15 - The Secret of Matthew

227 19 2
                                    

Keesokan harinya, Ardelle tidak tahu cara menatap mata Louis. Sejak tadi pagi, ia menghiraukan Louis bagaikan debu yang tak terlihat dan hanya bergumam ketika Louis membaca jadwalnya atau sekedar pemberitahuan biasa.

"Ada apa denganmu?" tanya Louis ketika mereka di dalam mobil. Hari ini adalah acara makan malam privat bersama BC Industries.

"What?"

"Kau menghindariku sejak pagi," ujar Louis. Tangannya memutar stir dengan tenang. Namun matanya sering melirik ke arah Ardelle. Kali ini perempuan itu duduk di samping kemudi.

Ardelle mengerutkan dahinya. "Tidak. Buat apa aku menghindarimu? Itu hanya perasaanmu, Louis."

"Maybe," ujar Louis lalu melirik Ardelle setelah memakirkan mobilnya. "Lunch with BC Industries. Marshall Blackton?" tanyanya.

"Maybe," jawab Ardelle singkat. Tangannya meraih gagang pintu mobil namun Louis segera menahannya.

"What kind of answer is that, Ms. Cavanaugh?"

Ardelle menatap Louis. Bola matanya menatap penuh Louis yang tampak terganggu dengan jawabannya. "Shane. Aku akan memintanya untuk menjadi sekretaris pribadiku," kata Ardelle.

"Apa kau sedang mengalihkan topik?!" tanya Louis sembari mengeratkan tangannya di lengan Ardelle.

Bahunya naik ketika ia menghela nafas. "Menurutmu siapa yang akan di dalam? Selama aku tidak ada, kau yang mengurus jadwal Christian," ucap Ardelle. Suami Joey ditunjuk oleh kakeknya untuk memimpin selama ia berada di New York. Ardelle memiringkan badannya dengan wajah yang sangat serius. Louis mengerjapkan mata, namun pria itu sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari mata Ardelle.

"Aku tidak tahu. Mereka sendiri yang menunda selama beberapa tahun terakhir," jawab Louis. Kali ini suaranya lebih pelan.

"Ya, dan itu adalah jawaban dari pertanyaanmu. Lalu, aku melihat jadwalmu selama 4 tahun terakhir, kau tidak pernah mengambil hari liburmu. Apa setelah kau mati nanti ibumu akan menuntut perusahaanku karena membiarkanmu bekerja layaknya mesin?"

"Kau tidak pernah beristirahat."

"Jangan menyamakan dirimu denganku, Louis. I'm the boss here," gertak Ardelle. Ini bukan masalah besar, namun emosinya dengan mudah naik ke atas. Apa karena Louis mengkhianatinya?

Ardelle bahkan tidak tahu kata lain selain pengkhianat. Pembohong?

Kaca mobil yang mereka pakai tidak terlalu hitam dan ketika orang-orang melihat mereka di dalam, akan terlihat seperti pasangan yang sedang bertengkar. Di luar sana, Marshall tampak berdiri dengan kedua tangan yang berada di saku celananya. Ia hanya menaikkan alis singkat saat melihat adegan-adegan di dalam mobil yang terparkir tepat di samping mobilnya.

"Sorry."

Ardelle menghela nafas lagi ketika mendengar permintaan maaf Louis. "Satu bulan. Aku memberimu waktu istirahat selama sebulan. Dan mulai besok, Shane yang akan berada di sampingku. Not you. Understand?" gertaknya lagi.

Louis berdecak kesal lalu mengangguk kecil. Ia menarik lengan Ardelle semakin mendekat dan mencium pipinya. "Sorry," ucapnya lagi.

Ardelle hanya memutar bola matanya lalu keluar dari mobil. Matanya terpaku pada Marshall yang menyandarkan pinggangnya di bagian depan samping mobil yang ia pakai. Mata birunya bertaut dengan mata Ardelle yang mengerjap bingung.

"Finish?"

Suara Marshall terdengar aneh, seperti terusik oleh sesuatu. Ardelle menoleh ke arah Louis lalu menutup pintu mobil itu dengan pelan. Pandangannya berubah turun lalu mengangguk ke arah Marshall. "Siapa sebenarnya yang harus aku temui?" tanya Ardelle dengan pelan. Seolah amarah yang baru saja ia keluarkan, lenyap seketika.

Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang