Seorang wanita cantik dengan dress panjang selutut yang dilapisi blazer berwarna abu tua terlihat berdiri di area paling ujung gedung A fakultas ekonomi dan bisnis di salah satu Universitas Swasta yang terkenal mahal di Indonesia sambil sesekali mondar-mandir gelisah.
Sudah lebih dari 25 menit lamanya dia berdiri sendirian di sana. Dia tidak berani mendekat ke area lobi, apalagi sampai masuk ke dalam gedung. Pasalnya di sana sekarang sedang ramai dipenuhi oleh teman-teman Marvin.
Gianna melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya sekali lagi. Sekarang tepat jam 10.17 pagi, yang artinya 17 menit yang lalu seharusnya Marvin sudah menyelesaikan sidangnya.
Entah apa yang membuat pria itu tak kunjung keluar, tapi yang pasti Gianna hanya berdoa dalam hati semoga itu bukan karena sesuatu yang buruk.
Dia tau betul jika Marvin adalah pria cerdas. Dia yakin Marvin pasti bisa menjawab segala pertanyaan dari para Dosen Pengujinya dengan baik, tapi tetap saja dia takut jika seandainya ada hal-hal yang tidak diharapkan terjadi.
Lima menit kemudian, Gianna kembali menyeret kakinya untuk mengecek apakah pria yang ia tunggu sudah keluar dari dalam sana atau belum. Hasilnya masih sama seperti terakhir kali. Keberadaan Marvin masih tak terlihat di manapun, begitu pula dengan serombolan teman-temannya yang masih asik saling berbincang sendiri.
Ketika ia hendak berbalik, dia dikejutkan karena ada seseorang yang tiba-tiba menepuk pundaknya. Dia terlonjak kaget saat melihat sosok yang dia kenal kini berdiri tepat di belakangnya.
"Ngapain celingak-celinguk di sini? Sana kalo mau nunggu Marvin di depan bareng-bareng sama yang lain," ujar Hendra sambil menujuk ke arah Lukman, Daffa, dan yang lainnya.
Gianna menggelengkan kepalanya cepat. "Enggak, kak. Gapapa gue tunggu sini aja."
"Selow aja, Gi. Itu yang di sana temennya Marvin semua. Mereka nggak akan ada yang berani ngapa-ngapain lo. Percaya sama gua."
"Tapi gue nggak enak, kak. Gapapa sementara gue tunggu kak Marvin di sini aja sampe orangnya keluar nanti."
"Yaelah, cuek aja. Nanti malah Marvin ngamuk kalo tau lo nunggu dia sambil panas-panasan begini. Udah tau cowok lo orangnya agak gila. Ayo nunggu di sana sama gua," ajak Hendra sambil menuntun lengan atas Gianna.
Gianna yang sebenarnya juga sudah bosan menunggu sendiri pun akhirnya mengiyakan ajakan Hendra. Ya sudahlah, setidaknya dia memiliki seseorang yang dia kenal di sana.
Ketika wanita itu sudah berjarak kurang lebih 2 meter dari kerumunan teman-teman Marvin berada, seorang pria yang tidak Gianna ketahui namanya bersiul seraya menatapnya dengan alis terangkat satu.
Tak lama kemudian pria lain yang berdiri agak jauh darinya berujar, "Kalo Marvin tau elu barusan nyiulin ceweknya kira-kira lu bakal diapain ya sama dia?"
Beberapa pria lainnya yang mendengar kalimat tersebut sontak berseru dan saling berceletuk asal guna menakut-nakuti si pelaku. "Minimal digebuk sih paling."
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Benefits [✓]
FanfictionMarvin dan Gianna memang telah sepakat untuk menjalin hubungan yang cukup rumit tanpa melibatkan perasaan di dalamnya. Namun mereka bisa apa jika takdir malah berkata sebaliknya? ©️zrstly, 2022