Pagi yang baru dimulai. Haven membuka mata dan mengetahui matahari telah naik ke langit yang lebih tinggi. Kedua tangannya mengucek mata, lalu wajahnya menoleh ke kanan. Haven celingukan karena tidak dapat menemukan Aqilla.
"Ila?" panggilnya.
Menunggu sekian lama, tidak ada sahutan. Haven berencana turun dari tempat tidur. Namun, setelah melihat tinggi antara tempat tidur dan lantai, Haven memilih cara klasik. "Ila!"
Di teras, Aqilla dapat mendengar suara nyaring memanggil namanya. Sedikit kesal, gadis itu berbalik menuju kamar. Sehabis membuka pintu, Aqilla berkacak pinggang sambil memandang bayi yang hobi berteriak. "Kenapa, Irfan?" tanyanya dengan nada kesal.
Haven melongo. Ia yang awalnya hendak tersenyum, justru dikecewakan karena Aqilla menggendong bayi lain. Tangan Haven meremat selimut, sedangkan pipinya menggembung. Qilla, teganya bawa bayi lain. Haven mengusap hidung.
"Ta ta!"
Haven mendongak. Pandangan sengit seketika tertuju ke bayi laki-laki yang tersenyum lebar. Tangan kanan Haven meremat. Rasanya ingin sekali memukul wajah gemuk itu.
"Satria, ini Irfan. Irfan, ini Satria." Aqilla memperkenalkan dengan ramah. Gadis itu mendekati tempat tidur untuk mempertemukan sepupunya dengan Irfan.
"Ayo kenalan," kata Aqilla.
Satria tertawa senang dan bertepuk tangan. Sementara itu, Haven yang sangat marah dengan sengaja mengarahkan tamparan mengenai Satria. Tidak menunggu lama, Satria menangis keras. Haven tersenyum bangga. Lemah, batinnya.
"Irfan," peringat Aqilla. Sejenak sorot kesalnya menatap Haven.
"Ila?" Haven memanggil. Ia berkedip cepat. Tangannya terulur hendak menyentuh tangan Aqilla. Namun, Aqilla menghindar dan memilih Satria yang menangis karena terkejut.
"Irfan diem di sini."
Haven melongo melepas kepergian Aqilla. Tangan kanannya yang melayang di udara ia tarik kembali. Qilla apaan sih? Tuh bocil lebih lemah, kenapa malah dipilih? Huuh.
"Ila ...."
Dari balik pintu, muncul Bunda. Bunda memiringkan kepala karena mengira Aqilla keluar membawa Irfan. "Loh, Irfan kok masih di sini? Bukannya tadi Qilla ke sini, ya?" tanyanya.
Untuk sementara waktu, Haven membisu. Kepalanya menengok ke cermin yang menempel di lemari. Saat memukul Satria, ada yang aneh dengan kekuatan tangannya. Tadi ia mengeluarkan segenap tenaga. Harusnya Satria sudah terjungkal ke belakang. Masa makin lama gue makin kecil?
"Irfan kok nglamun? Hm, berarti tadi Qilla bawa Satria. Irfan ditinggal, ya?"
Mendengar kenyataan pahit yang diulang, Haven tak bisa menyimpan kekesalannya. "Ta! Ila wa yi ain ini.We ndak uka."
Bunda tertawa kecil dan mengangguk-angguk. "Gimana kalo Bunda anter Irfan ke Kak Qilla. Oh, iya, mainan mobilnya Irfan lagi dimainin Satria," beritahu Bunda sedikit memprovokasi.
"Hee, Ila!"
🌱🌱🌱
Duduk beralas tikar, Aqilla memegang tangan Satria. Gadis itu terlihat senang, seolah telah lupa bahwa dirinya sempat kesal. "Satria mau berdiri? Wah, pinternya," pujinya yang kemudian dibalas tawa dari Satria.
"Biasanya Satria nggak mau diajari jalan. Tapi sama Qilla mau." Dari sofa, seorang wanita menyahut.
"Satria suka Kak Qilla? Suka?" Aqilla menanyai bayi yang tengah ia bantu berjalan.
Sementara itu, mata tajam Haven terarah ke dua orang di sana. Kedua tangannya mengepal erat. Padahal dirinya yang lebih dulu dekat dengan Aqilla, tetapi malah Satria yang lebih diperhatikan. Setelah diturunkan, Haven mencoba berdiri tegak. Sayangnya, dirinya kembali gagal. Tak apa, karena Haven tidak terlalu mempermasalahkan.
"Ila!"
Suara nyaring milik Haven menginterupsi semua orang di sana. Semua menunggu apa yang hendak dikatakan oleh tubuh mungil yang masih memakai piyama.
"Qilla, ini bayi yang kamu ceritain? Lucunya." Ibu Satria tersenyum, kemudian mengangkat Haven, menganalisa sejenak, dan memutuskan memangku Haven.
"Lucunya. Kamu yang ditemu Kak Qilla, ya?" tanya Ibu Satria.
Gue nggak ditemu! Itu takdir. Berhadapan dengan orang baru, Haven merasa asing. Ia nengulum bibir sebab tidak tahu harus berbuat apa. Haven menengok ke belakang. Ternyata Aqilla masih bermain dengan Satria. "Mau Ila! Ila!" teriak Haven.
"Mau Ila? Sayang banget sama Kak Qilla. Ya deh, sana main sama Kak Qilla."
Begitu dilepaskan, Haven menghambur ke Aqilla setelah mendorong Satria. "Ila!" panggil Haven dengan hati senang. Plis jangan tinggalin gue lagi. Tangan kanan Haven menyentuh tangan Aqilla sembari berharap gadis itu mengganti ekspresi.
"Irfan, manja ya."
Balasan singkat dari Aqilla seketika memunculkan senyum lebar di wajah Haven. Dengan bahagia, sepasang tangan terentang di hadapan Aqilla.
"Irfan, kalo Mama Papa Irfan udah ketemu, Irfan nggak bisa begini lagi," bisik Aqilla di telinga Haven.
Mama Papa? Hm, tau ah. Gue lebih suka sama Qilla. Seakan tidak paham, Haven tertawa. Beberapa saat setelahnya, ia melirik Satria. Bayi itu seperti akan menangis.
Haha, rasain. Qilla cuma punya gue. Seenaknya mau ngambil.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince's Curse
Teen FictionHati-hati dengan hati wanita. Karena jika menyakitinya, kamu bisa jadi bayi. * * * Diberkati dengan paras rupawan serta tubuh proporsional, Haven sangat memanfaatkan kelebihannya. Remaja jangkung itu memikat banyak perempuan kemudian mencampakkan me...