P R O L O G U E

0 0 0
                                    

“There's no part of the world which contain a bunch of truth fair. There's nothing we can denied. At all. No more heroes. Just us, as an eyes of the unfair,”

***

Terkadang, Rexuandra merasa Tuhan memang tidak seadil itu. Ah, bukan lagi terkadang, melainkan sering. Ia lebih suka bertanya-tanya pada batinnya tentang mengapa ia dilahirkan, mengapa Nenek sering berkata bahwa kelahirannya merupakan hal yang spesial. Banyak hal yang tidak dimengerti Rexuandra, salah satunya mengenai kondisi aneh yang sejak lahir sudah nemplok di dirinya.

Seraya menggenggam garam suci yang diambil dari gentong yang tersedia di tempat pensucian, gadis itu memejamkan mata. Diangkatlah tangan lebih tinggi dari kepala, kemudian garam yang tergenggam perlahan meluruh menghujani rambut panjangnya. Rexuandra menunggu sampai semua garam itu benar-benar sudah melumuri kepala hingga setengah tubuhnya.

Lalu, mata itu terbuka. Kaki jenjang yang tak lagi terbungkus kain apapun mencelupkan diri ke kolam suci. Perlahan tapi pasti, gadis 17 tahun itu melepas pakaian yang membungkus tubuh atasnya. Pantulan cahaya kolam menerpa kulit. Penerangan di sana hanya terbantu oleh cahaya matahari yang masuk dari celah lebar di atas, mirip seperti celah sebuah gua. Segalanya tampak alami dan menenangkan di tempat ini. Kesunyian yang hadir bagaikan penyegar batin.

Tubuh itu perlahan turun memasuki kolam. Begitu menghayati dan mensyukuri karunia kesegaran kolam. Sampai ia benar-benar berendam hingga hanya kelihatan kepala yang mengapung di permukaan air, menampakkan wajah yang terpejam meresapi kealamian tempat tersebut.

Rexuandra merendahkan tubuh, menahan napas terlebih dahulu sebelum memasukkan kepala ke dalam air selama kurang lebih sepuluh detik untuk menyegarkan muka sebelum muncul kembali hanya untuk mendengarkan sebaris bariton berat yang muncul tiba-tiba dari belakangnya.

"Unexpectable,"

Gadis itu tak menoleh. Meski ia tahu siapa si pemilik suara, Rexuandra tak merasa ia perlu memutar tubuh untuk meresponnya.

"Kirain kemana, kucariin. Ternyata beneran lagi healing disini," Si penginterupsi terkekeh pelan. Ia mendekat. Langkahnya terdengar menggema di seluruh penjuru God Cave, tempat pensucian yang keduanya namai dan resmikan semenjak mereka temukan tanpa sepengetahuan pihak lain, termasuk negara. Laki-laki itu berhenti sejenak hanya untuk menangkupkan tangan di depan dada, menghormati dua patung phoenix berkepala dua yang masing-masing satu kepala memuntahkan air suci ke kolam. Kemudian, ia membungkuk tepat di depan setumpuk pakaian Rexuandra yang dilepas beberapa cm dari mulut kolam, memungutnya, dan ia lipat dengan telaten sebelum beranjak kembali. Menatap gadis yang asyik berendam di kolam.

Baik Rexuandra maupun laki-laki yang menginterupsi kegiatan mandinya merasa biasa-biasa saja ketika mereka berada di satu tempat privasi seperti ini. Laki-laki tersebut adalah kembarannya. Rexuandra tidak merasa perlu menyembunyikan banyak hal dari kakaknya. Dan walau begitu, sang kakak tetap tahu batas. Ia datang di saat Rexuandra sedang mandi karena kondisi darurat, tidak bermaksud mengintip atau sekadar berbincang random.

"Unexpectable, because it still Sunday,"

"You wanna go to somewhere?" tebak Rexuandra to the point. Biasanya, Ravyan datang seperti ini untuk meminta izin. Biasanya dalam bentuk pamitan ingin ke suatu tempat.

"Ofc, with you,"

"What?"

"Repeat, with you. Ini rill, nggak neko-neko. Kuberi kamu waktu setengah jam lagi, paling lama, untuk berendam. Cewek kan sukanya mandi satu jam lebih. Nah, karena ini darurat, setengah jam aja ya?"

Rexuandra mendengus tak menyangka. Ia memutar tubuh 90° hanya untuk melempar lirikan sinis atas argumen cewek suka mandi tersebut.

"Terserah,"

Ravyanggara Raitrama tertawa lepas. Ia berusaha tak mengeraskan suara untuk menghormati God Cave.

"Ayolah, serius nih"

"Paling juga minta ditemenin makan sate di emperan kota,"

"Nggak, nggakkk. Ini beneran serius,"

Rexuandra sepenuhnya berbalik menghadap sang kakak. Tentu saja dalam kondisi tubuh seutuhnya terendam air kolam, sehingga yang terekspos hanya leher dan kepala. Gadis itu menaikkan satu alis sebagai isyarat apa.

"Ada tugas yang bener-bener mengharuskan kita sepenuhnya tinggal di kota,"

Jawaban itu sangat-sangat tak terduga di telinga Rexuandra.

"Kota?"

Ravyan berdehem, "Kali ini, kita berdua bener-bener harus tinggal di kota," Ia bertemu manik mata adiknya yang terpantul cahaya kolam, "well, cause I guess this job will be more complicated than before, I choose us to live in metropolite and leave this pretty village."

"Nggak biasanya," pelan Rexuandra, "tapi, kenapa sampai harus ninggalin desa ini?"

Sesungguhnya, Rexuandra sudah nyaman hidup sederhana di desa ini. Ia pikir, desa ini bagaikan duplikasi surga. Segalanya ada dan tersedia oleh kehendak alam. Kedamaian yang abadi dapat dirasakan dengan nikmat hanya dengan meloloskan satu tarikan napas.

"I'm sorry," kata Ravyan, sedikit tak enak hati, "tapi, ini berkaitan juga denganmu."

Kepala Rexuandra mendongak, tepat ketika Ravyan mendekat ke bibir kolam dan berjongkok. Ia merendahkan suara.

"Grandma and you will still connected. Grandma knews, and I believe that. Tinggal di kota nggak selamanya buruk, Xu," Ravyan mencoba memberi pengertian, "you will be okay."

"Paranormal?" getir Rexuandra, "kamu ngelupain Wirya Atmaja? Gimana kalo dia nemuin aku lagi?"

Dan pertanyaan itu sukses membuat Ravyan tak berkutik.

Adiknya dan kondisi aneh yang telah menempel sejak lahir, adalah dua hal yang diburu paranormal, termasuk seseorang yang dikenal dengan nama Wirya Atmaja. Ia adalah paranormal yang sangat ditakuti sekaligus dihindari oleh Rexuandra. Oleh karena kemampuan Rexuandra sangat diinginkan pria itu, Rexuandra memilih untuk tetap bersembunyi di desa dan terisolasi dari dunia luar. Meski peradaban manusia menuntut Rexuandra untuk tidak terpaku pada kehidupan desa yang amat kontras dengan situasi sekarang, tapi gadis itu tak peduli. Di matanya, dunia luar semenakutkan itu. Dan Ravyan memahaminya dengan sangat baik. Mereka berdua akhirnya tinggal di desa, hanya saja Ravyan sering bolak-balik keluar kota karena ia punya pekerjaan.

"Justru itu,"

Rexuandra berdiri tegang mendengar kata-kata Ravyan yang terdengar datar.

"Wirya Atmaja still hunting you," Ravyan melanjutkan dengan sedikit nada sengit di suaranya, "he know about this place. So—we need to hurry now."

Hanya dengan penjelasan itu saja sudah mampu untuk melemaskan setiap sendi di tubuh Rexuandra. Dalam artian sesungguhnya, gadis itu sudah tak bisa menemukan pelarian lain selain kota yang dimaksud kembarannya.

Rexuandra tak benci kota, hanya saja...

Kota menghadirkan banyak kenangan buruk buatnya.

GUARDIGO, 2022

Main character, Rexuandra Raitrama

every part of story belongs to L UNIVERSE and llaalyn

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

every part of story belongs to L UNIVERSE and llaalyn. Pict took from Pinterest. Please be kind.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GUARDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang