Bagian dua puluh delapan

37.6K 2.7K 802
                                    

Halo!!!!

SEBELUM MEMBACA SILAHKAN VOTE TERLEBIH DULU!!!!
.
.
.
.
.
Happy reading❤

•••••

Hentakan suara sepatu terdengar memenuhi sepanjang lorong koridor Rumah Sakit milik keluarga Ocean. Suara itu berasal dari Lucius yang tengah menggenggam tangan kiri Ruby dan juga 10 orang bodyguard yang sedang mengawal mereka, baik dari depan, samping kanan-kiri, dan belakang. Tanpa titah apa pun orang-orang yang berada di koridor itu menyingkirkan dengan sendirinya. Mereka cukup tahu untuk tidak berurusan dengan seorang Ocean.

Sesampainya di depan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), Lucius dan Ruby di sambut oleh teman-teman mereka. Kedua orang tua Sergio mau pun Sofia juga berada di depan ruangan tersebut. Mereka tengah menunggu kedatangan dokter yang menangani Sergio dan Sofia. Dalam hati, mereka merapalkan doa terbaik untuk keselamatan Sergio dan Sofia.

"Tuan Ocean."

Para orang tua Sergio dan Sofia menyapa Lucius dengan penuh hormat. Bahkan mereka sampai membungkukkan sedikit badannya untuk menunjukkan keseganan kepada pria yang sebentar lagi akan memegang kendali atas kepemimpinan yang selama ini berada di dalam genggaman Tuan Ellard Ocean, yang tak lain dan tak bukan adalah Ayah dari Lucius Ocean.

Lucius mengibaskan tangan kirinya, pertanda bahwa penghormatan mereka diterima. Dia sangat enggan untuk datang ke tempat ini. Tapi karena Ruby menangis ingin melihat keadaan Sofia, membuatnya tak memiliki pilihan lain.

"Gimana keadaan Sofi?" Tanya Ruby memecah keheningan yang ada.

Tak ada yang berani untuk menjawab pertanyaan Ruby. Hans, Arsen, Kenan, Rachel, Amora, dan Tanzia mulai menyadari posisi mereka. Tidak seharusnya mereka bersikap tidak sopan kepada seorang King yang akan mereka hormati nanti. Meskipun telah berteman selama bertahun-tahun dengan Lucius, membuat keseganan Hans, Arsen, dan Kenan tidak bisa luntur. Mereka selalu merasakan adanya sebuah tembok besar nan kokoh yang berdiri menjulang di antara pertemanan mereka dengan Lucius. Mereka memang berteman, namun kekuasaan dan kasta Lucius jauh berbeda dengan mereka.

"Answer her question!" Titah Lucius tegas sehingga membuat orang-orang di hadapannya kelimpungan untuk menjawab.

Seorang pria paruh baya bernama Philips Rodriguez memberikan diri untuk menjawab pertanyaan Ruby atas perintah Lucius. "Kami belum tahu keadaan Sergio maupun Sofia, Tuan. Karena sedari tadi dokter belum keluar dari dalam ruangan." Sahutnya penuh akan keseganan.

"You heard it, baby?" Tanya Lucius kepada Ruby yang dijawab dengan anggukan kepala oleh gadis mungil itu. "Then, let's go home!!" Tandasnya. (Kau mendengarnya, sayang? Kalau begitu, ayo pulang!!)

"No." Ruby menahan lengan kanan Lucius yang akan membawanya pergi. "Ruby mau disini, kak Lu. Ruby pengin tau keadaan Sofia." Ucapnya memohon. Perasaan bersalah menyeruak masuk memenuhi hati Ruby, karena secara tidak langsung dirinya-lah penyebab Sofia dan Sergio berada di dalam ruangan itu. Jika saja dia tidak berfikiran macam-macam tentang Sofia, mungkin gadis itu masih tersenyum bersama ke-tiga temannya. Jika saja Ruby tidak hadir di dalam pertemanan mereka, mungkin Sofia akan baik-baik saja.

Ekspresi wajah Lucius tak berubah walaupun dia melihat Ruby menangis tersedu-sedu di hadapannya. Tatapan bengisnya tetap hadir menyelimuti mata kelamnya. Namun tangan kekarnya menghapus air mata yang mengalir membasahi pipi tembam gadisnya. "Why are you crying?" Tanyanya.

LUCIUS OCEAN [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang