[09]

227 23 1
                                    

"Halo? Kakucho. Saya ada tugas untuk kamu. Besok pukul 7, pada stasiun TokyoC7, pria paruh baya dengan plat nomer × ××× ×× akan menuju kota Hyogo. Tolong buntuti dengan segala kemampuanmakucho Hitto."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Rin, gue pen punya anak tanpa harus ngen*** gimana? Yang anak gue sendiri tapi." Tanya Name dengan segala kerandomannya.

"Cari ibu pengganti." Jawab Rindou tak kalah random.

"Lah iya! Gue ga usah hamil tapi punya anak! Beuh pinternya laki gue!" Entah karena apa tapi Rindou tersinggung sengan candaan Name.

"Daripada cari ibu pengganti mending lu aja jadi nyokap seutuhnya buat anak gue, gimana?" Tanya Rindou sembari meletakkan kepalanya pada paha Name.

"Moh. Kata orang nge** sakit. Jadi gue ga mau. Lagian belom lahirannya, belom apanya, ah udah! Gue belom siap jadi nyokap, woe!" Serobot Name.

"He'em, gitu aja tros tapi pen punya anak. Gimana bisa anjir?" Sewot Rindou karena belakangan ini Name selalu membicarakan anak. Dipikirannya adalah dia iri dengan sang kakak, Ran.

"Ga tau males sama lu, minggir gue mau ambil minum!"

"He? Sekalian dong, tolong roti isi di pantry."

"Dih nyuruh." Meskipun terkesan tidak mau melaksanakan perintah Rindou, Name tetap mengambilkan roti isi milik Rindou di pantry. "Noh, dah kan. Minggir pala lu. Gue mau duduk."

"Thanks Name."

"Hn. Udah siniin pala lu." Suruh Name sembari menepuk kedua pahanya.

"Hah?"

"Hah hoh. Mau, gak? Ga mau yaudah." Acuh Name.

Sedang tanpa babibu Rindou langsung meletakkan kepalanya pada paha Name. Namun Rindou bingung ketika Name malah mengambil sisir dan karet dari atas meja.

"Mau buat apa?" Tanya Rindou.

"Buat kepangan. Udah lama sejak gue mainin rambut Cavino. Kepo apa bakat benain rambut gue masih ada apa nggak." Sahut Name dengan enteng.

"Wait, Cavino?" Pasti Rindou karena dia merasa pernah mendengar nama tersebut dari Ken.

"Sure, Pino. Inget, kan? Iya, dia yang biasanya suka gue iketin rambutnya." Sahut Name lagi. "Dia itu cowo tapi cantik, gue kadang malah insecure sama dia. Dia itu anggunly, kalemly, dan nggak barbarly."

"Oh, iya. Pino yang suka sama lu itu, kan." Tebak Rindou.

"Hn! Ih, Rinn! Jangan banyak gerak kenapa? Susah nih, jadinya!" Sewot Name.

"Ya, maaf. Tapi kok kayaknya nggak enak, ya. Entar gue ambil dingklik dulu." Sahut Rindou sebelum akhirnya beranjak ke dapur /bahasa Indo nya dingklik apa, sii!?\.

"Noh. Gue duduk di bawah lu di atas, gimana?"

"Wah, buset, gue lupa kalo punya dingklik kecil di dapur! Nemu dimana? Perasaan gue nggak pernah nemu, deh?" Tanya Name.

"Yang lama patah karna udah tua, yang ini ada di kamar gue. Baru gue pindahin pas tau lu suka duduk di dingklik." Jawab Rindou santai.

"Oh iya, Rin. Bokap nanyain momongan. Gimana ye jawabnya. Lu masih sibuk, gue repot ngurusin kerja-"

"Wait! Lu kerja!? What, kerja apaan?" Tanyanya kepo.

"Gue jadi novelis. Kenapa? Mau baca? Ntar, gue ambilin- eh ntar aja deh. Masih mau lanjutin ini." Sahut Name dan tangannya kembali berkutik pada rambut suaminya.

Pernikahan Paksaan||Haitani Rindou × ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang