Rumput masih basah karena embun pagi ketika Natha memutuskan bertelan-jang kaki mengitari taman ini. Sepatunya ia letakkan di keranjang sepeda yang diparkirkan gadis itu di depan sana. Ia beruntung karena bisa kembali ke tempat ini. Tempat favoritnya semasa sekolah dulu. SMAnya pun tepat berada di sebelah taman.
Dulu meskipun sudah menjadi alumni seminggu sekali Natha berkunjung, sekadar menyambangi gurunya atau hanya singgah di perpustakaan untuk membaca buku.
Namun, ia tak pernah lagi terlihat setelah memutuskan mondok di Nurul Ilmi.Usai berolahraga sebentar, Natha memakai sepatu dan bergegas ke sekolahnya. Ia sudah sangat merindukan beberapa guru kesayangannya di dalam sana.
"Ya ampun, Natha. Kemana aja, Nak?" tanya Bu Nunik, wali kelasnya dulu.
"Nyantri, Bu, tapi sekarang kabur. Ndak betah Natha di sana," kelakar gadis itu.
Mereka akhirnya bercengkerama di ruang guru. Kendati rasanya ingin sekali lebih lama di sini, tetapi Natha tidak ingin mengganggu kegiatan utama para guru. Tak lama kemudian ia pamit untuk menyambangi perpustakaan.
Di sanalah ia terbiasa menghabiskan waktu, membaca buku atau novel koleksi sekolah. Setelah mengenakan tag pengunjung, ia menghampiri seorang pustakawan yang berjaga.
"Assalamualaikum, Mbak Alifa," sapa Natha sopan.
"Waalaikumus salaam. Natha? Ini Natha?" ujar perempuan itu tak percaya.
Ya. Penampilan Natha memang sedikit berubah, ia mengenakan penutup kepala sekarang.
Natha langsung mengempaskan bokongnya di kursi tamu, sementara perempuan yang dipanggil Alifa itu segera mendekat. Ia langsung memeluk Natha, dan memberondong gadis itu dengan berbagai pertanyaan.
Puas rasanya melepas rindu pada kawan lama seperti ini. Sampai waktunya Natha pamit karena telepon dari sang mama.
Baru beberapa langkah Natha menubruk seseorang hingga buku yang dibawa orang itu berhamburan. Ceroboh, bisa-bisanya ia tak melihat ada orang di depannya.
"Maaf, maaf aku ndak sengaja." Gadis itu mengutip satu per satu buku dan kertas yang berserakan.
"Nggak apa, aku nggak lihat jalan tadi."
Betapa terkejutnya mereka saat melihat satu sama lain. Orang yang ditabrak Natha adalah siswa di sini, Arga namanya.
"Kak Natha?"
"Aish! Arga? Ngapain bawak buku sebanyak ini sih, mana ndak lihat jalan. Segedhe ini kamu tabrak juga," omel gadis itu.
Sekitar setahun yang lalu, Arga adalah murid baru di sini. Ia yang tampan dan cerdas menjadi idola baru di kalangan siswi. Natha yang statusnya sudah alumni pertama kali bertemu pemuda itu saat di perpustakaan.
Saking seringnya bertemu, mereka akhirnya dekat dan saling bertukar kontak. Argalah yang awalnya memupuk rasa di antara mereka, sedangkan Natha hanya menganggap pemuda itu … teman barunya.
Beberapa bulan berlalu sampai Natha tidak sengaja tertawa lepas ketika berada di perpustakaan. Pasalnya, saat itu Arga menyatakan perasaannya. Ia meminta Natha menunggunya sampai lulus agar bisa menjadi 'pelindung' gadis itu.
"Kenapa malah ketawa sih, Kak?" Air muka Arga langsung berubah mendapati reaksi Natha.
Lucu saja saat kamu merasa mendapatkan teman yang nyambung diajak ngobrol, lalu tiba-tiba menyatakan ketertarikan. Begitu yang Natha pikirkan.
"Oke, maaf." Natha masih berusaha menghentikan tawanya, meskipun susah payah ia menahan kedut di bibirnya. "Kamu ini baru masuk SMA, jadi ndak usah mikir yang aneh-aneh. Sekolah yang bener, Bocil!"
Natha juga ingat Arga sempat menghindar, tetapi diam-diam masih memperhatikan.
Kali ini, ia tidak ingin berlama-lama. Jadi, setelah berbasa-basi sebentar gadis itu pamit undur diri.
Di saat yang sama Natha melihat seseorang yang begitu dikenalnya. Jantungnya mendadak berhenti karena sosok itu berjalan bersisihan dengan … Ning Shafa. Biarpun hanya sekali, tetapi Natha ingat betul wajah cantik itu milik siapa.
Gus Khafi pun sama terkejutnya. Ia melihat Natha dengan seorang pemuda berseragam sekolah ini. Natha ada di sini dan parahnya laki-laki itu seolah bisa membaca ekpresi wajah kesayangannya yang berubah. Bukan, gadis itu bukan melihatnya sekarang. Namun, sosok di sebelahnya.
"Kumohon jangan salah paham, Natha," bisik hatinya.