Mereka bertiga terlalu larut dalam pembicaraan, sehingga waktu telah menunjukan pukul 23.00 bersamaan dengan selesainya live music di coffeshop tersebut. Mereka tak langsung pulang. Farel tengah sibuk dengan telpon genggamnya karena ada temannya yang mengirimkan lowongan kerja kepadanya. Ara dan Ardi masih saja berbincang yang mana Farel tak mengetahui pembahasan mereka. Beberapa saat kemudian, ada sepasang remaja datang ke meja mereka. Farel mengetahui bahwa mereka adalah temannya Ara yang lain. Kehadiran mereka tak membuat Farel merasakan apapun. Akan tetapi, saat laki-laki itu melontarkan candaan yang berbau seksual kepada Ara, hal itu membuat Farel sedikit terkejut. Farel memiliki teman seorang wanita yang memang hobi bercanda hal-hal yang berbau seksual. Akan tetapi, berbeda dengan Ara. Jika teman Farel tersebut dilontarkan candaan yang berbau seksual, maka ia akan membalasnya sambil tertawa. Lain halnya dengan Ara, disaat laki-laki tersebut melontarkan candaannya, ia hanya diam dan sibuk dengan telpon genggamnya. Disitulah Farel menilai bahwa Ara tak nyaman dengan candaan tersebut.
"Cabut kita?" tiba-tiba Ara mengajak Farel untuk segera pergi. Perasaan Farel akan ketidaknyamanan Ara dengan candaan tersebut semakin kuat. Sudah jelas, setelah laki-laki itu melontarkan candaan tersebut, Ara segera mengajak Farel untuk pergi. Farel tak menjawab apapun. Ia hanya mengangguk sambil menunjukkan gestur bahwa ia ingin menghabiskan rokoknya terlebih dahulu. Setelah menghabiskan rokoknya, Farel dan Ara pun segera pergi diiringi dengan Ardi yang juga ingin segera pulang.
"Duluan bang" ujar Farel kepada Ardi diiringi dengan tos tangan mereka.
Begitu menyalakan mesin, Farel pun segera memacu mobilnya. Ia berniat untuk segera mengantarkan Ara pulang. Farel pun memulai pembicaraan.
"Kamu suka nonton film horor gak?"
"Suka-suka aja sihh," jawab Ara singkat.
"Film ini udah nonton belum?" tanya Farel sembari memperlihatkan film yang sedang tayang di bioskop melalui HP nya. Farel memang dari awal berniat untuk menonton film tersebut. Akan tetapi ia tak memiliki kawan untuk diajak.
"Belum, aku agak takut sih sebenernya nonton horor hahaha," ujar Ara sambil sedikit tertawa.
"Mau nonton film itu gak?" tanya Farel tanpa basa-basi sambil memandang ke arah Ara.
"Boleh"
"Oke, kalau gitu nanti aku kabarin lagi ya," ujar Farel kepada Ara yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Ara.
Sebentar lagi persimpangan menuju rumah Ara sudah dekat. Di persimpangan tersebut Farel harus belok ke kanan. Akan tetapi, ternyata Ara tak berniat untuk langsung pulang kerumah.
"Lewat pantai yuk," ajak Ara kepada Farel
Farel hanya mengangguk. Tanpa pikir panjang Farel segera membelokkan mobilnya kekiri begitu mereka sampai di persimpangan. Pantai sudah dekat, akan tetapi Ara meminta Farel untuk berhenti sebentar di POM bensin. Farel pun menurutinya. Cukup lama Ara turun dari mobil. Begitu Ara muncul, Farel segera memacu mobil untuk melanjutkan perjalanannya.
***
Mereka pun menyusuri jalanan tepi pantai. Suasana pantai cukup ramai dimalam itu. Akan tetapi, Farel memperhatikan ada gelagat yang tak beres dari Ara. Mulai dari Ara meminta Farel untuk mematikan AC mobilnya, hingga Ara yang tiba-tiba saja tertunduk lesu.
"Cari makan dulu yuk, aku udah gak kuat sumpah," ucap Ara secara tiba-tiba.
Farel hanya terdiam. Ia terkejut, apa yang sudah terjadi pada Ara. Tiba-tiba saja Ara lemas dan menundukan kepalanya ke dashboard mobil Farel. Ara pun melanjutkan kalimatnya.
"Aku tadi muntah di POM bensin. Gak tau kenapa tiba-tiba perut aku sakit"
Farel pun segera menambah kecepatan mobilnya agar mereka berdua cepat sampai di tujuan.
***
Mereka pun sampai di GOR Agus Salim Kota Padang. Farel pun berjalan secara perlahan mengikuti Ara. Ia khawatir Ara pingsan. Pada akhirnya, mereka pun duduk di kursi yang tersedia. Farel segera memesan dua nasi goreng untuk dirinya dan Ara. Akan tetapi, Ara pun muntah dan kehilangan selera makan. Orang-orang sekitar melihat ke arah mereka berdua. Farel pun risih dengan hal itu. Ia takut bahwa orang-orang yang melihat mereka mulai berasumsi aneh-aneh kepada Farel.
"Abis aku makan kita langsung pulang aja ya," ujar Farel karena melihat Ara yang sudah sangat lemas. Ara pun menundukan kepalanya ke meja makan tersebut. Farel pun meminta penjual untuk membungkus nasi goreng milik Ara serta memesan 1 teh hangat untuk Ara yang ia lihat sudah begitu lemas.
"Aku udah selesai, aku ambil tisu bentar ya," ujar Farel kepada Ara yang hanya dijawab oleh anggukan kecil oleh kepala Ara. Farel pun bergegas kembali ke mobilnya dan mengambil tisu tersebut. Setengah berlari, ia kembali ke mejanya. Ternyata di sana sudah ada teman Ara yang bahkan Farel pun tak mengetahui namanya.
"Makasih ya bang," ujar wanita tersebut yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Farel. Setelah Ara cukup membaik, mereka berdua pun segera pulang. Saat di perjalanan, Ara meminta izin kepada Farel untuk tidur di bangku belakang. Farel pun tak keberatan akan hal itu.
"Anterin aku ke rumah aja ya, dari kos kawan aku tadi lurus terus. Nanti aku arahin," ujar Ara kepada Farel.
"Iyaa," jawab Farel singkat.
Jalan menuju rumah Ara begitu sepi. Pikiran yang aneh-aneh pun mulai bermunculan di kepala Farel. Sedikit overthinking, Farel mengira bahwa dirinya telah dijebak oleh Ara. Entah kejadian tak mengenakkan seperti apa yang akan Farel temui didepan sana. Karena menurut Farel, jaman sekarang sangatlah mudah untuk menjebak seseorang terutama laki-laki. Pergunakan saja seorang wanita, maka laki-laki akan cukup mudah untuk terjebak. Akan tetapi, Farel bukanlah orang yang mudah terjebak. Ia segera mencoba untuk membuang pikiran-pikiran negatif yang bermunculan dikepalanya. Akan tetapi hal itu sangat sulit dilakukan. Tetap saja muncul pikiran bahwa kejadian tak mengenakkan akan terjadi dimalam itu. Untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk, Farel segera melepaskan tutup pisau karambit yang memang selalu ia simpan di laci pintu sopir mobilnya. Begitu masuk ke satu gang, mobil Farel terhalang oleh tiga motor yang posisinya benar-benar berada di tengah jalan.
"Sial, apa ini," ujar Farel dalam hati sembari menggenggam pisau karambit nya dengan erat.
Akan tetapi, motor yang menghalanginya tersebut segera menepi dan mempersilahkan Farel untuk lewat. tiga orang wanita di motor itu kemungkinan sedang dalam pengaruh minuman beralkohol. Itulah isi pikiran Farel saat melihat gelagat mereka bertiga. Setelah dipersilahkan untuk lewat, Farel segera memacu mobilnya dengan kencang. Membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai di rumah Ara. Entah memang rumah Ara yang jauh, atau itu hanya sekedar perasaan Farel saja karena ia baru pertama kali melewati daerah itu. Berdasarkan arahan dari Ara, Farel pun segera masuk ke jalan menuju rumah Ara. Akan tetapi, Ara menyuruhya untuk berhenti dan melanjutkannya dengan berjalan kaki.
"Gapapa? Ada yang ketinggalan?" tanya Farel kepada Ara.
"Iyaa gapapa, ga ada kok," ujar Ara yang kemudian segera turun dan setengah berlari menuju rumahnya.
Farel pun segera memundurkan mobilnya menuju jalan utama, dan tanpa pikir panjang ia langsung memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dilihatnya jam telah menunjukan pukul 01.05. Ia ingin segera sampai di rumah dan melupakan kejadian malam ini. Ia tak peduli dengan orang-orang di jalan yang melihat ke arahnya karena ia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah pulang, pulang, dan pulang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambisi (The Wrong Part Of Town)
Teen Fiction"Kamu gak masalah ya ngeliat cewek ngerokok?" tanya Ara kepada Farel. *** "Rell, aku lagi buntu banget. Udah 3 hari ni aku dikos temen aku karna lagi ribut sama mama" *** "Aku boleh make uang kamu lagi gak?..." *** "Mungkin ada yang mau dibilang nya...