya.
"Kalo prince jelas Mark, ya ngga?" kata Jessie dari tempat duduknya, sambil nunjuk Mark yang berada di depannya dengan berbinar.
Mendengar namanya di sebut, mau tidak mau lelaki blesteran Kanada - Indo tersebut membalikan badan ke belakang menghadap Jessie. Alis camar milik Mark menungkik, tidak terlalu menerima.
"What's wrong with you Jessie? i'm fuvking ugly, gimana ceritanya jadi prince."
Brak— meja milik Chanisa di gebrak oleh si pemilik membuat semua mata tertuju pada Chanisa. Tanpa banyak omong, Chanisa berjalan keluar dari ruang teater meninggalkan anggota dengan raut kebingungan.
"freak people, kok bisa sih dia masuk eskul ini? acting juga nol, penampilan juga nol, apalagi solidaritas." cibir Jessie dengan raut muka julid.
Brandon berdehem, "But i think she sweet?"
"are you serious?" kaget Jeffie sambil menoleh ke arah Brandon ngga begitu percaya, sebelum membulatkan mulut saat melihat Brandon mengangguk. "wahh." lanjut nya dengan gesture menutup mulut.
"Emangnya kenapa?" tanya Brandon begitu bingung.
"She scary you know? judes dan jutek banget, kayaknya dia cocok kalo jadi camila lol." jelas Jeffie puas.
"Oh! bagus Jeff, oke i catet ya." kata Tessa menyetujui ide Jeffie dan buru - buru mengetikan nama pada ipad nya.
Lalu seketika menoleh ke arah teman - temannya, membaca tokoh serta nama orang yang bakal meranin berdasarkan hasil diskusi. Selebihnya bakal jadi seksi konsumsi, properti dll.
"Okay buat main karakter, prince Charles Mark, princess Camila Chanisa and... who wants to be lady?"
Semua saling bisik-bisik, menunjuk siapa yang paling cantik di antara gadis-gadis sebelum Mark tiba-tiba mengangkat tangan, keberatan.
"Buat peran Camila, emang Chanisa nya mau?" tanya Mark heran.
"Dari pada dia jadi pohon." balas Jessie sebelum merangkul bahu Mark agar diam.
Mark memandang Jessie aneh dan ingin mengangkat tangan keberatan kembali, tapi Jessie merangkul bahu nya erat membuat dia hanya bisa menghela nafas pasrah.
Apalagi saat Tessa juga tidak begitu peduli, karena menurut nya ngga perlu mikir pusing-pusing tentang Chanisa.
"How about Mina? ow dia ngga masuk ya hari ini." usul Brandon akhirnya.
Jessie cemberut, "kenapa ngga i aja?"
"You're more suited to be bitch." sarkas Joshua dari arah kursi depan, karena jengah melihat tingkah Jessie.
"APA LO BILANG!?" brak— bentuk protes Jessie atas perkataan Joshua, namum di tahan oleh Mark.
"Stop Jess."
Tessa hanya memandang dengan jengah pertikaian di depannya, udah ngga heran kalo Jessie begitu. Jessie memang memiliki tingkah seperti bitch dan mudah kepancing emosi, but secara personality dia cukup asik.
"Udah udah, guys udah malem dan mau ujan jangan ribut kita kelarin ini. Buat Lady Di fiks Mina aja ya, mau atau ngga mau urusan besok mending sekarang pulang aja, diskusi selesai."
— akhiri Tessa sambil memasukkan Ipad-nya ke dalam ransel.
Setelah mengatakan demikian, mereka satu-persatu keluar dari ruang teater buat pulang. Dan bener aja, langit udah rintik-rintik.
Melihat itu Mark jadi kepikiran sesuatu.
"Jess, I have to go first!" kata Mark sambil berusaha ngelepasin gleyotan tangan Jessie di lengannya.
"Loh loh emang you mau kemana?"
"Important affairs!" teriak Mark sambil lari-lari— menimbulkan gema di lorong.
Sedangkan Jessie merenggut kesal dengan tangan bersidekap, menatap kepergian Mark.
—hosh hosh hosh
"I'm sorry babe." ucap Mark dengan nafas yang memburu, sebelum merangkul gadis di depannya.
"I want chocolate with cheesecake and burger king!" ucap gadis itu karena kesal menunggu sang kekasih.
Mark terkekeh gemas, "anything for you
—Chanisa."
TBC
tbh akw galau
— teh Jasmine
KAMU SEDANG MEMBACA
Pwretty Insecuriety.
Fanfiction"I'm not good enough for you.... everyone must think so too." markhyuck- long(?) ⚠️ broken english, gs alur maju→ mundur → maju