Dosouk, 7 Februari 1909.Teruntuk Melati nan jauh di sana.
Melati, aku menulis surat ini saat sedang berlibur dari studiku yang menjemukan dan menginap di villa bibiku, Aisha, di Dosouk. Apa kabar? Ah betapa diriku merindukanmu.
Teman baba baru pulang haji dan mampir ke Mesir. Pamanku menjamunya di rumah musim panas di pinggir sungai Nil. Aku menitipinya surat untuk mamak dan kamu, dua wanita kesayanganku di seluruh dunia.
Ada betapa banyak yang ingin kuucapkan padamu, betapa aku merindukanmu, betapa rasanya segala perasaanku padamu memenuhi dadaku yang siap meledak. Siang-malam aku memikirkanmu, menghitung hari kapan aku bisa kembali ke Hindia Belanda.
Bukan berarti aku membenci mesir. Aku mencintainya, mencintai AL-Azhar, mencintai guru-gurunya yang bermuka masam, mencintai perpustakaan tuanya, mencintai makanannya, mencintai semrawutnya Kairo, tapi aku merindukanmu.
Kau ingat saat kita masih kecil? Saat kita tersesat karena bermain terlalu lama di hutan bambu? Aku begitu ketakutan tapi genggamanmu di tanganku menguatkanku. Kita berhasil pulang sebelum maghrib dan menghindari sabetan rotan di pantat. Fakta bahwa kau, baik dulu dan sekarang, adalah sosok yang memberiku kekuatan tidak akan berubah. Jauh di Mesir ini, ingatanku akan mu yang membuatku bersemangat untuk segera menyelesaikan studiku.
Sudah setahun aku pergi, aku harap kau masih menungguku dengan sabar. Akan segera kupinang dirimu sepulang aku dari sini lalu akan kutumpahkan semua perasaanku padamu. Semua hasrat, gundah, sukacita, duka, rana, asa yang menjejal jiwaku.
Dari Sahlan, yang melesap dalam gelabah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melati
Historical Fiction18+ (UNTUK DEWASA, ANAK DIBAWAH UMUR DIHARAPKAN UNTUK TIDAK MEMBACA CERITA INI) Ini kisah cinta 3 manusia di Balakanda, di Hindia Belanda. Melati, gadis muda yang masih polos dan belum mengenal dunia. Sahlan, anak muda dengan gelora api dan rasa cin...