1

6 2 0
                                    

Pukul delapan tepat Hyunsu bangun. Menatap sisi ranjang kosong. Sejak menikah Hyunsu memang tidak pernah satu kamar dengan Seungcheol, lebih tepatnya 9 hari setelah mereka menikah Seungcheol bilang dia akan melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri.

Hyunsu memejamkan matanya pelan dan lama sambil menghela napas panjang,  kemudian bangkit dari kasur empuknya. Tentu dia membasuh muka nya terlebih dahulu kemudian dia keluar kamar menuju kamar lain di ujung lantai dua. Kamar Seungcheol.

Seungcheol tidak ada disana, sejak seminggu ia kembali dari Amerika Seungcheol juga tidak pulang ke rumah. Sampai kemarin Seungcheol mengirim formulir perceraian mereka.

Maka Hyunsu turun ke lantai pertama sudah mendapati bibi Hyo sedang membuat sarapan, kemudian bibi Hyo tersenyum ramah menyambut Hyunsu.

"Selamat pagi nyonya, apakah semalam anda tidur nyenyak?"

Itu hanya sapaan pagi basa basi, namun Hyunsu suka. Setidaknya ada yang memperhatikan bagaimana tidurnya.

"Tidurku nyenyak"

Bohong. Jelas bohong. Kantung matanya tidak bisa membohongi bibi Hyo. Sangat terlihat jelas bahwa dia habis menangis semalam suntuk. Sadar akan tatapan curiga bibi Hyo, hyunsu segera memberikan alasan

"Aah semalam aku sedang menerjemahkan novel, kisahnya sedih sekali sampai aku menangis"

Kebohongan kedua Hyunsu, padahal masih pagi. Semalam Hyunsu menangis, tentu saja.

Dia sudah menyukai Seungcheol sejak pertama mereka bertemu, keputusan menikah sebenarnya juga menguntungkan Hyunsu karena dia menyukai Seungcheol. Bahkan rasa suka nya sudah berubah menjadi perasaan yang lebih dalam. Bagaimana dia menyukai Seungcheol padahal tidak pernah bertemu? Tidak tahu. Hyunsu tidak tahu mengapa perasaan nya begitu dalam kepada Seungcheol.

Sampai kemarin formulir cerai menyadarkan Hyunsu bahwa memang hanya dia yang memiliki perasaan terhadap Seungcheol, namun tidak sebaliknya.

-
-
-
-
-

Cafe bernuansa klasik ini agak ramai pengunjung padahal masih belum akhir pekan. Di meja pinggir jendela, hyunsu menatap kosong pemandangan jalan seoul yang tampak ramai.

"Hyunsu jangan melamun" ucap seorang wanita dengan nampan berisi kopi pesanan mereka.

"Apakah novel nya terlalu sulit sampai kau melamun begitu?" Hyunsu tersenyum samar kemudian meminum kopinya.

"Seungcheol minta cerai padaku kak"

Maka Lana, teman kerja sekaligus senior nya itu terbatuk kala mendengar kalimat lesu yang keluar dari bibir Hyunsu.

"Dia memintamu untuk bercerai?" Tanya nya

"Tidak, dia bahkan tidak meminta namun langsung mengirimkan formulir cerai kepadaku" jawab Hyunsu dengan bibir bergetar menahan tangis lagi.

"Kenapa? Bahkan kalian tidak ada waktu untuk bertemu dan bertengkar, kenapa tiba-tiba bercerai?" Tanya lana tidak percaya

"Aku juga tidak tahu, kak" Lana kemudian berpindah ke samping Hyunsu memeluk pundak dan mengelus lengan Hyunsu.

"Aku mencintai Seungcheol, kak" kini air mata nya kembali menetes, dada nya begitu sesak.

"Kalau begitu jangan bercerai kalau tidak mau" Lana menatap ke arah Hyunsu yang pipinya sudah basah dengan air mata

"Dia menginginkannya kak, aku bisa apa?" Begitu putus asa, hyunsu sangat pasrah dan takut.

"Buat Seungcheol mencintai mu juga, Hyunsu, hmmm?"

Hyunsu mengusap air mata nya dan terkekeh pelan.

"Bagaimana? Membuat Seungcheol mencintai ku adalah hal yang mustahil yang bisa aku lakukan kak, tidak bahkan untuk secuil rasa kasihan saja sulit kudapatkan dari Seungcheol kak, lalu bagaimana dengan perasaan cinta?"

IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang