Dua.

59 9 0
                                    

Seokjin duduk membeku di samping ranjang Namjoon yang masih menggunakan banyak alat medis.

Pandangannya kosong.

Namjoonnya sudah sadar setelah hampir satu minggu koma.

Namun, perkataan dokter itu benar adanya.

Kemungkinan besar, Namjoon akan mengalami amnesia akibat cedera kepala yang cukup serius.

Seokjin membeku saat kalimat pertama yang dilontarkan Namjoon adalah kalimat yang sama sekali tak diharapkan olehnya.

"K..kau siapa?"

Seokjin tidak menjawabnya.

Tak lama, ia tersadar dari lamunannya dan segera menekan tombol merah di atas ranjang Namjoon agar perawat datang bersama dokter.

Seokjin diminta keluar ruangan ketika para perawat dan dokter tiba untuk memeriksa Namjoon.

Keluarga Namjoon yang berada di luar ruangan bertanya-tanya pada Seokjin tentang apa yang terjadi.

"Namjoon sudah sadar." Jawab Seokjin dengan sendu.

Keluarga Namjoon begitu terharu mendengar kabar itu.

Belum sempat mereka bertanya lebih lanjut pada Seokjin, tiba-tiba perawat memanggil keluarga Namjoon untuk masuk, sementara Seokjin tetap tinggal di luar sendirian.

Seokjin melamun lagi.

Ia merasa takut.

Tentu ia akan berusaha keras dalam membantu Namjoon untuk mengembalikan ingatannya.

Namun...

Bagaimana jika itu tidak berhasil? Bagaimana jika usahanya sia-sia?

Lalu bagaimana nasib hubungan mereka?

Bunyi pintu membuyarkan lamunan Seokjin.

Para perawat dan dokter keluar bersama keluarga Namjoon.

"Pasien hanya kehilangan ingatan mengenai beberapa kejadian atau orang. Ia masih mengingat kedua orang tuanya. Namun... maaf, mungkin ia tidak mengingat saudara Seokjin dengan baik.

Tidak perlu khawatir, ia masih mengingat beberapa kejadian atau orang terdekat. Hal ini pun tidak permanen sehingga ingatan pasien bisa kembali suatu hari nanti.

Kami akan berusaha sebaik mungkin agar pasien segera pulih. Keluarga dan teman dari pasien juga dapat membantu untuk mengembalikan ingatannya, namun tolong jangan terlalu dipaksakan."

Semua mengangguk mengerti.

Termasuk Seokjin yang mengangguk dengan lesu.

"Terima kasih banyak dokter." Ucap orang tua Namjoon.

"Sama-sama Bapak dan Ibu Kim, kalau begitu saya permisi."

Keluarga Namjoon kembali masuk ke ruangan, sementara Seokjin memilih untuk pergi.

Ia membeli sekaleng soda dari swayalan dan segera meminumnya di taman rumah sakit.

Raut wajahnya terlihat begitu menyedihkan.

"Apa tak ada satu pun yang bisa kau ingat tentang kita, Joon?

Berarti, 18 tahun kebersamaan kita tak berarti apapun bagimu ya?

Mungkin hanya aku yang menganggap semua ini spesial, hanya aku yang menganggap pertemuan kita adalah takdir yang menakjubkan."

Air mata Seokjin jatuh.

Ia tak kuat menahannya lagi.

"Apa aku bisa kuat tanpa kamu, Joon?"

...

PROOFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang