JENNIE duduk meringkuk di dalam kamarnya yang gelap. Dia sama sekali tak berniat menyalakan lampu, bahkan untuk bergeser dari posisinya pun dia enggan. Satu-satunya penerangan yang ada di kamarnya hanyalah nyala layar ponsel. Benda pipih itu menyita penuh perhatiannya sejak tiga jam terakhir. Dia fokus membaca berbagai artikel yang disajikan beberapa portal berita tanpa melewatkan satu pun tanda baca yang tertera. Tuduhan bullying, anak emas, lazy dance, skandal kencan, skandal perselingkuhan dan skandal-skandal lainnya. Semuanya terarsip rapi. Percayalah, hidupnya tidak seburuk itu, tetapi media-media sialan ini berhasil membuatnya terlihat sebagai yang paling buruk.
Tidak berhenti sampai di sana, artikel-artikel sampah itu membawanya pada komentar kebencian yang siap mengubur hidup-hidup. Matanya perih, hatinya sakit, tetapi jarinya masih sibuk menggeser ke sana kemari. Mencari penyakit namanya.
Dia akan tenggelam lebih dalam. Namun, sebuah notifikasi pesan masuk dari nomor asing kembali menariknya ke permukaan: 'LEBIH BAIK KAU MATI SAJA! DASAR JALANG! KAU HANYA BENALU BAGI LISA, ROSE, DAN JISOO.'
Sedetik setelah dia membaca pesan tersebut, ponselnya melayang dan menghantam tembok. Masa bodoh jika benda mahal itu rusak.
Kini, kamarnya benar-benar gelap dan rasa takut mulai menghampirinya. Tubuh Jennie bergetar. Dia memeluk erat lututnya sendiri. Satu butir air mata membasahi pipinya, semakin lama semakin deras. Isak tangisnya terdengar samar-samar.
'PERGI! AKU TIDAK MELAKUKAN SEMUA ITU. AKU BUKAN BENALU! AKU BUKAN JALANG!' jerit Jennie, histeris.
Akhir-akhir ini emosinya tidak stabil. Cemas berlebihan, sedih berlebihan, ketakutan berlebihan, halusinasi serta depresi. Mentalnya sedang sangat tidak sehat. Keadaannya kian memburuk ketika tak ada seorang pun yang dapat menjadi tempatnya berkeluh kesah.
Malam ini masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Mata bengkak Jennie mulai tertutup. Dia terbang ke alam mimpi saat tenaganya sudah habis terkuras untuk menangis. Gadis yang malang.
-
KEESOKAN harinya, Jennie terbangun dengan keadaan yang kacau. Tidur atau tidak dia di malam hari, sebenarnya tidak ada pengaruhnya sama sekali. Tubuhnya tetap terasa lelah.
Perlahan, dia bangkit menuju kamar mandi. Menatap pantulan diri sendiri di cermin, kemudian menghela nafas berat.
'Setidaknya, untuk hari ini saja, aku mandi, berpakaian rapi, dan wangi,' monolognya.
Jadwal hari ini adalah pertemuan dengan anggota dan beberapa produser. Ada lagu baru yang akan dirilis grupnya. Sehancur apa pun Jennie, dia harus profesional.
Setelah menyelesaikan sentuhan terakhir pada penampilannya, Jennie keluar dari apartemennya. Dia siap bekerja. Siap atau tidak siap, sebenarnya tidak ada pilihan lain.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih setengah jam, akhirnya dia sampai di gedung agensi tempatnya bernaung. Segera Jennie memasuki studio yang dijadikan tempat rapat.
'Maaf, aku terlambat,' kata Jennie pada beberapa orang yang sudah duduk rapi di kursi masing-masing.
Teddy, selaku produser utama, segera memimpin jalannya diskusi hari ini. 'Baiklah, mari kita mulai...'
Bagi Jennie, pertemuan kali ini benar-benar tak berarti. Sulit baginya untuk fokus. Pandangannya kosong. Hal apa pun yang diucapkan orang-orang disekitarnya terdengar persis seperti dengungan lebah.
'Jane, kau baik-baik saja? Hei, Jennie!'
Jennie tersadar ketika seseorang menepuk lengannya. Dia mengamati sekeliling. Di meja ini tersisa lima orang, termasuk dirinya. Sepertinya, rapat telah selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNIE ONESHOT - A LITTLE PAINFUL
FanfictionHanya karena dunianya terlihat sempurna, bukan berarti hatinya tak menyimpan luka. ⚠️ Murni imajinasi ⚠️ Tidak bermaksud merendahkan pihak mana pun Luv, matcha_puff :)