50. Pencarian

195 24 7
                                    

Maaf ya, aku jarang update sekarang karena cerita ini udah mau dikit lagi end. Kayak aku belum siap aja gitu cerita ini selesai hiks.

happy read
.
.

Hari ini Sea dihubungi pihak kepolisian perihal kasus pengeboman rumah sakit itu, bukan tanpa alasan Sea dihubungi kembali karena diduga semua kejadian yang merenggut banyak nyawa itu ada kaitannya dengan Lucas. Kali ini Sea tidak sendiri, dia ditemani oleh Nukha yang rela menyempatkan waktu bekerja nya.

Setelah berbagai pengecekan dan penelusuran, akhirnya dapat disimpulkan oleh pihak polisi bahwa peristiwa pengeboman itu terjadi karena adanya dendam pribadi pada Lucas. Karena dari bukti, ternyata letak bom tersebut ada di ruangan Lucas. Dan bukan hanya itu, dari hasil otopsi juga terdapat luka cekikan di area leher Lucas. Jadi polisi menanyakan pada Sea tentang siapa saja musuh dari Lucas untuk mempermudah investigasi dalam pencarian si pelaku.

“Musuh?” pikiran Sea berpikir pada kata tersebut, sejauh dia mengenal Lucas selama lima tahun, ia belum pernah sekalipun mendengan pria itu berkelahi atau memiliki musuh.

“Iya, Mba. Barangkali Mba ingat siapa saja yang memungkinkan sebagai pelaku.” Salah satu polisi menjawab.

“Saya gak tahu, Pak.”

“Baik kalau begitu, jika Mbak mengingat seseorang, boleh beri tahu pada kami ya.”

Sepulang dari kantor polisi, pikiran Sea melayang berusaha menemukan sesuatu. Bagaimana tidak? Seorang Lucas yang dikenal sebagai dokter psikolog terbaik seperti mustahil mempunyai musuh yang membunuh banyak nyawa. Jika memang benar pun, kesalahan apa yang dilakukannya sehingga ia patut untuk dibunuh?

“Sea, dipikirinnya pelan-pelan aja.” Nukha bersuara memecah keheningan di dalam mobil.

“Nukha,” panggil Sea pelan.

Nukha menengok sebentar.

“Bukan kamu kan?” tanya Sea.

Mendengar itu, Nukha menepikan terlebih dahulu mobilnya karena kaget atas pertanyaan itu.

“Kamu nuduh aku?” tanya balik Nukha.

“Aku cuman nanya,” jawab Sea.

“Pertanyaan kamu itu seakan kamu percaya bahwa aku pembunuh Lucas.”

“Nggak gitu, Kha. Soalnya orang terakhir yang berkelahi sama Lucas itu kamu.”

“Kamu lupa ya, saat kejadian itu, aku lagi sama kamu di parkiran.” Nukha meyakinkan.

“Siapa tahu kamu punya kaki tangan kan?” sindir Sea.

Nukha tersenyum dengan mengerikan,” jadi kamu bener nuduh aku?”

“Aku cuman tanya aja,” jawab Sea.

“Emang bener aku adalah orang terakhir yang berantem sama dia, tapi apa kamu tahu Lucas bilang apa saat itu?” Nukha mulai emosi.

“Nggak.”

“Dia nitipin kamu ke aku pada saat itu karena dia udah gak bisa buat kamu bahagia lagi, mangkanya aku gak bales pukulan dia karena aku tahu itu cuman untuk perpisahan aja. Kamu ngerti gak?”

Sea terdiam mendengar jawaban dari Nukha.

“Menurut kamu, setelah Lucas menitipkan kamu sama aku. Apa alasan yang masuk akal buat aku bunuh Lucas?”

“Kalau pun ada, aku akan bunuh hanya Lucas. Untuk apa aku membunuh orang-orang yang gak bersalah, aku gak seberani itu untuk menghancurkan sebuah rumah sakit, Sea,” pungkas Nukha.

Sea tertunduk menyesal akan apa yang telah ia lakukan pada Nukha.

“Maaf..Maafin aku, aku Cuman buntu.”

Nukha memeluk Sea untuk menenangkan karena ia tahu pasti berat untuk Sea.

“Kamu itu kenal Lucas hanya saat di rumah sakit, kamu gak tahu sekolahnya dia, momen masa lalunya, teman-temannya, bahkan kehidupannya sebelum kenal kamu kan? “ Nukha mencoba menenangkan.

“Bukan salah kamu jika kamu gak tahu siapa pelakunya,” tambah Nukha.

“Aku Cuma gak habis pikir aja, Kha. Siapa yang tega membunuh orang sebaik Lucas.” Sea larut dalam pelukan Nukha.

“Aku paham, tapi sumpah, Sea. Aku bukan pelakunya.” Nukha melepaskan pelukannya.

“Iya, Nukha. Aku percaya sama kamu,” ucap Sea berkaca-kaca.

“Polisi juga lagi berusaha menangkap pelakunya, kita cari sama-sama, ya.”

Sea mengangguk dengan pelan.

*****

Di hari berikutnya setelah peristiwa perdebatan antara Sea dan Nukha yang mempermasalahkan tentang kematian Lucas, Bi Ati secara tak biasa menelepon Sea dengan nada bicara yang gelisah.

Sebenarnya pada saat itu juga Sea berniat ingin menelepon Nukha karena pria itu tidak kunjung datang di kantor, tapi sudah didahului oleh Bi Ati. Dalam teleponnya, Bi Ati menyuruh Sea untuk segera datang ke rumah Nukha, karena dari dini hari tadi banyak suara benturan, pecahan, dan teriakan di dalam kamar Nukha yang sampai saat ini sang penghuni belum menunjukan batang hidungnya. Awalnya Bi Ati bertanya apakah Sea dan Nukha sedang bertengkar, tapi Sea membantah itu semua karena dirinya sedang baik-baik saja dengan Nukha.

Akhirnya karena khawatir dan rasa penasaran yang tinggi, Sea segera menuju ke rumah Nukha untuk membujuknya keluar dari kamar.

Sea mengetuk pintu kamar itu dengan sedikit canggung.

“Kha, Nukha. Ini aku,” ucap Sea dengan lembut.

Tak ada suara apapun dari dalam, Sea semakin khawatir Nukha melakukan sesuatu diluar dugaannya. Apakah Nukha masih sakit hati dengan perkataannya kemarin yang seperti mengintimidasi pada Nukha soal kematian Lucas?

Karena sudah menunggu sekitar lima belas menit Sea mengetuk pintu dan tak ada respon apapun dari dalam, akhirnya Sea memutuskan untuk membuka pintu kamar itu dengan jepit rambut tipis yang ia miliki di dalam tasnya. Persis seperti yang dilakukan para maling jika akan memasuki rumah korbannya dengan menggunakan lidi atau jepitan.
Sorak lembut terlihat dari Sea, Bi Ati dan satpam yang saat itu menemani Sea saat pintu berhasil terbuka.

Ia melangkah masuk dengan perlahan dan sendirian, terlihat di sudut balkon kamarnya, Nukha tampak memeluk lututnya dan wajah yang tenggelam dalam kedua tangannya.

“Nukha,” bisik Sea sambil mengusap puncak kepala Nukha yang masih tertunduk.

Nukha akhirnya bangkit melihat Sea, dan langsung tersimpuh sujud di kakinya sambil menangis.

“Maafin aku, Sea.” Tangis Nukha kali ini benar-benar pecah.

“Kenapa?” Sea berusaha membangunkan Nukha, namun pria itu masih nyaman dalam sujudnya.

“Aku udah inget semuanya!” teriaknya sambil masih menangis dengan keras.

Mata Sea membulat, seperti ini bukanlah time-ing yang tepat untuk Nukha mengingat semuanya karena masih banyak masalah yang harus ia urusi.

“Semuanya?” tanya Sea.

“Semuanya,” ulang Nukha.

“Tentang kita yang putus karena…” Nukha seperti tidak bisa meneruskan kata-katanya.

“Karena..aku…” Nukha masih mencoba menyelesaikan kalimatnya.

“Aku…”

“Gay.”

Panik gak, panik gak? panik lah masa nggak. Jangan benci dulu sama Nukha ya, di part berikutnya satu persatu semua rahasia mulai terbongkar🤗

Nukha itu Luka (Tamat)✓ #dilirikmedianbooksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang