"Kebencianku kepadamu semakin bertambah saat mengingat kembali bagaimana perlakuanmu dulu kepada Adikku."
16. MBOAM || Mimpi Buruk di Malam Pertama
💃
Priscilla mengedarkan pandangannya saat ia sedang berdiri di tempat yang sama sekali tidak ia kenali. "Gue di mana?" tanyanya pada dirinya sendiri dengan raut bingung.
Saat Priscilla ingin melangkah ke samping kanannya, tiba-tiba, ia mendengar suara tangis perempuan dari arah depannya. Ia menajamkan kembali pendengarannya, saat merasa familiar dengan pemilik suara tangis tersebut. Dengan perlahan, kakinya melangkah ke arah depan untuk mencari tahu, siapa pemilik suara tangis tersebut.
Langkahnya seketika berhenti saat Priscilla melihat postur tubuh perempuan yang sedang membelakanginya sambil menangis. Ia melangkah mendekati perempuan tersebut dengan pelan. Setelah berada tepat di belakangnya, ia menepuk pelan pundak perempuan tersebut. "Hei. Kamu ... gak papa?"
Tangis perempuan tersebut langsung berhenti. Perempuan tersebut membalikkan badannya untuk menatap Priscilla dengan perlahan. Dan, sontak hal itu membuat Priscilla langsung memundurkan tubuhnya dengan kedua tangannya yang menutup mulutnya saking terkejut dan tidak percayanya saat melihat wajah perempuan tersebut yang kini sedang menatap lurus ke arahnya.
"C-cia?" tanya Priscilla dengan suara yang bergetar. Kedua matanya langsung berkaca-kaca sambil melangkah pelan menghampiri perempuan yang ia sebut dengan Cia.
Priscilla menelisik dengan seksama perempuan di hadapannya. Ia memegang kedua pundak Cia dengan tatapan penuh rindu. "Kamu beneran Cia, 'kan?"
Cia mengangguk sambil mengulas senyuman tipis di bibirnya. "Iya, Kak. Aku Cia, Adik Kakak."
Priscilla langsung memeluk tubuh Adiknya dengan sangat erat, seolah takut jika Adiknya akan pergi meninggalkannya lagi. Ia menangis histeris di pelukan sang Adik. "Cia ... Kakak kangen banget sama kamu. Kita pulang ya? Kita pulang ke rumah. Papa sama Mama pasti seneng banget kalau ngelihat kamu pulang ke rumah. Nanti kit—"
"Kak, alam kita udah beda," potong Cia sambil melepas pelukannya.
Tangisan Priscilla kembali histeris. Ia memegang kedua tangan Cia yang terasa dingin di kulitnya. "Cia maafin Kakak. Kakak sangat menyesal. Andai waktu itu Kakak lebih peka dengan kondisi dan masalah yang lagi kamu hadapi, mungkin kamu gak akan pergi ninggalin Kakak di sini sendirian ..."
Cia tersenyum tipis. "Meskipun jika waktu itu Kakak lebih ngerti dengan kondisi aku, aku akan tetap ninggalin Kakak." Cia menjeda ucapannya. Ia menatap Priscilla dengan sorot sedih. "Lagian, masa depan aku juga udah hancur. Jadi, buat apa aku hidup?"
"Cia ..." panggil Priscilla dengan suara parau dan sedikit bergetar.
Cia menundukkan kepalanya sambil melangkah mundur menjauhi Priscilla. "Kenapa dia begitu jahat, Kak? Kakak tahu? Dia udah rusakin aku, Kak! Dan setelah itu, dia juga hampir bunuh aku!" Cia kembali menjeda ucapannya. Ia menatap Priscilla dengan tatapan kecewanya. "Kenapa Kak? Kenapa semua itu terjadi ke aku? Dan kenapa ... waktu itu Kakak gak nolongin aku? Padahal waktu itu aku udah nelpon Kakak berkali-kali. Tapi apa? Kakak gak angkat satu pun telpon dari aku."
Cia tertawa miris. "Kakak jahat! Aku benci sama Kakak!" setelah mengatakan itu, Cia langsung menghilang dengan cahaya putih yang menyilaukan mata.
Priscilla terisak sambil mengedarkan pandangannya untuk mencari Cia. "Cia! Kamu ke mana Cia? Maafin Kakak Cia! Tolong ... tolong jangan tinggalin Kakak lagi, Cia."
Priscilla jatuh terduduk di atas rerumputan hijau itu dengan lemas. Matanya terus memandangi sekitar. "CIA!"
Priscilla terbangun dari tidurnya dengan nafas terengah-engah dan keringat yang menetes dari dahinya. Ia melirik jam dinding yang ada di kamarnya yang menunjukkan pukul dua pagi. Matanya langsung berkaca-kaca saat mengingat mimpi tadi. "Cia ... maafin Kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Married Because Of A Misunderstanding
Teen Fiction"Gue percaya kalau cinta itu datang karena terbiasa. Buktinya, gue jatuh cinta sama dia karena terbiasa bersama." ~Argi Bentala Gilson "Cinta dan juga benci itu beda tipis. Jangan terlalu benci kepada orang, karena...