Janji yang Tak Terlupakan

7 3 0
                                    

   Pagi pagi benar, mentari masih belum menampakkan wajahnya. Aku masih berada di kamar. Dinginnya malam masih terasa, tubuh ku pun masih terselimuti dengan hangatnya. Dalam keheningan, terdengar suara dari luar.

   Aku yang masih setengah sadar, perlahan membuka mataku. Bangun dan beranjak dari tempat tidur dengan lunglai karena masih mengantuk. Mendengar seperti ada yang memasak didapur, bunyi piring yang berhentakan dengan sendok.
"Hmm.. wangi masakan ibu nih.."kata ku.

   Setelah bangun, aku keluar dari kamar, ku lihat ibu sedang menyiapkan sarapan untuk ayah. " Wangi telur dadar kesukaan ayah", kata ku. Di dapur, ketika ibu sibuk menyiapkan sarapan, ayah sedang bersiap siap.

   Ayah sudah memakai baju "kebesaran" nya, ya benar, baju berwarna Oren sedikit hitam dengan lengan panjang adalah ciri khas baju tim SAR. Gerak gerik ayah yang cepat bersiap dalam sekejap, langsung keluar dari kamar. Wajah ayah menampakkan kecemasan nya.

   "Ayah mau pergi kerja sekarang?", tanya ku.
   "Eh, sudah bangun rupanya, iya.. ayah ada tugas sekarang, ada rumah yang kebakaran, jadi ayah harus membantu dalam penyelamatan nya kan", kata ayah.
    "Ayah hati hati ya" tutur ku.

   Dari wajah ayah sudah bisa terlihat bahwa ayah panik dan cemas. Ayah yang selalu baik kepada orang lain, berusaha untuk membantu siapa pun, ini yang membuat aku bangga memiliki ayah.

°°°

   Nama ku Sofyan Putra Cahyadi kalian bisa memanggil ku Yan, anak tunggal dari pasangan, ayah; Setyo Cahyadi, dan ibu; Asmarini. Usia ku 12 tahun, dan aku siswa sekolah dasar SD Negeri Kutagugung.

   Di daerah pegunungan seperti di desaku ini, jam sepuluh pagi saja masih terlihat kabut. Kalau dilihat dari jendela pasti kabut masih terlihat didekat atap-atap rumah. Desa Kuta Gugung, kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, desaku tempat dimana aku dilahirkan.

   Desa kami memang dekat sekali dengan wilayah pegunungan salah satunya, yaitu Gunung Sinabung. Gunung berapi ini, kata ibu sudah lama sekali tidak meletus, diperkirakan Gunung ini tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1600. Tapi mendadak pemerintah meminta kami untuk berjaga jaga, karena akhir-akhir ini ada tanda-tanda bahwa gunung akan meletus. Entah tanda seperti apa itu, tapi kata ibu kita harus selalu hati hati, jangan main dekat gunung supaya tidak terjadi apa apa.

   Oh ya, ayah ku, orang yang terkeren didesa ini ( menurut ku ya..), seorang tim SAR kebanggaan yang banyak memberikan pertolongan kepada orang orang di sekelilingnya. Sedangkan ibu, wanita terhebat yang ada disini, bertani dibelakang rumah, ya untung untung untuk mencukupi kebutuhan keluarga kami.

   Ayah dan ibu tinggal disini sudah cukup lama, setelah mereka menikah di Jawa Barat; daerah kelahiran ayah, mereka pindah ke sini. Kami juga salah satu masyarakat yang bersuku Jawa disini. Namun seiring berjalannya waktu, aku merasa sudah seperti suku Batak, sudah terbiasa berbicara keras dan juga berteman dengan orang orang disini yang asli suku Batak.

°°°

   Sampai sekarang, ayah telah banyak memberikan tangannya untuk semua orang yang membutuhkan. Pernah suatu ketika, Ayah menyelamatkan satu keluarga dari musibah yang akan menimpa mereka.

   1 Tahun yang lalu

   Di ujung desa kami, daerah dekat perbukitan, tinggal lah satu keluarga, ayah, ibu dan dua anak perempuan. Malam itu, dingin menyelimuti, tetes demi tetes air turun, hujan lebat menimpa seluruh desa. Lebatnya hujan yang tak tertahankan, mengakibatkan terjadinya tanah longsor didaerah setempat. Hujan dari malam hingga subuh itu, mampu menggeser tanah dan menggerakkan rumah itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Janji Yang Tak TerlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang