Bab 31

167 17 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Di akhir pekan, Firman memanfaatkan waktu dengan mendatangi sebuah co-working space di dekat apartemennya. Dia menyewa 100 ribu di ruang private sebab ingin bertemu seseorang. Tentu tak lain adalah Heru, ayahnya sendiri.

Sembari menyesap minuman green tea yang didapatkannya dari fasilitas private room, Firman kembali memfokuskan diri di depan laptop sambil mengetik sesuatu. Sementara Heru, baru-baru ini telah selesai dari pekerjaan. Pria paruh baya dengan blazer hitam itu sedang mengecek sosial media, hanya sekadar memperbarui informasi yang ada dalam dunia maya.

"Nak. Kasus bullying di SMA Sentosa atau sekolah kamu dulu makin meningkat. Coba kamu lihat." Heru menunjukkan satu berita di depan Firman, dan untung Firman memasang tatapan di depan layar ponsel milik sang ayah, mengalihkannya dari laptop terlebih dulu.

"Setahu ayah, di SMA Sentosa memang sering ada perundungan dan sasarannya adalah orang terpintar di sekolah. Entah kenapa murid-murid berandalnya ini nggak pernah diajarin yang baik-baik, setiap tahun ada aja berita tentang bullying." Heru menggerutu. "Ayah sampai sekarang masih nggak tahu siapa yang rundung kamu waktu sekolah. Setahu ayah, ada dua orang pelaku. Satu cowok dan satu cewek, cuma pihak sekolah sepertinya sengaja melindungi mereka dengan dalih mereka adalah murid berpotensi. Mereka punya hak belajar dan tidak diadili, cukup kena hukum disiplin saja di sekolah dan nggak dibawa ke jalur hukum. Bagaimana jadinya kalau tidak ada ketegasan agar mereka jera?"

"Ayah." Firman menyela. "Bagaimanapun awal dari perundungan itu adalah dari rasa iri. Kadang mereka nggak mau bersaing secara sehat, makanya terjadi perundungan. Lagipula apa yang kualami juga sudah berlalu kok. Aku nggak mau ingat itu lagi, ayah."

"Tapi, nak. Mereka yang merundung murid terpintar di sekolah itu harus diberi pelajaran." Tangan Heru mengepal. Heru tidak bisa tinggal diam jika mendengar perundungan. Mengingat anak laki-laki satu-satunya juga mengalaminya dan hingga kini belum menemukan pelaku perundungan membuat Heru sangat ingin menjebloskan para pelaku tersebut ke penjara dan diadli melalui jalur hukum.

"Ayah sampai sekarang nggak tahu pelakunya siapa?" tanya Firman penasaran. Bukan bermaksud apa-apa bertanya seperti itu. Dia tak memberitahu kejadian itu pada ayahnya, terlebih dia menutupinya. Bukankah ada satu atau dua orang yang kasih tahu sang ayah soal hal tersebut?

"Yang ayah tahu, satu cowok dan satu cewek," jawab Heru tegas, menjelaskan perkataannya dengan keras. "Ayah ingat sekali dulu kaki kamu terluka sepulang sekolah, bahkan saat ayah bawa kamu ke klinik, lukanya terbuka dan sangat besar. Seperti diiris oleh sebuah kaca beling."

Perundungan Mira terhadap Firman masih diingatnya, namun Mira tak sampai membuat Firman terluka. Firman bahkan tak ingat siapa yang bikin dia terluka saat itu?

Mengungkit tentang luka besar yang dialaminya, secara kebetulan Firman merasakan denyutan di bagian kanan kakinya. Membuatnya tiba-tiba meringis.

"Agh, sakit!" Firman mencengkram bagian betis, berusaha menahan rasa sakitnya.

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang