Hei, aku Riky. Aku adalah sesosok lelaki jelata yang mungkin tidak diharapkan menjadi menantu pada sebagian ibu-ibu yang memiliki anak perempuan. Berkulit hitam lusuh dengan badan tinggi krempeng. Sungguh pilu, bukan? Aku bekerja merantau dengan hanya bermodal niat yang kuat. Setelah kejadian tak menyenangkan yang melahap semua anggota keluargaku kecuali aku, kini aku tak memiliki siapapun yang mampu menguatkan aku, hingga aku bertemu malaikat yang mungkin sengaja dikirim Tuhan untuk menguatkanku. Sebut saja dia Avin. Sungguh aku sangat beruntung sekali mengenalnya. Pertama kali baru kurasakan bahagia berjuta-juta kali lipat ketika mengenalnya lebih jauh. Mungkin bila hingga kini aku tak mengenalnya, aku hanyalah seonggok tulang berlapis kulit yang malang, mondar-mandir tanpa arah.
Panas siang itu tak terelak lagi. Sinarnya yang tajam menusuk pori hingga tulang. Bagaikan lebah, teriknya menyengat kulit hingga berpeluh aku dibuatnya. Tidak, bahkan ini lebih dari tersengat lebah. Awan saja enggan muncul, ia bersembunyi dari garangnya Sang Raja. Tak kuasa ia melawan Rajanya sehingga tak menjadi payung ia siang itu. Keringat-keringat dengan girangnya bermain seluncuran di sekujur tubuhku bagai taman bermain tubuhku dibuatnya. Nafas terengah-engah, bahkan dua lubang hidung saja masih kurang cukup menghirup oksigen bebas hingga butuh bantuan mulut untuk ikut serta menghirup juga. Tulang-tulang ini rasanya mengundurkan diri dari tugasnya menopang tubuhku sehingga lunglai tak berdaya aku dibuatnya. Otot-otot pun mengendor kehilangan semangat melihat tulang tak lagi kuasa menopang hingga akhirnya kursi di depan mini market lah yang menopang tubuhku.
"Mas kelihatannya lelah, ini silakan diminum." Yah, begitulah kalimat pertama yang Avin ucapkan padaku ketika kami pertama kali bertemu di depan sebuah mini market. Tangannya yang putih mulus menyodorkan sebotol air mineral padaku yang memang sangat kelelahan setelah berkeliling mencari pekerjaan yang tak kunjung dapat.
"Oh! Terimakasih." Jawabku yang setengah terkejut.
"Sama-sama. Oh iya, ini ada tisu juga buat ngelap keringatnya tuh yang netes-netes hehe." Tak cukup hanya dengan menyodorkan botol air mineral saja tapi ia juga menyodorkan tisu. Entah itu sengaja dia beli di mini market untuk diberikan padaku atau mungkin tidak sengaja aku pun tidak tahu, yang aku tahu ia hanya membawa satu plastik belanjaan yang hanya berisi satu botol air mineral dan tisu yang ia berikan padaku dan berarti ia hanya membeli satu botol air mineral dan tisu pada mini market tersebut.
"Wah terimakasih ya, aku malah jadi ngerepotin gini." Jawabku yang setengah tersipu.
"Apanya yang ngerepotin? Cuma air mineral sama tisu saja sama sekali tidak merepotkan. Aku justru senang bisa membantu." Balasnya dengan senyuman maut.
Oh Tuhan! Tolong aku! Jantungku! Ah jantungku! Rasanya seperti mendesak keluar dari peradabannya. Degupannya tak kuasa kubendung. Sungguh cepat, cepat sekali. Bahkan tanpa perlu memegang saja dapat terasa dengan jelas suara degupannya yang teramat kencang. Aku malu bila saja suara degupan ini dapat didengar oleh Avin, apalagi bila dia tahu bahwa degupanku tercipta setelah melihat cekungan bibirnya. Cekungan bibirnya sungguh sempurna, garis bibir yang menyekung sangat sempruna terlukis indah. Perpaduan yang tak kuasa kupandang berlama-lama antara cekungan bibirnya dengan bulat bola matanya yang menatap tepat padaku, tatapannya memang tepat pada bola mataku namun rasanya tepat menancap jantungku. Oh jantungku, kuharap kau baik-baik saja. Kuatlah! Bertahanlah! Jangan kau berhenti berdetak dibuatnya.
Mampu tergambar jelas ketulusannya padaku meski bagi sebagian orang pemberiannya adalah sesuatu yang dianggap remeh. Nyatanya, pemberiannya yang mungkin tak seberapa mampu memulihkan tenagaku, mengusir segala kelelahan dan dahaga yang menyerang dan menguasaiku hingga hampir saja aku menyerah pada kenyataan bila saja aku tak berjumpa dengannya beberapa menit yang lalu. Kini tubuhku siap siaga bertugas kembali, segala organ dalam tubuhku bangkit dengan seketika. Sungguh benar-benar senyuman maut, bukan berarti membunuh tetapi justru membangkitkan, menghidupkan kembali seluruh organ yang tadinya mati suri.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DALAM ILUSI
RomanceApakah sungguh cinta yang setulus ini hanyalah ilusi semata? Bahkan rasanya begitu nyata.