Silakan follow akun Karyakarsa ya, biar tahu update apa disana.
Sudah Bab 2 di Karyakarsa.
Link ad adi bio, jalan lupa vote!!
Selamat Membaca
Sinta terbangun dengan tubuh yang lemas ditambah kepala yang berdenyut pening. Rasanya tubuh Sinta remuk akibat perbuatan Bima tadi malam, ah bukan malam, tapi petang. Netranya mencari jam dinding untuk mengetahui pukul berapa sekarang, ya Tuhan ternyata sekarang baru pukul sebelas, Sinta harus pulang.
Saat tubuhnya bergeser untuk bangkit, Sinta merasakan sakit di inti tubuhnya. Sakit yang belum pernah ia rasakan.
Sedikit merintih ia mencoba bangkit, "Argh." Meskipun sedikit kesusahan akibat rasa sakit itu, tapi Sinta bisa.
Yang sekarang Sinta harus berganti pakaian dan pulang ke kosnya, mengabaikan tubuh yang masih memejamkan mata itu."Bisa, aku bisa." Sinta mencari pakaiannya di bawah ranjang, namun yang ia lihat hanya kain yang sudah tidak berbentuk akibat robekan yang dibuat Bima. Tubuhnya saat itu lemas, bagaimana ia keluar dari ruangan ini jika pakaiannya saja rusak.
Air mata yang sudah dibendung seketika keluar tanpa Sinta mau, ia menangis tergugu akibat takdir yang selalu mempermainkannya. Suara tangisan dari bibir Sinta membuat tidur Bima terganggu, tangannya yang tadi melingkar di pinggang Sinta meraba sisi ranjang yang kosong. Saat Bima sadar bahwa sisinya kosong, tubuhnya berjengkit dan duduk.
"Dimana?" Belum juga kesadarannya terkumpul Bima harus menghadapi Sinta yang terduduk di lantai dengan netra yang menangis. Tubuh Sinta hanya berbalutkan kain tipis.
Bima memijat kepalanya, mencoba meredakan rasa pening untuk bisa bangkit dan mendekat ke sisi tubuh Sinta. Sebelum itu Bima memungut boksernya, sebelum berjongkok di sisi tubuh Sinta.
"Baby... " Suara lembut yang siapapun mendengar pasti akan luluh jika mendengarnya.
Sinta yang mendengar suara itu sontak menatap marah ke arah pria asing yang ia temui tadi. Pria yang telah merenggut masa depannya, pria bajing*n yang tega memperk*sanya tanpa tahu siapa Sinta. "Puas kamu?"
Kerutan tercetak di kening Bima, memang ada salah dia? Bima merasakan tidak melakukan salah apapun. "Kenapa Baby? Aku salah apa?"
Mendengar jawaban itu sontak air mata Sinta keluar kembali, ia memukul tubuh tegap Bima membabibuta, mengerahkan sisa tenaganya untuk melampiaskan kekesalan. "Stop Baby, apa salah aku." Kedua tangan Bima mengangkap tangan Sinta dan mengenggamnya.
"Kamu nggak sadar! Hah! Aku nggak kenal kamu, tapi kamu tega mengambil apa yang aku jaga seumur hidup aku!" Racauan yang keluar dari bibir Sinta, ia sudah lelah.
Bima yang tersadar sontak menatap ranjangnya, dimana ada noda merah yang itu berati darah perawan. Bima yang tenang, mencoba untuk menenangkan Sinta. "Kamu memang Baby aku, dan itu akan selamanya."
Kenapa takdir tragis yang harus Sinta lalui Tuhan? Dan kenapa juga Sinta harus bertemu dengan pria seperti ini? Mereka tidak mengenal, dan itu berati tidak ada hubungan diantara mereka.
"Aku nggak kenal sama kamu!"
"Baiklah perkenalkan aku Bima, kamu siapa Baby?" Raut wajah ramah tercetak di wajah Bima, raut wajah yang sangat bertolak belakang dengan tubuhnya yang penuh akan tato.
Sinta diam, ia masih enggan menjawabnya.
"Baiklah kalau Baby nggak mau kasih tahu, tapi yang harus Baby ingat jika Baby hamil cari aku ya." Apa lagi ini? Kenapa juga harus hamil anak pria asing ini?
Selesai mengatakan hal itu, Sinta menatap wajah Bima. "Aku nggak akan hamil anak kamu!"
Tersenyum manis Bima mengacak puncak kepala Sinta. "Kamu adalah perempuan pilihan yang akan mengandung anak aku Baby. Jadi tolong jika anak itu hadir jangan coba dibunuh. Karena aku pasti tahu."
Bima bangkit, ia mencari baju yang layak untuk diberikan ke Sinta dengan handuk dan peralatan mandi. Bima akan menyuruh Sinta mandi terlebih dahulu sebelum mengantarnya pulang.
"Lebih baik kamu mandi. Nanti aku antar."
***
Sejak kejadian itu Sinta meyakinkan dirinya untuk tidak berjumpa dengan Bima, entahlah ia merasa ingin menghindari pria itu. Dan untuk melancarkan rencananya Sinta memilih shift yang pulangnya malam.
"Beneran kamu mau Shift malam?" Sinta sudah izin selama dua hari ini, selama itu juga ia meratapi hidupnya. Tidak ada yang berubah memang tapi setidaknya hatinya merasa tenang.
Sinta mengangguk, ia menatap Arkana. "Kenapa?"
"Mau aja." Tidak ada alasan yang logis yang bisa diutarakan Sinta.
Arkana yang melihat wajah Sinta seperti tertekan sontak bertanya. "Ada masalah?"
Sinta menggelengkan kepala, "Enggak, jangan khawatir." Baiklah, Arkana akan mengikuti keinginan Sinta menukar shiftnya. Sekarang, Arkana akan bekerja dan Sinta kembali nanti sore.
Sinta memilih untuk tetap ada di kafe, ia tidak mau keluar. Karena ia takut akan bertemu dengan Bima.
"Ini, dimakan." Arkana memberikannya sebuah nasi bungkus beserta lauk, Sinta yang menerimanya sontak berterimakasih akibat kebaikan Arkana. Ia tidak menampik jika di kota ini hanya Arkana-lah yang ia kenal dan peduli akan dirinya.
"Jadi kemarin kamu dimana?" Tanya Arkana saat ia memiliki waktu istirahat, Sinta mengerjab, ia terdiam sebelum menjawab. "Ada di kos, cuma badan aku yang sakit." Tidak berbohong bukan? Karena memang ia ingin mengistirahatkan tubuhnya.
"Kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan aku, nggak usah sungkan."
"Iya."
"Aku tahu kamu disini sendirian."
"Iya." Mereka melanjutkan makanannya hingga tandas, saat Sinta sedang mencuci tangan dan Arkana keluar untuk bekerja kembali terdengar suara ribut-ribut.
Sinta yang penasaran sontak mengintip dari sisi dapur yang memungkinkan ia melihat ke luar. Betapa kagetnya ia saat melihat tubuh Bima sudah mengancam karyawan Kafe karena tidak menjawab pertanyaannya.
"Dimana Baby?!"
"Maaf disini tidak ada namanya Baby."
"Nggak usah bohong, Baby kerja disini." Jika ia tidak keluar maka masalahnya akan semakin panjang dan itu tidak baik, maka Sinta memberanikan dirinya untuk keluar.
"Kenapa kamu kesini?" Sinta berjalan keluar dengan tatapan yang sulit diartikan, Arkana yang melihat Sinta keluar dan kenal dengan sosok besar yang telah membuat keributan sontak menghadang Sinta.
"Kamu kenal dia?" Menghela napas Sinta mengangguk, "Jangan kesana Sin, kamu dalam bahaya." Semua orang yang tahu sosok Bima maka akan mengatakan hal itu tidak terkecuali Arkana. Arkana sudah tahu siapa Bima sebenarnya.
"Tapi aku harus kesana, kalau tidak kafe ini yang jadi sasarannya."
Arkana hanya bisa terdiam, ia melihat Sinta berjalan menuju ke arah Bima.
"Baby, kemana aja? Aku cariin kamu." Ujar Bima dengan suara lembutnya, Sinta yang tidak mau kehadirannya menjadi gosip keesokan harinya memilih untuk menarik tubuh Bima keluar dari kafe.
"Jangan ganggu aku saat kerja." Suara Sinta yang pertama menyapa indera pendengaran Bima. Bima tersenyum, ia mengusap puncak kepala Sinta.
"Makanya kamu nurut sama aku, aku tidak akan mengganggu kamu. Ayo sekarang kita pulang." Ajak Bima dengan menarik tubuh Sinta, Sinta mencoba melepaskan genggaman.
"Aku mau kerja."
"Nanti saja, ada hal yang harus aku bicarakan."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengutuk Waktu ✔ (Tamat Karyakarsa-KBM)
General FictionKetika hadirmu tak dihargai orang. Dan waktu seolah berpihak ke orang lain.