"Ma, Mama mau ke mana?" Aleesha kecil menatap bingung ke arah sang mama. Intan tidak mendengarkan. Ia sibuk memberesi pakaiannya. Memasukkan semua baju-bajunya dalam koper. Intan kelihatan panik. Gerakannya bahkan terlihat tidak beraturan."Ma–"
"Aleesha, tolong diem sebentar bisa, gak?" Intan menatap tajam Aleesha. Ia memejamkan mata, menyisir rambutnya frustrasi. Melihat Aleesha tampak ketakutan, Intan menghela napas. Ia berjongkok di depan putri semata wayangnya.
"Maafin Mama, Aleesha. Mama gak bermaksud bentak Aleesha." Intan menangkup kedua belah pipi Aleesha. Ditariknya tubuh kecil itu dalam pelukannya.
"Mama mau ke mana?"
"Mama gak ke mana-mana, Sayang. Mama di sini."
"Tapi, Mama masukin baju-baju Mama ke koper."
Mengurai pelukan, menenggerkan kedua tangan di kedua pundak Aleesha, Intan menatap dalam manik cokelat di depannya. Ia tersenyum kecil. "Mama cuma masukin baju lama aja. Udah, Aleesha gak usah mikir apa-apa. Mama gak akan ke mana-mana."
Aleesja tersenyum. Tangan kecilnya mengusap kedua pipi Intan. "Sha pikir Mama mau pergi. Sha takut Mama pergi."
Tergugu dalam diam. Intan tidak mampu mengatakan satu kata pun. Ia cuma mengulas senyum kecil. Senyum penuh luka. Intan tidak bisa bertahan lebih lama. Walau tahu sejak awal ini kesalahannya, walau tahu semua ini memang akan terjadi saat ia memberanikan diri menjadi orang ketiga dalam kehidupan Garda dan Lena, Intan masih tidak siap. Intan ternyata sama sekali belum siap menghadapi masyarakat kala tahu siapa sebenarnya dirinya.
Hujat, hujat, hujat.
Intan hanya selalu mendapat kebencian dan makian. Intan tahu ia memang pantas. Tapi, nyatanya ia cuma cewek biasa. Intan ... cuma cewek lemah biasa yang selama ini membesarkan Aleesha diam-diam hanya bersama Garda.
"Mama kok nangis?" Aleesha bertanya khawatir. Ia mengusap air mata yang jatuh dari balik pelupuk Intan. "Mama kenapa nangis? Sha nakal, ya, makanya Mama sedih?"
Intan menggeleng, menyunggingkan lengkungan sabit kecil, ia menciumi seluruh bagian wajah sang putri. "Aleesha anak Mama yang paling baik sedunia. Mama gak sedih, Sayang. Mama cuma seneng bisa punya anak kayak Aleesha."
"Mama jangan nangis. Nanti Sha juga sedih."
Intan tertawa kecil. "Enggak, Mama gak nangis."
"Kita telepon Papa yuk, Ma. Mama pasti kangen Papa, kan?" Aleesha mengusulkan. Kedua matanya berbinar-binar. Raut wajahnya berubah lebih hangat. Intan terdiam sebentar lalu menggelengkan kepala.
"Papa lagi kerja, Aleesha. Untuk beberapa hari ini, kita gak boleh ganggu Papa."
Aleesha memerosotkan kedua bahu lemas. Cemberut. "Yah, kok gitu? Sha, kan, kangen Papa."
"Nanti, ya. Nanti kamu ikut Papa aja biar kamu gak kangen-kangen lagi. Ya?"
"Sama Mama juga, kan?"
Intan hanya tersenyum sampai matanya menyipit.
***
"Nyatanya Mama gak ikut." Aleesha bergumam kecil. Tangannya menyentuh foto sang mama. Tiduran di atas kasur, menatap selembar foto kecil nan kusut sang mama. Aleesha tersenyum getir. "Gimana bisa Mama ninggalin Aleesha sama Papa? Kenapa Mama ninggalin Aleesha? Semua orang gak suka sama Aleesha."
Sudah nyaris 20 tahun berlalu. Aleesha masih belum bisa menemukan mamanya. Intan pergi, menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Aleesha masih ingat saat Garda berusaha mencari Intan demi memenuhi permintaan Aleesha. Tapi, percuma. Garda juga tidak bisa menemukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIRL IN SUIT (SUDAH TERBIT)
RomanceAleesha Wijaya rela menyamar sebagai laki-laki dan menjadi sekretaris Brillian Langitra, CEO perusahaan saingan sang kakak, Keandra, untuk mengulik informasi dan menjatuhkan perusahaannya. Demi sang kakak yang selama ini membencinya, Aleesha bahkan...